Freza tersenyum sambil keluar dari ruangan. Dia menerima telepon dari orang yang paling dia rindukan.
Freza :
"Halo, Sayang."
Seseorang menjawab dari seberang telepon : "Papa, bebaskan Hendra!"
Setelah adu argumen yang cukup banyak, akhirnya Freza mendukung untuk mendukung Hendra. Dengan satu syarat mereka harus bertemu. Freza masuk lagi, kemudian berkata kepada Andi.
Rasa kantuk Kamilia hilang seketika. Begitu teringat dengan nama Freza."Apakah Freza yang sama? Atau hanya kebetulan persamaan nama saja," pikir Kamilia.Teringat oleh wanita itu, tatapan mata Freza yang dingin. Tidak ada kehangatan di sana. Merinding Kamilia membayangkannya."Bagas harus menjelaskan kepadaku." Hati Kamilia mereka-reka rencana, agar bisa mengorek keterangan dari Bagas. Besok, dirinya akan menemui Bagas secara khusus. Kebetulan besok ada pemotretan di sebuah taman kota. Untuk sebuah iklan makanan instan.Hendra menggigil lagi, dia mengerang kesakitan. Kamilia panik, akhirnya memutuskan untuk membawanya ke dokter."Ayo, Hendra, kita ke dokter," Kamilia membangunkan Hendra.Mata Hendra terbuka sedikit. Lelaki itu merasa heran, mengapa sampai sakit seperti ini. Kehidupannya yang keras dari dulu tidak pernah membuatnya meringkuk sakit apalagi masuk rumah sakit."Tidak!" Hendra menolak. Kamilia hanya terdiam dengan p
"Parasit sepertiku tidak membutuhkan cinta," kata Kamilia dingin.Selalu diulang-ulang lagi kata-kata itu. Ya … dia merasa seperti parasit sebelum menjadi model kini. Seharusnya dirinya tidak banyak tingkah di luaran."Tidak seperti itu, Mila. Aku akan mencintaimu seumur hidupku." Bagas mulai mengeluarkan rayuannya. Tentu saja gadis itu hanya mencibir."Hhhh … baru saja kau mengajakku bekerja sama agar Calista bisa kembali ke pelukanmu, kini kau menjilat ludahmu sendiri." Kamilia mendengkus."Hahaha hahaha. Kau cemburu?""Heei … !"Kamilia mencibir saat Bagas menyebutnya cemburu. Entah apa yang ada dalam pikiran pemuda itu. Kamilia tidak bisa menduganya. "Cemburu apa?" kata hatinya.Sementara itu, Hendra di rumahnya merasa badannya semakin sakit. Lemas sekujur badannya. Dia melihat jam dinding."Harusnya Kamilia sudah kembali, kemana dia pergi?" Hendra bertanya-tanya.Dia merasa kalau ada yang beruba
Wajah Kamilia sedikit pucat saat tahu itu rumah orang tua Bagas. Wanita itu mengeluh dalam hatinya. Dia merasa Bagas sudah menjebaknya semakin jauh."Mengapa kau membawaku ke sini?" tanya Kamilia.Pemuda itu hanya mengangkat bahunya. Dia malah bersiap untuk turun."Tunggu, mengapa kau membawaku ke sini?" Kamilia bertanya lagi."Aku sudah lama tidak ke sini, kangen." Bagas menjawab sekenanya."Bukan sebuah alasan!" Kamilia berkata dengan sedikit penekanan. Dia memandang Bagas dengan tajam."Sudahlah, mau ikut turun gak?""Hendra sedang sakit dan menungguku di rumah," jawab Kamilia."Terlambat … ayo ikut!" Bagas tidak menyerahkan kunci mobil kepada Kamilia.Kamilia terpaksa mengikuti Bagas. Entah rencana apa lagi yang ada di pikiran laki-laki itu. Kamilia benar-benar tidak bisa menduga. Pikirannya masih tertuju kepada Hendra. Takut penyakitnya bertambah parah.Kamilia melihat ada beberapa mobil mewah berderet
Bang Bos melayangkan tinjauannya ke muka anak muda tersebut. Lelaki itu berkelit, tapi ia tetap dalam posisi bertahan, mungkin ia segan dengan Bang Bos yang menjadi pemimpin para napi di sini.Biarpun Bang Bos pimpinan, dirinya tidak sesuka hati melecehkan para napi bawahannya. Dia termasuk pemimpin yang bijak. Namun, bagi napi baru memang ada semacam perkenalan di sini, dilihat dari kasusnya dulu. Kalau kasus ringan cukup satu pukulan. Namun, jika kasus perkosaan, wow ini sasaran empuk bagi penghuni lama, untuk menghadapi tangan melayangkan bogem muka napi baru.
"A ... aa ... apa?"Bagas memandangnya tidak percaya. Freza hanya terdiam. Bagas kembali lagi, duduk dekat bapaknya.Freza hanya mematung, memandang jauh ke depan. Dia sangat terkejut dengan berita yang baru saja diterimanya. Begitu pula dengan Bagas. Pemuda itu memandang lekat bapaknya, meminta penjelasan.Bagas terhenyak mendengar cerita bapaknya.
Kamilia mendapati Hendra tengah bertelanjang dada di ranjang. Di bawahnya Calista tengah tertawa cekikikan. Tas yang dilemparkan Kamilia tepat mengenai pelipis gadis itu. Calista dari tempat tidur."Kau yang jalang!" Calista tidak terima dimaki. Dia membalik menyerang Kamilia.Kamilia yang sudah mempersiapkan diri menyambut serangan Calista. Tangan Calista dipelintir kemudian dihargainya. Calista
Sebelumnya lelaki itu hendak berbuat tidak senonoh kepada Kamilia. Kamilia memejamkan matanya. Berdoa dengan sisa-sisa keyakinan dalam hatinya. Kamilia tidak yakin, Tuhan akan menolongnya. Seperti kejadian-kejadian lalu. Saat dia berharap Tuhan menolong, selalu Tuhan itu tidak ada. Kamilia gamang dengan keyakinannya kini.Saat suara senjata api itu menggema, Kamilia terlonjak kaget. Wanita itu menyangka dirinya yang tertembak. Cepat dia membuka matanya dan melihat lelaki itu jatuh bersimbah darah. Tanpa sempat Kamilia tahu namanya."Ooh!" Terdengar satu teriakan tertahan.Wanita itu melihat dengan cepat ke asal suara. Tampak Hendra dan Bagas berdiri mematung. Mereka juga kaget mendengar suara tembakan. Hendra menutup mulutnya. Bagas berlaku biasa saja. Malah menatap tanpa belas kasihan terhadap lelaki yang tertembak."Berani sekali kau mengganggu putriku!" Tuan Freza datang sambil mengacungkan sebuah pistol."A apa? Putrimu?" Hendra bertanya sambil
Tak henti-hentinya Kamilia mengutuk dirinya yang ceroboh. Kamilia melihat ke arah Tante Melly yang juga nampak khawatir. Kamilia menggelengkan kepalanya."Bisakah kita bicara, Tuan?" tanyaTante Melly. "Dia bukan pelacur, kau bisa pilih yang lain, free buat Tuan." Tante Melly masih mencoba membujuk.Lelaki itu tetap menginginkan Kamilia untuk melayaninya malam ini. Tentu saja Kamilia tidak mau. Namun di sisi lain, karirnya dipertaruhkan."Tunggu sebentar!" Kamilia berjalan ke pojok ruangan. Menelpon seseorang, kemudian balik lagi."Bagaimana?" tanya Arya.Kamilia hanya tersenyum. Dia tidak menanggapi permintaan Arya. Tentu saja lelaki itu jengkel. Dia sengaja mengambil beberapa foto Kamilia."Anda tidak bisa mengambil foto tanpa izinku, Tuan!' Kamilia berkata keras.Keributan tidak bisa dihindarkan lagi, Kamilia merebut handphone Arya. Arya berkelit, Kamilia menangkap ruangan kosong lalu terjatuh. Sekali lagi Arya men