Bagas memperhatikan Kamilia yang masih tertidur. Lelaki itu berharap saat terbangun nanti Kamilia sembuh dan ingatannya kembali pulih.
"Saiful? Siapakah lelaki itu?" pikir Bagas. "Adakah lelaki itu dari masa lalu Kamilia?"
Kamilia terbangun dari tidurnya. Dia tampak segar dan siap untuk pulang. Cedera di kepalanya memang tidak parah, tidak ada luka di kepalanya. Namun, dampaknya sangat memprihatinkan
Bagas tidak berani bertanya tentang Saiful. Lelaki itu tidak mau kalau sampai Kamilia kumat lagi. Tentu kepulangan akan tertunda lagi. Bagas akan bertanya kalau Kamilia sudah pulih kesehatannya.
Waktu berjalan begitu cepat. Kamilia masih tidak ingat dengan masa lalunya. Wanita itu tetap meneruskan profesinya sebagai seorang model. Dia tinggal bersama Bagas dan bapaknya. Dia sudah tidak ingat lagi kepada ibunya, tidak juga kepada adiknya. Kamilia benar-benar sudah lupa dengan mereka.
"Besok ada pemotretan di Bali," kata Bagas. Sekarang Bagas berti
Laki-laki itu memamerkan ke arah Kamilia. Wanita itu menyambutnya dengan senyuman. "Kamilia. Namamu Hendra?" tanya Kamilia. "Iya, kenapa?" Kamilia membuka layar ponselnya. Dia mencari di galeri foto. Dia pandangi lama, kemudian memandang ke arah Hendra. Tidak ada sesuatu yang sama sekali. "Ada apa?" tanya Hendra heran.
Hendra senang sekali ditawari pekerjaan oleh Freza. Bagas sedikit curiga dengan keantusiasan Hendra. "Apa yang direncanakan lelaki itu?" pikir Bagas. Bagas memperhatikan lagi wajah Hendra dengan seksama. Tetap tidak ada kemiripan dengan Hendra kenalannya dulu. Bagas coba lagi memperhatikan bentuk tubuhnya. Mengingat-ingat apa kiranya yang menjadi ciri khas Hendra. Tak ada yang diingatnya kalau sedang begini. "A aku di mana?" Kamilia ternyata sudah sadar. Hendra cepat-cepat mendekati Kamilia. Matanya menatap lembut Kamilia. Kamilia membalasnya sekilas. Dia memandang sekeliling, heran mengapa ada di sini. "Kamu pingsan tadi, Mila!" jelas Bagas. "Kenapa?" "Tadi kamu pingsan gara-gara melihat bapak-bapak menyeret anak gadisnya," kata Bagas. Ah, ya. Kamilia ingat sekarang, tadi dia melihat di diri gadis itu seperti melihat dirinya. Kamilia ingat dulu dia pernah ada di posisi itu. Kamilia ingat, bapaknya –Ibrahim mengha
Kamilia memandang ibunya, meminta penjelasan. Wanita yang kini beranjak tua itu menunduk, memainkan ujung bajunya. Dia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk memulai berbicara. Kamilia menunggu dengan sabar. "Ayo ngomong!" bentak Ibrahim. "Iya, Freza tahu kalau ini adalah tulang punggung keluarga ini. Melihat engkau sudah lupa dengan keluargamu, Freza berbaik hati membantu keluarga ini." Wajah sendu mengungkapkan Kamilia, mengharapkan pembelaan.
Kamilia memandang mobilnya yang penyok. Dia sudah menghubungi Hendra dan Bagas. Tidak satu orang pun yang muncul. Kamilia kesal jadinya. Dia harus berurusan dengan polisi."Ke mana sih, Hendra kok gak nongol-nongol?" gerutu Kamilia."Ayo ke kantor!" ajak Pak Polisi."Tunggu teman saya, Pak, ini bukan salah saya!" tawar Kamilia."Nona bisa jelaskan nanti di kantor!" kata Polisi itu lagi.Sebuah mobil minibus hitam tampak akan berjalan mendahului mobil Polisi. Polisi serta-merta mencegatnya. Polisi marah kepada sopirnya. Saat sedang mendamprat sopir itu, tiba-tiba Polisi itu mendapat telpon. Langsung Polisi itu memeriksa nomor plat mobil. Sang supir pucat pasi."Minggir!" bentak Polisi.Beberapa orang Polisi menggeledah isi mobil tersebut. Tidak ada yang mencurigakan, tetapi Polisi tidak putus asa. Mereka tetap mencari. Sampai ada sesuatu yang mencurigakan di kolong jok mobil. Polisi cepat-cepat mengambilnya."Naaah! Keluar
Mata Kamilia mulai berkabut karena air mata. Dulu dia membantu lugu saat dimintai tanda-tangan. Sekarang barulah dia mengerti. Mau ke mana dia mencari uang untuk menebus dirinya sendiri. Uang hasil dia menjadi model entah ke mana. Dia sudah menemukan buku tabungan di rumah Hendra, kosong. hampir dua tahun ingatannya hilang.Dunia ini terasa sangat tidak adil bagi dirinya. Tidak ada kebahagiaan dalam alur lakonnya. Kamilia selalu menjadi bagian pent
Kamilia mengantar Bagas sampai depan rumah. Dia lalu berkemas untuk pergi dari rumah besar ini. Kamilia sewaktu-waktu memandang berkeliling. Dua tahun dia menghuni kamar ini.Tidak terbersit di benaknya sedikit pun, hidupnya akan kembali berkisah tentang kepedihan. Wanita itu seperti dejavu saat dirinya berkemas dulu. Memasukan baju-baju usang ke dalam tas. Baju-baju yang kini entah ada di mana, mungkin sudah menjadi lap.Kamilia goyah, ingi
Sejenak Tante Melly menggeser duduknya untuk menghilangkan grogi di hatinya. Bimbang antara harus jujur atau berbohong. Bagas sudah tak sabar menunggu penjelasan dari mulut Tante Melly."Maaf Bagas, dengan sangat menyesal aku tidak tahu tentang Kamilia," ujar Tante Melly. Lega rasanya sudah menjawab seperti itu.Bagas tidak percaya begitu saja. Dia menatap mata Tante Melly, mencari kejujuran di sana. Tante Melly tersenyum menyembunyikan gundah hatinya. Sebenarnya dia merasa khawatir dengan kondisi Kamilia.Setelah tidak berhasil mengorek keterangan dari Tante Melly, Bagas pergi dengan hati kacau. Ke mana lagi harus mencari informasi. Bagas memukul stir mobil karena kesal.Freza sangat marah saat tahu Bagas gagal mencari informasi. Lelaki itu memaki-maki Bagas sebagai seseorang yang tidak berguna."Disuruh begitu saja gak becus, bisamu apa!?" Tuan Freza sangat marah sekaligus khawatir dengan Kamilia yang tidak ada kabar. "Ponselnya juga mati,
Bagas menggebrak meja Tuan Arya dengan penuh kemarahan. Tuan Arya terkejut, sekaligus marah. Lelaki itu tidak mengenal Bagas."Siapa dia!?" tanya Tuan Arya."Maaf Tuan, ia tadi menerobos masuk," kata resepsionis kantor Arya."Aku Bagas, di mana Kamilia!?" tanya Bagas dengan keras."Aku tidak tahu siapa Kamilia, pergi dari kantorku!" usir Tuan Arya."Aku tidak mau pergi sebelum kau menyebutkan di mana Kamilia berada, atau kulaporkan polisi?" ancam Bagas.Tuan Arya tidak menjawab, dia menelpon seseorang. Tidak lama kemudian datang dua orang sekuriti, memaksa Bagas untuk pergi. Karena mengundang keributan, terpaksa Bagas keluar dari kantor tersebut. Bagas menunggu di luar kantor, akan dia buntuti ke mana Tuan Arya pergi."Kau tidak akan bisa lari dariku, Arya!" Bagas berkata sendiri dengan keras.Menjelang kantor tutup, Bagas bersiap melihat siapa-siapa yang keluar. Bahkan mobil Arya sudah dia hafal nomornya. Tadi lelaki itu sempat berkeliling ke tem