Fery memandang Amira, laki-laki tersenyum malu. Dia memang belum pernah jatuh cinta sebelumnya. Rasa grogi membuatnya merasa dingin sekujur tubuhnya. "Hahaha. Bercanda," ujar Fery sambil tertawa. "Huu!" seru Freza dan Bagas serentak. "Lho, Oom Bagas kapan gabung?" tanya Fery."Sampai gak nyadar, ya!" Bagas meledek Fery.Remaja itu cuma tertawa kecil. Padahal dia sengaja membelokkan pembicaraan. Pemuda itu malu digoda-godain. Akhirnya semua tertawa karena merasa lucu.Kamilia dapat sejenak melupakan kesedihannya. Untuk kedua kalinya dirinya kehilangan Garganif. Hatinya memang sudah membeku untuk lelaki itu. Namun, kehadirannya masih dibutuhkan Rinai. Apalagi dia berencana untuk mengajukan hak asuh. Lelaki itu memang sangat licik. Dia berencana menguras harta Kamilia. Namun, tentu saja Freza tidak akan tinggal diam."Ayo! Kita tidur!" ajak Freza.Mereka bubar karena malam sudah larut. Kembali Kamilia dengan lamunannya. Merenungi nasibnya yang malang. Wanita itu hancur, tentu saja. H
Garganif memperhatikan raut wajah Indah. "Cantik," batinnya. Apalagi saat dia tengah bercerita, bibirnya begitu menggemaskan."Suamiku belum pulang juga. Sedangkan hari sudah lewat tengah malam. Aku coba lagi meneleponnya, tetep tidak ada jawaban. Karena penasaran kucoba sekali lagi. Eh … diangkat tapi suara perempuan yang ada di sana. Aku tidak berbicara, diam saja mendengar suara-suara mereka. Terdengar mereka seperti sedang melakukan sesuatu. Saat itulah tiba-tiba bumi seperti menghimpitku, dunia terasa gelap. Aku tutup telponnya lalu menangis semalaman. Saat dia pulang, dia diam saja saat aku bertanya. Aku minta cerai akhirnya." Indah mengakhiri ceritanya.Seperti tersindir dalam hatinya Garganif merasa malu. Tabiatnya tidak ubahnya seperti suaminya Indah. Namun, dia mengaku kalau istrinya yang mengkhianatinya. Dia berpikir, toh Indah tidak mengenal dirinya.Garganif tertarik kepada wanita itu. Dia ingin mengajak wanita itu mampir ke apartemennya. Dirinya yang sekarang mempunyai
Asisten rumah tangga itu kaget. Dia menerima buket bunga mawar dari lelaki tampan itu."Ini buat Ibu Kamilia," kata pemuda itu. Dia ternyata seorang kurir dari toko bunga."Ya ya, terima kasih."Si Bibi langsung masuk sambil mengagumi karangan bunga itu. "Indah sekali," batinnya."Bu, ini ada kiriman." Pembantu itu memberikan bunga kepada Kamilia."Dari siapa? Buang aja," jawab Kamilia."Mengapa? Ini sangat indah. Dari inisial S." "Aku gak punya teman namanya S, buat kamu aja!""Serius, Bu?" Mata si Bibi berbinar-binar. Dia senang sekali mendapatkan bunga indah itu. Walau bukan buat dirinya. Namun, anggap aja ada seorang pria yang mengirim untuknya."Ya, ambil aja!" suruh Kamilia.Pembantu rumah tangga itu berlalu. Dia kembali ke kamarnya. Bunga itu disimpannya di atas meja. Dia tidak bosan-bosan memandangnya. Sementara itu Kamilia masih asyik dengan lamunannya. Pikirannya melayang ke mana-mana. Wajahnya murung, dunia semakin tidak bersahabat rasanya. Satu persatu perjalanan hidup
Mata Kamilia menyapu ke seluruh ruangan. Berharap ada seorang wajah asing berada di hadapannya kini. Namun, semuanya sudah dikenalnya, tidak ada wajah baru di sana."Hadirin sekalian, inilah pemegang saham selanjutnya!" Tiba-tiba Freza berseru diiringi gemuruh tepuk tangan.Seorang laki-laki berpakaian putih masuk ruangan. Kamilia seperti mengenal sosok laki-laki itu. Wanita itu mengingat-ingat wajah bersinar itu. Matanya teduh menyorotkan kecerdasan dan ketenangan."Lho … itu kan … itu kan …." Kamilia mengucek matanya berkali-kali. Dirinya masih bisa mengenali walaupun laki-laki itu kini berpenampilan sangat berbeda."Saiful … sejak kapan dia terjun ke dunia bisnis?" batin Kamilia.Saiful melirik sekilas kepadanya, tapi selanjutnya dirinya tampak serius mengikuti rapat pemegang saham itu.Kamilia sungguh tidak percaya, Saiful yang dikenalnya sebagai seorang guru ngaji kini menjadi mitranya. Rupanya sudah lama sekali Kamilia tidak tahu perjalanan hidup Saiful."Bikin konsentrasiku buy
Freza melihat seorang wanita tengah tersenyum padanya. Rasanya dia kenal dengan perempuan itu. "Sinta?" tanya Freza kepada Kamilia."Hahaha hahaha hahaha hahaha." Kamilia tertawa terbahak-bahak. Dia tidak mampu menahan tawanya."Siapa dong?" Freza begitu penasaran dengan wanita itu."Dia adalah Emak. Hahaha hahaha." Kamilia berseru sambil tertawa. Lucu melihat ekspresi Freza."Astaga! Ibumu cantik sekali!" Ayunina hanya tersipu melihat mereka pangling dengan riasannya. Tidak disangka perias itu begitu mahir menyulap wajahnya yang sudah cantik menjadi semakin cantik."Aku mau yang ini tapi mahal," bisik Ayunina."Ambil saja, untukmu apa yang enggak," sahut Freza."Uangnya apa gak sayang, cuma sekali pakai doang." Ayunina dan Freza masih berdebat. "Tidak apa-apa. Nanti bisa dipakai Kamilia kalau nikah lagi. Hahaha hahaha hahaha." Freza tertawa melihat Kamilia melotot. "Lha iya, kan!" "Masa aku pakai gaun bekas, sih!" seru Kamilia."Bekas Ibumu ini. Hahaha hahaha." Freza masih tertaw
Kamilia masih memikirkan kejadian tadi siang. Saiful sudah terang-terangan menyatakan cintanya. Cinta yang sudah dipertahankan sejak lama. Kini dia memohon lagi untuk menjadikannya sebagai istri.Terus terang Kamilia bingung. Belum satu tahun bercerai, rasanya masih trauma. Namun, dirinya tidak mau larut dalam kesedihan. Tadi siang juga wanita itu sudah menerima lamaran dari Saiful dengan syarat minta waktu selama tiga bulan. Kamilia tidak mau terburu-buru melangkah. Sebenarnya dia ingin sendiri dulu selama setahun. Namun, Saiful ingin segera mengakhiri masa lajangnya.Melangkah gontai Kamilia menuju dapur. Rasa haus tiba-tiba menyerangnya. Wajahnya sedikit pucat karena dari tadi dia hanya gelisah di tempat tidurnya. Entah rasa bahagia atau sedih karena kehilangan yang membuatnya menjadi insomnia."Kak.""Astaga! Bikin kaget," seru Kamilia."Kakak kenapa?" tanya Amira heran melihat Kamilia begitu kaget."Dih, masih nanya kenapa?" Kamilia cemberut. "Kamu belum tidur?""Iya, Kak. Malam
Laila terkejut mendengar perkataan Amira. Bisa saja Andra meminta Bintang untuk mencintai Amira."Bisa jadi," kata Laila sambil berbisik. Mereka menjaga agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain."Ssst … jenazah sudah keluar. Ayo!" Amira menggamit lengan Laila. Mereka berjalan beriringan dengan pelayat lainnya. Bintang tampak menggandeng sang ibu. Bintang mengedipkan matanya sebagai isyarat dirinya tidak bisa dekat-dekat dengannya. Amira mengangguk, gadis itu mengerti.Amira menangis saat pemakaman, begitu pula Laila dan Adelia. Mereka bertiga lama terpekur setelah orang lain pulang. Mengenang saat-saat kebersamaan dulu dengan kenangannya masing-masing."Kita pulang, yu," ajak Laila.Amira dan Adelia mengangkat wajahnya. Mereka berdiri lalu beranjak dari gundukan tanah merah itu. Berjalan menyusuri deretan batu nisan.Amira menoleh ke arah makam Andra. Gadis itu seperti melihat Andra berdiri menatapnya. Amira berhenti memperhatikan, dia akan kembali lagi. Namun, Laila menggamit le
Kamilia menghentikan mobilnya tepat di depan mereka, Amira dan Bintang. Tawa Kamilia terhenti saat melihat mata Amira bengkak."Apa yang terjadi?Jangan bilang kamu yang membuat Amira menangis!" tuduh Kamilia kepada Bintang."Bukan bukan aku," elak Bintang. Pemuda itu melihat ke arah Amira mengharapkan dukungan."Bukan, Kak. Aku hanya teringat Andra." Amira menjawab sambil masuk ke mobil. "Kamu gak ikut?" tawar Amira."Aku bawa motor." Bintang melambaikan tangannya kepada mereka."Kamu pacaran sama Bintang?" tanya Kamilia."Hehehe." Amira hanya tertawa malu. Dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah."Ya, sudah, gak apa-apa. Kakak juga mau nikah," ucap Kamilia mengagetkan Amira."Sama siapa?" Amira menoleh dengan cepat, memastikan kalau dirinya tidak salah mendengar."Saiful." Seketika ingatan Amira melayang kepada sosok laki-laki tampan yang bermata teduh. Seorang laki-laki yang sempurna. Amira juga ingin mempunyai suami seperti dia. Sudah ganteng, sholeh, punya perusaha