"Apa? Ibu Ruslan sedang kritis di rumah sakit?" teriak Axel ketika tengah menelepon salah satu rekannya yang ada di Jakarta. Saat ini ia sudah selesai mengikuti seminar dan bergegas menuju ke restauran untuk dinner bersama Sofia. "Oke, baiklah. Kabarkan aku berita selanjutnya."Axel menutup panggilan, beralih pada Sofia yang sedari tadi menatapnya bertanya-tanya. "Ibu Ruslan sedang kritis dan dirawat di rumah sakit.""Apa? Bagaimana bisa? bukankah sebelumnya dia masih sehat-sehat saja?" "Itulah yang membuatku terkejut, laporan dari rekanku sementara, dia ditusuk oleh orang yang tak dikenal ketika keluar dari hotel.""Di tusuk? Memangnya, ada urusan apa dia sampai pergi ke hotel?""Bukankah kamu sudah membuatnya curiga terhadap perilaku Stephanie? Aku yakin dia sedang membuntuti Hendra dan Stephanie ke hotel, karena mereka berdua juga terlihat memesan salah satu kamar di hotel tersebut.""Apakah Hendra yang melakukannya?" tebak Sofia. Dia berpikir, hal itu pasti bukanlah suatu yang k
Bau rumah sakit yang khas mulai merasuk ke lubang hidung Riana ketika ia melangkahkan kakinya menuju kamar ICU tempat Rianti dirawat. Ia segera memakai maskernya ketika bau khas yang tak ia sukai itu mulai membuat dadanya sesak. Ia menatap lurus ke arah depan, hatinya tak begitu perih ketika beberapa saat yang lalu ia mendengar kabar ibunya yang sedang kritis di rumah sakit. "Hah!" Riana meraup udara yang terperangkap di dalam masker dengan buasnya. Rasa sakitnya kini masih dihuni oleh Sasha yang ia anggap sudah mengkhianatinya.Matanya mulai berembun, langkahnya melambat. Fokusnya hanya mengingat tentang kejadian terakhir ketika bertengkar dengan Sasha. Belum pernah persahabatan mereka ternoda karena kisah cinta sebelumnya. Mendadak sekelebat memori mulai bermunculan dalam otaknya. Dulu Sasha selalu dikelilingi oleh para pria. Bukan hanya karena parasnya yang cantik, namun juga karena sifat tomboy yang justru membuat para lelaki terpikat untuk menaklukkannya.Sedang Riana? Ia meman
Dada Ruslan terasa begitu nyeri ketika mendapati sang ibu terbaring lemah di atas ranjang pasien. Sungguh, ia tidak sanggup untuk berpisah jauh dari wanita yang sudah melahirkannya itu. Pikirannya semakin melanglang jauh, entah apa yang akan terjadi jika Rianti pergi meninggalkan dirinya selamanya."Ibu, maaf Ruslan baru datang," ujarnya lirih ketika mendekatkan wajahnya di telinga Rianti. Tangan Ruslan menggenggam erat tangan Rianti yang berkeriput, mengelusnya dan menciumnya pelan. Dia terus menatap sosok ibunya yang lemah, mengabaikan kehadiran dua adik yang berdiri di sebrangnya tengah menatap Ruslan dengan wajah datar.Reynald dan Riana memilih diam, enggan menanggapi atau menimbrung dalam kesedihan yang dialami kakaknya. Mereka tak biasa berakrab ria dengan Ruslan. "Apa polisi sudah mengungkapkan siapa pelakunya?" tanya Ruslan pada kedua adiknya. Ia masih tak dapat mencerna kejadian apa yang sebenarnya terjadi pada ibunya."Belum.""Sial!" umpat Ruslan.Ruslan meraup wajahnya
"Aku, adalah orang yang akan memberitahu tentang segala rahasia kepadamu."Ruslan terkejut ketika mendengar suara perempuan, terdengar serak dan sedikit rendah, begitu asing di telinganya."Rahasia? Siapa kamu sebenarnya? Jangan main-main denganku!""Kamu tak perlu mengetahui siapa aku, yang jelas aku mengetahui penyebab ibumu yang tak sadarkan diri. Oh ya, pertama-tama menghindarlah dulu dari istri cantikmu. Dia sedang mengawasi mu dari belakang."Reflek Ruslan menoleh ke belakang, lalu tak sengaja menatap Stephanie yang berada dua langkah di belakangnya. Wajah Stephanie terlihat terkejut namun dapat menguasai ekspresinya kembali. "Kamu sedang apa?" tanya Ruslan pada Stephanie."Emm, aku menyusul karena bingung melihatmu yang tiba-tiba keluar dari ruangan." Stephanie menjawab sekenanya. Ia sedikit kaget karena kepergok oleh Ruslan, padahal dia sudah berhati-hati menguntitnya dari belakang."Aku hanya menjawab panggilan dari rekan kantor yang menghubungi tentang masalah kerjaan. Aku
Ruslan mencoba kembali memanggil nomor si pemanggil. Namun nihil, nomor tersebut sudah tidak aktif. Ia mengacak rambutnya frustasi, apakah ia sebodoh itu? Hingga ia mengetahui semua kejadian ini dari orang lain?Apa yang sebenarnya terjadi?***Silau matahari yang sedikit menyembul di balik gorden jendela mulai mengganggu ketenangan Sofia yang sedang mengarungi mimpi dalam lelapnya. Perlahan ia mulai menggeliatkan tubuh dan membuka matanya dengan perlahan.Hal pertama yang ia tatap adalah dinding putih polos tanpa hiasan apapun. Meskipun matanya sedikit terasa berat untuk terbuka, namun Sofia masih terus berusaha menatap sekeliling dan akhirnya dia menemukan jam dinding ketika menolehkan kepalanya ke arah kanan. "Jam 11," gumamnya.Kepalanya mendadak berdenyut nyeri, membuatnya meringis kesakitan. Sofia masih belum mengingat persis apa yang terjadi semalam, hingga akhirnya ia terperanjat bangun ketika otaknya sudah mampu memproses ingatan dengan baik.Deretan ingatan tentang semalam
"Rey...""Ya?""Ini semua ulah Hendra.""Apa?""Ibu mengalami ini semua karena Hendra, Rey!" Riana mengulangi ucapannya dengan sedikit lantang.Reynald menatap adiknya tak percaya sekaligus kesal. "Jangan becanda, Ri! Aku tidak sedang mood untuk diajak becanda!""Aku tidak becanda, Rey!" Mata Riana memerah dengan air mata yang masih menetes."Kalau gitu untuk apa Hendra mencelakakan ibu? Ibu kan berada di pihaknya, jadi tidak mungkin dia pelakunya!" jawab Reynald masih kekeh tak percaya. Riana mengusap air matanya lalu memperhatikan sekitar untuk memastikan tidak ada siapapun selain mereka. "Stephanie yang memberitahuku, dia mengetahui apapun yang kita lakukan. Kita ini selalu diawasi oleh mereka, Rey! Baru saja dia datang untuk mengancamku! Dia ingin aku untuk tetap fokus menjalankan rencana mereka!""Mereka? Siapa yang kamu maksud dengan mereka? Lagipula berani-beraninya wanita jalang itu mengancammu! Akan kuberi dia pelajaran!" Reynald kesal. Ia memang membenci setiap wanita yang
Jalanan begitu lengang ketika Ruslan mengemudikan mobilnya dengan cepat, membuatnya sampai di rumah Sofia 10 menit lebih cepat dari biasanya. Masalah lain yang harus ia selesaikan adalah menjauhkan Sofia dan kedua anaknya dari musuh terbesarnya, Axel. Sungguh hatinya tak rela jika orang yang ia cintai akan jatuh ke pelukan pria itu!Ruslan tersenyum miris. 'Cinta?' Apakah akhirnya ia menyadari bahwa dirinya mencintai Sofia?Entahlah."Papa!" Suara nyaring dari malaikat kecil yang menyambut membuat hatinya yang suntuk menjadi sejuk."Halo Luna sayang!" Ruslan menyambut Luna yang berlarian ke arahnya dengan menggendong dan memeluk erat.Dari ekor mata Ruslan juga terlihat ada malaikat kecil lain yang berdiri dari kejauhan dengan mata yang enggan memandangnya. "Lucas," gumam Ruslan."Untuk apa kamu kesini?" Sofia mendekati Ruslan dengan wajah enggan. Penampilannya kini selalu lebih baik dengan blous motif bunga dipadu padankan dengan celana jins navy, bahkan kini ia selalu memoles makeup
Disisi lain, hawa malam yang dingin semakin membuat tubuh Sasha gemetar hebat. Ia meringkuk di atas sofa dan sesekali menggigit kuku jarinya untuk meredakan keresahan hati yang tengah dirasakannya. Layar ponselnya kembali menyala, membuat wajah Sasha kembali memucat, keringat dingin mulai membasahi keningnya.'Oh Tuhan! Salah apa aku hingga harus menjalani ini semua?' jeritnya dalam hati.Layar ponsel kembali meredup ketika diabaikan oleh Sasha, membuatnya sedikit lega. Namun itu hanya kelegaan sementara karena sedetik kemudian sebuah pesan singkat masuk, membuat Sasha mau tak mau mengambil ponsel dengan tangan yang bergetar.[Lakukan perintahku malam ini juga atau adikmu yang akan menanggung semuanya!]Netra Sasha membulat dan tubuhnya semakin menggigil, sontak ia melempar ponsel ke arah tembok. "Aahh!" Sasha menjerit frustasi dan menangis tak karuan.Hatinya remuk kala ia terlambat menyadari bahwa kesalahan terbesarnya adalah tergiur akan uang yang ditawarkan oleh Hendra sebagai m