"Kamu ngapain disini?" tanya Jimmy karena Sasha tak segera menjawab.
Mata Jimmy meneliti situasi. "Ini, siapa?" tanyanya lagi menunjuk pria asing yang membopong tubu Sasha. Wajah Sasha tak terlihat baik-baik saja, mata sayu dengan tubuh yang bisa ambruk kapan saja. Membuat Jimmy yakin, jika Sasha sedang berada di bawah pengaruh alkohol yang tinggi."Minggir kamu, aku ini adalah kekasihnya!" tukas pria asing yang berusaha membopong Sasha untuk segera keluar club.Jimmy menarik lengan Sasha. "Eits, tunggu dulu! Dia adalah rekan kerjaku, dan kau bisa terkena pasal hukum jika membawa seseorang yang sedang tidak sadar diri, bukan?"Pria asing itu tak percaya. "Pembohong!""Sebentar aku bisa buktikan." Jimmy merogoh ponsel dalam saku, lalu menghubungi nomor Sasha yang ia simpan secara diam-diam. Tak disangka, perbuatan diam-diamnya akan berguna untuk saat ini.Dering ponsel milik Sasha yang berada di dalam tas selempangnya terdengar,Berjalan sempoyongan, dengan pakaian yang kusut dan kacau, Reynald jalan memasuki rumah. Saat ia menutup pintu, suara yang sangat dikenalinya bertanya, "Dari mana aja kamu?"Rey menoleh, menyipitkan mata, berusaha melihat dengan jelas siapa yang ia lihat. Alkohol membuat penglihatannya sedikit kabur. "Ibu? Kenapa jam segini belum tidur?" Rey memijat pelipisnya yang sedikit berdenyut.Rianti menghampiri putra bungsunya, lalu menjepit hidungnya. "Kamu mabuk, Rey?" Tanya Rianti tak percaya.Rey mengendus bau bajunya sendiri. Nihil, menurutnya ia sama sekali tak bau alkohol. "Kamu nih ngapain aja sih, Rey? Kenapa malah jadi mabuk-mabukkan gini? Kemarin juga, kenapa gak dateng pas kakakmu ada kenaikan jabatan?" tanya Rianti bertubi-tubi. Tak sabar untuk menunggu jawaban dari sang anak.Rey menghela napasnya. Ia paling tak suka jika ibunya selalu berbicara tentang kakaknya. Mengelu-elukan dan memuji bak pria itu adalah anak tanpa cela. Alasan
Pesan masuk membuat Rianti mengalihkan perhatiannya dari Ruslan. Ia meraih ponsel yang berada di atas meja, mengusap layar dan membuka aplikasi pesan. Keningnya mengernyit saat mendapati pesan yang berisi, [Jika kau ingin tahu, selidiki dulu menantumu!]Sontak Rianti melemparkan ponselnya tapi beruntung, ponsel itu hanya berakhir di atas sofa. Pupilnya bergetar setelah ia membaca pesan teks tersebut, seolah dirinya ada yang mengawasi dirinya di rumah itu."Gak mungkin..." gumamnya lirih.Rianti menolehkan kepalanya ke segala penjuru, nyatanya tiada siapapun selain dirinya yang berdiri di depan sofa. Dengan tangan gemetar, Rianti meraih kembali ponselnya dan memeriksa kembali isi pesan tersebut. Nomor yang mengirim pun tidak terdeteksi karena disembunyikan oleh si pengirim. Tring! Pesan kembali masuk. [Jangan takut! Ikuti saja perintahku! Esok, ikuti kemana menantumu pergi!] Badan Rianti semakin menggigil setelah menerima pesan tersebut. Tubuhnya
Hampa dan kesepian begitu dirasakan Ruslan. Ia mengusap wajahnya dengan kasar. Entah apa yang ia dapatkan dari berjuang untuk mendapatkan apa yang menjadi ambisi sang ayah. Yang jelas, dirinya telah kehilangan banyak hal karena itu.Belum mendapatkan apa yang menjadi tujuannya saja, hatinya sudah begitu terasa kosong. Membohongi diri sendiri bahwa ia nampak baik-baik saja. Bahkan saat ia diangkat menjadi direktur pun perasaannya masih hampa. Padahal, selangkah lagi tujuannya akan tercapai.Hatinya semakin pedih ketika ia tengah berdiri di ambang pintu ruang kerja milik Axel yang terbuka dan mendapati Sofia tersenyum manis kepada Axel dan berbincang penuh tawa dengan lelaki itu. Sedang Ruslan, ia hanya dapat menatap ke arah wanita yang pernah mengisi kesehariannya dari arah kejauhan. Wajah wanita itu berseri-seri dengan polesan makeup dan baju branded. Nampak cantik dan elegan. Berbanding terbalik ketika ia masih menjadi pendamping Ruslan.Enggan rasanya ia
Dalam beberapa hari, perlakuan Riana pada Sasha sudah terlihat begitu berbeda. Mode mute yang dilakukan Riana-bahkan ketika mereka sudah berada di apartemen pun membuat Sasha begitu gerah. Muak rasanya ia harus berada dalam satu atap yang mana penghuninya sama sekali enggan untuk diajak bicara. Terlebih, setiap Sasha ingin berbicara, Riana akan melengos tanpa melihat dirinya. Gosh! Sikap macam apa itu!Perbincangan yang ingin Sasha utarakan hanya perihal dirinya yang akan mundur dari perebutan Jimmy. Sedari awal ia tak menginginkan Jimmy, ia hanya tak suka Riana terlalu dekat dengannya karena takut berdampak buruk untuknya.Sasha tahu, Riana adalah gadis yang selalu ingin disanjung dan disayang. Berada dalam lingkup keluarga yang notabene kebanyakan pria, membuatnya percaya diri bahwa dia harus bisa mendapatkan hati seorang pria. Apalagi Jimmy merupakan ciri pria yang diidamkannya, sudah tentu Riana akan mudah terpikat akan pesona pria itu.Sebenarnya Sash
Hari-hari dijalani Sofia dengan damai, bahkan saat ia berada di ruang rapat sedang membersamai Axel pun tak terbesit dalam hatinya firasat tak enak. Namun, saat rapat usai dan ia sudah berada di tempat duduknya, mempunyai waktu untuk membuka ponsel. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal terlihat di layar pop up. Sofia mengetuk jari untuk membukanya. Tertulis sebuah kalimat singkat yang berisikan, 'Putrimu begitu menggemaskan.' Disertai dengan sebuah foto Luna dengan pria yang ia yakini adalah Hendra.Mata Sofia terbelalak, mulutnya menganga tak percaya, tangannya gemetar hingga ponselnya terjatuh dari genggaman. Axel langsung menyadari ada sesuatu yang tak beres dengan sekretarisnya ketika ia keluar dari ruangannya. "Kamu gak apa-apa?"Pelan sekali Sofia menoleh ke arah Axel, kali ini mulutnya pun ikut bergetar ketika ia berucap, "P-pak, ada yang mengirimiku sebuah pesan, bacalah!" Sofia mengambil ponsel dan menyodorkannya pada Axel.Meskipun Axel tak mengetahui apa yang sebenarnya terj
Tanpa Axel dan Sofia sadari, rencana mereka yang lain berjalan dengan mulusnya, satu target sudah melenceng dari tujuan yang seharusnya.Panas api cemburu membakar hati Riana disaat ia terus menerus melihat Sasha yang terlihat dekat dengan Jimmy. Setelah Riana melihat mereka berdua duduk berhadapan di kantin tempo hari yang lalu, kini Riana melihat keduanya duduk satu meja lagi di tempat langganan Riana dan Sasha dulu.Tangan Riana mengepal di atas meja, ia duduk tak jauh dari tempat dua insan yang kini menjadi sorotannya. Kilatan amarah semakin terlihat jelas di netranya, kala dengan malu Sasha tersenyum sesudah Jimmy berbicara.'Sial! Sebenarnya apa yang mereka berdua katakan?'Telinga Riana tak mampu menangkap suara percakapan mereka. Ia kembali mengingat, pesan-pesan yang ia kirim ke Jimmy akhir-akhir ini selalu dibalas dengan singkat. Padahal sebelumnya, Jimmy selalu membalasnya dengan manis dan perhatian.Semua karena Sasha, pikir Riana.Dalam otaknya, ia segera menyusun strateg
Rianti mempercepat langkahnya. Ia tak ingin kehilangan kesempatan untuk memenuhi rasa penasarannya. Jantungnya berdebar keras kala matanya sudah menangkap sosok yang tadi dicarinya itu, masih mengenakan gaun seksi dengan percaya diri.Sesekali wajah cantik itu tersenyum, semakin menambah kesan glamor dalam dirinya. Dulu, hal itu yang menjadikan Rianti kagum. Luar biasa sekali putranya karena bisa mendapatkan wanita secantik Stephanie. Tapi, bukan hanya itu yang menjadi perhatian Rianti saat ini. Sosok pria yang berada di samping Stephanie lah yang semakin membuatnya tercengang.Stephanie menggandeng lengan pria itu dengan eratnya, tersenyum, dan memberikan tatapan mesra layaknya pada sang kekasih. "Hendra..." lirih Rianti.'Ya Tuhan, apakah mereka benar-benar berbuat hal yang di luar nalar? Di tempat ini?' pikirnya dalam hati. Meskipun tubuh Rianti sedikit menggigil karena memikirkan teori menjijikkan yang terus membayangi benaknya, dia tetap harus meneruskan langkah untuk membuntuti
Sofia sangat menyadari tentang perubahan ekspresi dari Ruslan, namun dia tidak peduli. Dia terus melempar senyum kepada Axel, hingga adegan itu berakhir dengan Luna yang merengek pada papanya untuk segera masuk ke mobil. "Lebih baik kamu segera bawa Luna untuk bermain," ujar Sofia. Lebih tepatnya mengusir secara halus. Ruslan hanya mengangguk pasrah, dibanding harus melihat adegan yang memuakkan lagi lebih baik ia bersegera memasuki mobil dan segera melajukan mobilnya menjauh dari Sofia dan Axel.Kekhawatiran jelas nampak dari wajah Sofia. Dia terus menatap mobil Ruslan yang sudah menjauh dari pandangannya. Bagaimanapun, sejujurnya sulit untuk membiarkan putrinya berdua saja dengan mantan suaminya itu. Telapak tangan besar milik Axel menepuk pelan bahu kanan Sofia untuk menenangkannya. "Tenanglah, aku sudah mengutus orang untuk mengawasi gerak-geriknya." Sudah jauh-jauh hari ia mempersiapkan semuanya, termasuk keamanan yang ketat untuk Luna.Sofia menoleh, tersenyum kaku pada Axel.