Sebelum menikah, tiap mereka melakukan hubungan intim, Lisa terkadang memasakkan sup daging untuk memulihkan staminanya. Dan Revin sangat menyukai sup daging buatan Lisa. Tetapi ternyata segala kebaikan dan perhatian yang diberikan Lisa padanya hanyalah suatu jebakan agar ia terlena kemudian masuk ke dalam perangkap. Melihat sup daging itu, Revin kembali merasa dibodohi oleh Lisa. Tanpa pikir panjang Revin menepis mangkuk berisi sup daging.
Prang!!
Lisa terpekik. Mangkuk itu terjatuh di dekat kaki Lisa. "Panas...," rintih Lisa dengan wajah nanar. Ia menahan sakit. Beling pecahan mangkuk terserak ke mana-mana. Lisa hanya bisa berjongkok memegang kakinya yang mulai melepuh.
Revin terkejut karena mangkuk yang ia tepis mengenai Lisa. Ia berdiri dari kursi.
"Kau itu perempuan ular. Itu sebabnya kau tertimpa sial. Tuhan pasti sedang menghukummu!" Revin menghembuskan napas kasar. "Gara-gara kau, aku sudah tidak berselera makan," geramnya. Kemudian ia segera ke luar rumah, meninggalkan istrinya begitu saja.
Lisa menatap nanar punggung Revin yang telah menghilang dari pandangannya. Bukan hanya kakinya yang terasa sakit terkena kuah sup panas, tetapi hatinya jauh lebih sakit.
•••
Awal perkenalan Lisa dengan Revin adalah ketika Lisa menjadi pacar dari Evans Ducan. Evans Ducan adalah sahabat Revin di kampus. Dan karenanya, Lisa dan Revin pun menjalin pertemanan. Pada akhirnya, Lisa dan Evans putus, tetapi pertemanan Lisa dan Revin tetap terjalin.
"Halo, Kak Revin. Ada apa?" sahut Lisa ketika menerima telepon.
"Ayo ke klub. Aku lagi stres, Lisa." Wajah Revin muram. Dia dijodohkan oleh orang tuanya dengan perempuan yang menurutnya tidak beres. Namanya Anna, dan perempuan itu terkenal dengan sifatnya yang suka membully. Bahkan pacar baru Evans yang bernama Erika pernah masuk ke rumah sakit karena ulahnya, dan Revin tahu kejadian itu karena Revin sendirilah yang mengantar Erika ke rumah sakit.
"Oke, on the way, Kak!" Lisa terkikik.
•
•
Di klub malam.
"Lisa, kau sudah terlalu banyak minum. Kita pulang saja," ucap Revin seraya menahan tangan Lisa yang hendak meminum kembali minumannya.
"Aku suntuk, Kak. Aku ingin....." Lisa membisikkan sesuatu pada Revin. Wajah Revin memerah.
"Kau pernah melakukan itu?" tanya Revin menatap Lisa. Dirinya sendiri sebenarnya sudah biasa melakukannya pada mantan-mantan pacarnya dulu.
"Hahaha, pertanyaan macam apa itu? Aku akan memuaskanmu, Sayang. Jangan ragukan aku," jawab Lisa dengan nada sensual. Revin sedikit merinding mendengarnya.
"Pantas saja Evans meninggalkanmu, ternyata kau itu senakal ini. Cantik tapi ternyata... Pfft..! Ah, sudahlah." Revin terkekeh, sementara Lisa sama sekali tidak mendengar kata-kata Revin barusan.
"Kau benar-benar sudah mabuk. Aku tak akan mengajakmu lagi bermain. Ayo pulang."
Revin lalu membantu Lisa berdiri tetapi begitu berdiri Lisa langsung memeluk leher Revin dan mencium bibirnya. Mata Revin terbelalak sementara tubuh Lisa langsung menempel erat ke tubuh Revin. Revin yang hanya seorang lelaki biasa, tidak mampu menolak ciuman itu dan segera membalas ciuman Lisa.
Setelah beberapa saat, Revin melepas ciumannya dari Lisa. Wajah Revin semakin memerah saja karena Lisa pandai sekali berciuman, benar-benar bisa mengimbanginya. Hampir saja Revin lupa diri dan lupa tempat. Sungguh wanita yang berbahaya!
"Sudah, ayo kita pulang. Aku akan mengantarmu ke apartemenmu," ucap Revin tersengal. Revin memang ikut minum tetapi dia tidak mabuk. Dan Lisa memang dalam keadaan mabuk tetapi masih cukup sadar untuk sekedar berbicara.
"Okay! Ayo, Sayang," ucap Lisa manja sambil terus menyandarkan tubuhnya pada Revin.
Revin menggelengkan kepalanya merasa konyol melihat tingkah temannya itu. Mereka pun meninggalkan klub malam, lalu Revin mengantar Lisa ke apartemennya. Sesampainya di sana, Revin memapah Lisa sampai ke dalam dan mendudukkannya di sofa.
"Kau tinggal sendirian?" tanya Revin.
Revin bertanya sambil melihat ke sekeliling ruangan. Lisa mengangguk dan bersandar pada punggung sofa. Ia memejamkan matanya. "Pelayan datang di pagi hari untuk membersihkan saja dan membuat sarapan," jawab Lisa. "Sekarang, antarkan aku ke kamar atas," ucapnya kemudian dengan nada memerintah. Revin mendengkus tetapi tak urung dia tetap menggendong Lisa dan membawanya ke kamar atas menaiki tangga. Itu bukanlah hal yang sulit karena Revin rajin berolahraga untuk membentuk ototnya sehingga ia cukup kuat. Revin mendapati sebuah kamar dengan pintu berwarna merah muda di sana. "Lisa, bantu aku membuka pintu kamarmu ini," ucap Revin karena kedua tangannya sedang menggendong Lisa ala pengantin. Dengan malas Lisa memegang daun pintu dan membukanya. Revin pun langsung melangkah membawa Lisa masuk ke kamar peraduannya. Dia membaringkan Lisa di atas ranjang dan kemudian hendak melangkah pergi. "Tunggu, Kak." Tiba-tiba tangan Lisa mencengkeram pergelangan tangan Revin. Lisa langsung duduk kemu
'....berbeda dari yang lain.' Wajah Lisa masih dihiasi senyuman manis. Ia mengangkat tangannya lalu menyentuhkan jemarinya ke pipi Revin. 'Ini...karena Kak Revin atau karena aku yang belakangan ini tidak pernah melakukannya lagi ya?' 'Um.. atau jangan-jangan karena kedua-duanya?' Lisa terkikik, menutup mulutnya sendiri karena merasa geli akan pikirannya. Memang belakangan ini Lisa tidak melakukan aktivitas itu karena ia lebih sibuk menguntit kehidupan Evans bersama perempuan lain. Dia selalu mencari tahu siapa yang dekat dengan Evans. Tetapi keadaan sudah berubah. Sejak kejadian tadi malam, sejak Lisa merasakan sentuhan Revin, kehadiran Evans di dalam otaknya langsung lenyap. Lisa ingin mengulanginya lagi pagi ini, tetapi Revin masih tidur. Bibir Lisa mengerucut manja. Ia mulai mengetuk-ngetuk pelan ujung jarinya pada hidung mancung Revin. "Bangun, Sayang," ucapnya kemudian dengan mesra tetapi Revin tidak menggubris. Lalu untuk kedua kalinya Lisa mengetuk-ngetukkan ujung jariny
Ia mengerlingkan sebelah matanya sambil menjulurkan lidahnya sekejap dengan gerakan centil. Melihat itu, Revin menghela napasnya pelan. "Lisa memang wanita penggoda," ucapnya dalam hati. "Tidak. Aku mau kopi," jawab Revin sambil tersenyum dengan tenang. "Okay." Lisa menuangkan susu di gelas untuknya sendiri tanpa memanaskannya lalu segera dengan cekatan membuatkan kopi untuk Revin. "Ini, Sayang," ucapnya lembut sambil menyodorkan pelan satu cangkir kopi dan duduk di samping Revin. "Makasih ya." Revin menyesap kopi tersebut. Aromanya menguar tajam dan sangat nikmat di lidah. "Unik rasanya," ucap Revin sambil menyesap kembali kopinya. "Itu kopi dari daerah Sidikalang. Papaku kadang ke Sumatera karena urusan bisnis. Dia membawa kopi itu dari sana karena dia suka sekali kopi itu. Kalau papaku kemari menjengukku, aku biasanya akan membuatkan itu untuknya," ucapnya sedikit berbohong. Sebenarnya Lisa sendiri yang memesan kopi itu dari sana. Berharap suatu hari nanti ayahnya datang mene
Revin melajukan mobilnya. Ada Anna di sampingnya. Hari ini dia akan melakukan kencan dengan perempuan ini sesuai perintah Renata, mamanya. Revin hanya diam. Anna juga memutuskan untuk diam saja. Walaupun di awal dia ingin berjuang agar perjodohan mereka berhasil, tetapi mendengar kata-kata Revin yang pedas tadi tentang dirinya yang suka membully, membuat nyalinya ciut. Apalagi semua yang dikatakan Revin benar adanya. Sesampainya di sana, Revin dan Anna memutuskan duduk di tempat yang disediakan di sekitar bioskop tersebut. Karena masih ada dua puluh menit lagi film itu akan diputar, mereka pun memesan minuman dan camilan sembari menunggu. "Ada apa, Kak?" tanya Anna yang tanpa sengaja melihat Revin meliriknya. Anna juga pernah sebentar menjadi pacar Evans karena perjodohan, tetapi Evans memutuskannya karena tidak ada rasa cinta di hati Evans untuknya. "Kau sebelumnya berpacaran dengan Evans. Seberapa jauh hubungan kalian?" tanya Revin bersikap dingin. Terhadap Lisa, Revin tidak begi
"Baguslah kalau begitu. Aku pulang duluan," ucapnya ketus. Anna mengangguk pelan. Revin pun langsung meninggalkannya sendirian di sana.Begitulah kencan Revin dan Anna berlangsung dan berakhir dengan cara yang tidak menyenangkan. Walaupun terlihat gampangan, tetapi sebenarnya hati Revin memang sulit untuk ditaklukkan. Semua mantan pacar Revin adalah perempuan yang cantik. Tetapi Revin tanpa ragu akan langsung memutuskan hubungan begitu mengetahui sifat jelek wanitanya yang tidak bisa ditolerir lagi. Revin juga adalah tipe lelaki yang sulit percaya pada mulut perempuan. Apalagi jika perempuan itu memiliki nama yang tidak baik di lingkungannya.***Tiba malam."Benar-benar membosankan!" Revin menguap sambil membaca sekilas apa yang ia ketik barusan. Revin pun teringat akan kencannya tadi. Berkencan dengan Anna adalah hal yang konyol bagi Revin. Dan yang paling membosankan adalah ketika tadi ia pulang k
Lalu kemudian dia mengangguk. "Aku membawakan Kakak bekal makan siang. Kakak sudah makan belum?" tanya Lisa bersemangat. "Wah, belum. Seriusan nih, kau membawa bekal untukku?" tanya Revin bersemangat. Teringat masakan Lisa kemarin begitu lezat, rasanya dia ingin mencoba lagi masakannya. "Iya, biar Kak Revin tahu bahwa aku tidak hanya bisa memasak nasi goreng saja. Tetapi masakan yang lain juga. Aku yakin buatanku pasti enak!" jelasnya dengan antusias. "Jadi nggak sabar nih. Kita makannya di kafe aja yuk. Yang dekat sini," ajak Revin kemudian. "Kenapa nggak di kantin aja, Kak? Kan lebih dekat?" tanya Lisa. Revin sedikit bingung menjawabnya. "Um. Menurutku lebih nyaman di sana," jawab Revin asal. "Padahal di sini kantinnya nyaman aja tuh. Tapi, okay deh, Kak." Lisa tersenyum menyetujui. Tidak mau terlalu membantah. Lisa yakin pasti Revin punya seseorang di kampus ini. Tapi ia tidak akan menyerah begitu saja. Di kafe dekat kampus, mereka memesan makanan untuk Lisa dan juga kopi un
'Lisa? Pas banget dia nelpon waktu aku lagi mikir yang aneh-aneh.'Revin menggeleng sambil terkekeh. Lalu mengangkat teleponnya."Halo, Lisa," sapa Revin"Halo, Kak Revin lagi apa sore begini? Apa masih di kampus?" tanya Lisa ceria."Ini lagi di rumah, biasalah lagi menyusun skripsi.""Hmmm. Tampaknya Kak Revin bakalan panjang nih kesibukannya ya." Lisa tampak tak bersemangat."Memangnya kenapa?" Revin terkekeh."Tidak apa-apa. Kak Revin lanjutkan saja pekerjaannya," ucap Lisa lembut."Kau mau mengajakku main ke klub ya?" tebak Revin kemudian."Iya s
"Kau tanyakan saja pada Evans sejauh mana hubungannya dengan Anna. Evans kan temanmu. Papa yakin Anna masih bersih, Papa cukup yakin akan penyelidikan Papa," tukas Tuan Alex dengan percaya diri."Aku rasa itu akan menjadi pilihan terakhir untuk menanyakan Evans. Kecuali Papa dan Mama siap membatalkannya kalau ternyata dia tidak murni lagi. Apa Papa siap membatalkannya jika Anna tidak suci lagi?" Bagi Revin itu cukup konyol jika bertanya pada Evans. Bagaimana kalau jawabannya adalah bahwa mereka sudah pernah tidur bersama? Dan ternyata Revin tetap juga dipaksa menikahi perempuan itu. Tentu akan semakin memalukan baginya. Sementara kedua orang tuanya hanya menghela napas kasar mendengar jawaban Revin.Melihat tidak ada jawaban, Revin kembali berbicara, "Aku akan mencoba tubuhnya untuk memastikannya. Dan kalau ternyata dia tidak perawan, kuharap Mama dan Papa ti