Rinai terperanjat dari tempat tidurnya. Rupanya dia ketakutan sendiri dengan cerita Kamilia."Mami …. apakah dia jahat?" tanya Rinai. Rinai takut peri jahat itu mendatanginya. Gadis kecil itu memeluk ibunya, mendekapnya erat. Menyembunyikan mukanya dalam pelukan hangat Kamilia."Kita baca kelanjutannya, oke!""Oke … Mami!" seru Rinai senang. Cerita tentang peri itu membawa angan-angannya seperti melayang. Menjadikan dirinya seperti peri juga, dia ingin sekali bisa terbang seperti Sierra. Ingin bertemu peri yang bisa mengajarinya terbang.Dalam bayangan gadis kecil itu terlihat sebuah negeri peri yang indah. Penuh warna-warni dengan penduduknya yang beterbangan. Alangkah senangnya saat terbayang dirinya juga mempunyai sayap lalu terbang bersama Sierra.Rinai merapatkan duduknya ke arah Kamilia. Gadis kecil itu sudah tidak memeluknya lagi. Ketakutannya sudah hilang, berganti dengan bayangan indah tentang negeri peri.Kamilia melanjutkan membaca :**MELVI SI PERI JAHAT"Itu Melvi, per
Riyanto yang selamat dari targetnya Alex merasa bersyukur. Dia ikut ke kantor polisi untuk menjadi saksi. Namun, Alex tetap membisu tidak mau bicara tentang peristiwa itu.Sementara Andi, dia dijemput oleh bosnya. Bosnya menjamin kalau Andi tidak ada keterlibatan dalam penculikan Riyanto. Andi hanya akan menagih utang. Polisi bertanya kembali kepada Alex. Laki-laki itu hanya diam membisu."Apakah kamu kenal dia?" tanya polisi kepada Alex sambil menunjuk ke arah Andi.Alex menggeleng. Justru Alex diam sangat menguntungkan bagi Andi. Bosnya berusaha untuk mengeluarkan Andi sebelum kasusnya dilimpahkan ke Polres."Mengapa bos hanya membelamu, aku juga sama anak buahnya," bisik Alex."Pengkhianat! Tempatmu harusnya di neraka?" umpat Andi. Alex diam karena seorang polisi memandang ke arah mereka. Alex sudah membayangkan jeruji besi akan mengurungnya. Lewat perdebatan alot Andi bisa keluar bebas dari tuduhan, karena ada jaminan dari bosnya. Berdalih tidak cukup bukti. Tinggal Alex yang mer
Kamilia tersenyum dalam hatinya. Ini adalah saat terbaik baginya untuk membuka kedok Garganif. Laki-laki itu harus tahu kalau sesungguhnya Kamilia tahu sepak terjangnya. Perempuan itu masuk ke kamarnya, duduk di sofa samping tempat tidurnya. Garganif dengan perasaan tidak karuan mengikutinya. Sesungguhnya hatinya yang busuk sudah mulai ketar-ketir. Takut segala perbuatannya akan terungkap."Apa yang kamu ketahui tentang Alex?" tanya Garganif. Kecemasan terlihat di wajahnya."Tidak ada …." Kata-kata Kamilia sengaja menggantung.Garganif menahan napas karena tegang, seperti seorang pesakitan yang menunggu vonis. Dia memandang Kamilia tanpa kedip. "Tadi kamu bilang tahu semuanya tentang Alex," sergah Garganif."Sekarang ceritakan padaku, siapa Alex?" Kamilia membalikkan arah pembicaraan. Sekarang Garganif yang harus menceritakan tentang Alex. "Mengapa jadi aku? Bukankah kamu yang duluan bicara tentang Alex," protes Garganif."Aku hanya mau tahu Alex versimu," ujar Kamilia. Garganif b
Kamila terbangun oleh dingin yang menusuk kulitnya. Rupanya dia lupa memakai selimut semalaman. Wanita itu tertidur saat tengah melamun tentang Garganif. Dia melihat jam di ponselnya. Hari hampir subuh, dia akhirnya bangun dan keluar menuju kamar anaknya.Rinai tampak tertidur pulas. Wajahnya damai saat terlelap, mencerminkan muka polos tanpa dosa. Kamilia menghampiri lalu mendekapnya. Rinai terganggu tidurnya, dia membuka matanya dan tersenyum."Mami,' kata gadis tersebut.Kamilia membalasnya dengan tersenyum kembali mendekap wajah polos tersebut. Rinai terlelap kembali dalam pelukan hangat Kamilia. Bibirnya tersenyum damai, Kamilia terharu melihatnya. "Aku tidak akan membiarkanmu disakiti orang." Kamilia mempererat pelukannya. Air matanya mengembun saat teringat kata-kata Garganif. Tega sekali dia ingin menyakiti hati anaknya sendiri. "Mami … teruskan membacanya!" Tiba-tiba Rinai terbangun lagi, Kamilia yang sudah hilang rasa kantuknya melonggarkan pelukannya."Ini hampir pagi, Sa
Garganif heran dengan keadaan rumah yang sepi. Hatinya bertanya-tanya pergi ke mana Kamilia dan Rinai. Melihat roti bakar hangat di meja, laki-laki itu menyantapnya dengan lahap. Rasa laparnya sejak semalam terpuaskan dengan seduhan teh yang dibuat sebagai pelengkapnya. Sambil sarapan Garganif membuka kembali ponselnya. Sejenak dia teringat dengan Paulina. "Sedang apa dia? Sendirian … pasti dia kesepian," pikir Garganif. Lelaki itu mencoba untuk menghubungi Paulina. Kemarahannya sudah hilang kini, hati kecilnya menyesal sudah bertengkar dengan wanita itu. Dengan talak yang diucapkannya mereka telah bercerai.Kening lelaki itu bertaut saat teleponnya tidak tersambung. Biasanya Paulina tidak pernah mematikan HP-nya. Entah mengapa Garganif menjadi khawatir terhadapnya. "Tidak biasanya. Ada apa dengan Paulina?" batinnya. Garganif cepat bersiap, dia akan ke rumah Paulina. Dia memakai baju dengan warna kesukaan Paulina. Begitu juga parfumnya, dia pilih wangi kesukaan Paulina. Garganif ing
Rinai melompat memburu wanita tersebut. Wanita itu sangat terkejut melihat Rinai ada di situ. Dia memandang laki-laki yang bersamanya. Pandangannya meminta penjelasan."Dia cucuku!" kata laki-laki itu."Tante Paulina!" seru Rinai.Tentu saja Paulina sangat terkejut melihat gadis berambut kriwil itu ada di situ. Kamilia yang akhirnya muncul di pintu, semakin membuat wajah Paulina pucat pasi."Maksudmu apa, Freza?" tanya Paulina. Dia marah kepada Freza."Inilah keluargaku," jawab Freza."Kamu … kamu …." Perkataan Paulina terpotong karena Rinai datang.'Ayo, Tante … masuk!" suruh Rinai sambil menuntun Paulina. Wanita itu terpaksa mengikuti Rinai. Pandangannya tak lepas dari Freza. Saat sampai di pintu masuk, Paulina menunduk sesaat setelah bertatapan dengan Kamilia. Sampai detik ini dia tidak mengerti mengapa wanita itu bisa ada di rumah Freza."Jangan-jangan ini konspirasi mereka berdua?" tanya hatinya.Rinai terus menarik tangan Paulina, membawanya masuk serta duduk berdua di sofa rua
Freza memandang Paulina dan Garganif bergantian. Terlihat Paulina dengan wajah pucatnya serta Garganif yang berdiri mematung. Sejenak terjadi ketegangan di antara mereka. "Ooh … ya sudah kalau kalian tidak saling kenal," kata Freza mengurai kebisuan."Baiklah, aku ke dalam dulu." Garganif berpamitan.Paulina menghela napas panjang saat Garganif berlalu. Freza memperhatikan Paulina yang nampak gugup. Paulina dengan cepat menyembunyikan kegugupannya itu dengan cara tersenyum.Paulina semakin yakin, kalau di antara mereka sudah ada persekongkolan untuk membalas dendam kepadanya. Paulina merasa takut dan terancam berada di rumah Freza."Aku harus secepatnya pergi dari sini, sebelum terlambat!" pikirnya. Paulina kembali memandang Freza."Aku … aku harus pulang." Paulina berpamitan kepada Freza."Tunggu nanti aku antar," kata Freza."Aku bisa pulang sendiri," ujar Paulina. "Mobil yang kau bawa tadi bannya kempes kata supirnya. Untung tadi ikut bersamaku." Freza yang baru saja mendapat tel
Kamilia pulang karena hari sudah sore. Seluruh penghuni rumah ini pergi kecuali Inah. Entah ke mana Bagas dari pagi tidak kelihatan. Pasti dia akan terkejut saat bapaknya pulang membawa Paulina yang pernah dikencaninya.Bagas rupanya tertarik kepada Erika. Kerjasama saat mengerjai Paulina membuahkan kedekatan di antara mereka. Bagas dan Erika saling mencintai. "Mami … gak nunggu kakek dulu?" tanya Rinai saat pulang. "Tidak usah," jawab Kamilia.Rinai diam sepanjang perjalanan. Dia maklum kalau ibu dan bapaknya sedang tidak baik-baik saja. Tadi sempat dia dengar, bapaknya bersuara keras. Namun, naluri kecilnya tidak bisa menduga ada apa dengan mereka. Mereka adalah orang-orang yang sangat dicintainya. Rinai tahunya ibu bapaknya tidak pernah ribut. Tadi dirinya sempat heran mengapa bapaknya bersikap kasar kepada Kamilia. Dia hanya memandang Inah yang segera membawanya ke taman.Sesungguhnya Rinai ingin bertanya tapi melihat roman ibunya yang murung dia mengurungkan niatnya. Takut ibu