Lisa berharap perempuan itu benar-benar baik seperti yang diinginkan Revin, dengan begitu mungkin bayinya akan hidup lebih baik nantinya.
Lisa hanya bisa menyerahkan segalanya pada Tuhan sambil berupaya bertahan hidup hingga mengantarkan anaknya selamat ke dunia.
Menjelang malam, Lisa mengirim pesan chatting pada Revin. Lisa tampak berpikir sejenak sebelum kemudian mengetikkan pesan di ponselnya.
Lisa = Kak Revin, maaf...malam ini aku tidak pulang. Aku akan menginap di kafe, soalnya sedang ramai.
Lisa memutuskan untuk berbohong, tidak mungkin malam ini Revin pergi ke kafe menemui dia seperti yang pernah terjadi sebelumnya, karena sekarang ini Revin sudah jijik padanya. Jadi jelas itu tidak mungkin. Lagian Revin saat ini sedang berkumpul bersama orang tuanya dan berangkat makan malam di sebuah restoran, seperti apa yang dikatakan Revin padanya.
Kening Revin mengerut keti
Terima kasih atas dukungan Readers sekalian!^^ Dukung terus kisah Lisa dan Revin dengan memberi vote dan bintang 5. Ditunggu ya! ^^ ❤️ (◠‿◕)
Di saat Lisa mulai kembali tenggelam dalam tidurnya, ponselnya malah berbunyi. Lisa masih mendengar suara ponselnya, tetapi rasa kantuk yang menguasainya membuatnya berhasil mengabaikan panggilan itu. Entah sudah keberapa kali ponsel itu berbunyi, tetapi Lisa sudah tertidur lelap.Keesokan paginya, Lisa memeriksa ponselnya dan melihat ada beberapa panggilan dari kafe miliknya. Itu adalah panggilan tadi malam. Lisa memutuskan untuk menelepon Aisyah."Halo, Mbak Lisa!" Aisyah menyahut cepat."Halo juga, Aisyah. Ada apa tadi malam kamu menelepon?""Mbak Lisa tadi malam ke mana saja? Mas Revin tadi malam ke kafe." Aisyah segera memberi tahu."Ke kafe?" Mulut Lisa terbuka."Iya, dia tanya, apa Mbak Lisa sedang ada di sini? Saya jawab, Mbak Lisa tidak ada di sini. Dia minta saya menelepon Mbak Lisa, makanya saya menelepon Mbak tadi malam." Aisyah menjelaskan secara
"Kakak...bermaksud tidak pulang?" tanya Lisa menebak ragu-ragu. Sebenarnya ia ingin sekali duduk saat ini, tubuhnya tidak tahan berdiri, Lisa merasa tak bertenaga.Revin mendengkus. "Ular licik sepertimu pandai sekali berpura polos, ya? Kau itu selalu bisa membuatku merasa muak. Biar kukatakan dengan jelas, sama sepertimu yang tadi malam kelayapan dan melewatkan malam bersama laki-laki. Aku pun bisa melakukan hal yang sama.""Aku tidak kelayapan, Kak!" Lisa menampik dengan cepat."Kau bertemu dengan teman lama. Kau ingin mengatakan bahwa temanmu itu perempuan?" Revin terkekeh merasa jengkel akan tebakannya yang sangat ia yakini benar, tetapi wajahnya sudah terlihat merah karena terus menahan emosi sejak tadi malam. Walaupun orang tuanya menyuruhnya untuk tidak peduli pada kelakuan liar Lisa, tetapi di dalam hati, Revin tetap memutuskan untuk memastikan dugaannya. Selesai acara makan, dia langsung pergi menuju kafe Lisa.
Revin melajukan mobilnya dengan kencang. Sebenarnya sedari tadi ia sudah berusaha menekan emosinya ketika berbicara dengan Lisa. Syukurnya dia tidak dalam keadaan mabuk, jadi segala sesuatunya dapat terkendali olehnya. Tetapi seraya mobilnya terus melaju, kemarahannya pun semakin menjadi-jadi. Dia marah, bahkan sangat marah! Lisa tidak benar-benar berada di kafe tadi malam. Untuk apa istrinya itu berbohong kalau bukan karena telah berselingkuh! Revin membayangkan Lisa bersenang-senang dengan teman prianya, dan itu membuatnya benci setengah mati!Sepanjang malam, sepulang dari kafe Lisa, Revin terus berupaya untuk bersikap masa bodoh akan apa pun yang Lisa lakukan seperti yang dikatakan Alex, ayahnya, karena pada akhirnya, dia juga akan membuang Lisa. Tetapi tetap saja ia uring-uringan, Revin malah tidak bisa tidur sepanjang malam karena rasa kesal. Revin terus meyakinkan dirinya, bahwa sebagai seorang suami, sudah seharusnya dia marah dan keberatan karena harga
Tampak Lisa memakai celemek, topi koki dan masker. Ia juga memakai sarung tangan. Lisa tidak pernah selengkap itu ketika memasak. Biasanya ia hanya memakai celemek saja. Revin sedikit memutar arah dan melangkah ke meja makan. Dia menatap makanan di atas meja. Beberapa menu yang sangat menggoda lidah, sungguh menggugah selera. "Untuk apa kau memasak seperti ini? Kau pikir aku akan senang?" Revin berucap dengan nada dingin. Lisa mendadak linglung mendengar ucapan Revin, seolah ia ditarik paksa untuk kembali ke dunia nyata. Sedari tadi Lisa berada di dunianya sendiri, dan ia begitu menikmati apapun yang ia lakukan. Bunyi 'Ting' terdengar cukup nyaring, Lisa langsung kembali ke dapur tanpa menanggapi Revin. Aroma kopi nikmat menyeruak. Kening Revin semakin mengerut. Itu adalah espresso! Lisa membuat kopi espresso? Sebagai penikmat kopi, Revin terkadang cukup tahu hanya dengan mencium aromanya. Tak bisa menahan diri, Revin melangkah menuju da
Seusai mandi, Revin langsung turun ke bawah untuk makan malam."Lisa! Siapkan makan malamku!" titahnya dengan suara sedikit berteriak. Lisa yang masih berada di dapur seketika lamunannya pecah. Ia melangkah pelan menghampiri Revin yang ternyata sudah duduk di depan meja makan."Dasar lambat! Cepat, aku sudah lapar," bentak Revin. Tanpa berucap apa-apa, Lisa meladeni Revin makan. Ia juga menaruh segelas mojito espresso yang ia buat di dekat Revin. Lisa kemudian mengambil makanannya sendiri.Sesaat setelah itu, mulut Revin terbuka saat melihat Lisa malah melangkah membawa makanannya sendiri ke dapur. Kening Revin mengerut bingung. Tetapi ia segera teringat kejadian kemarin pagi saat ia mengatakan agar Lisa tidak makan di hadapannya jika masih berdandan menor seperti itu."Ternyata dia lebih memilih makan di dapur daripada memperbaiki dandanannya!" Revin mendengkus melihat Lisa yang cukup keras kepala.
Pada saat sarapan, lagi-lagi Revin melihat dandanan yang sama di wajah Lisa. Dan itu membuatnya geram. Saat Lisa mulai meladeninya makan, Revin membanting sendok dan menghembuskan napas kasar, membuat Lisa berjingkat terkejut. Lisa menatap Revin dengan wajah putus asa dan itu membuat Revin merasa tidak nyaman. "Aku ingin berkata jujur padamu. Wajahmu saat ini sudah seperti kotoran, dan itu membuatku mual. Apa kau bisa memakai topeng saat meladeniku makan?" Revin berucap dengan gigi yang merapat seolah-olah ia benar-benar sedang melihat kotoran. Sakit.. Hati Lisa sakit mendengarnya.. Istri mana yang hatinya tidak sakit saat suaminya sendiri mengatakan bahwa wajahnya seperti kotoran? Lisa hanya diam membisu.. "Mana pembantu yang kau pesan itu?" tanya Revin tiba-tiba. "Aku tidak jadi memakai ART," jawab Lisa dengan suara rendah. "Aku mulai bosan memakan masakanmu. Semakin
Pagi ini Lisa pergi ke rumah sakit lain untuk melakukan pemeriksaan secara mendetail. Walaupun Dokter Inggrid adalah dokter yang sudah terkenal hebat dan berpengalaman, tetapi Lisa masih ingin mencari secercah harapan. Mana tahu saja Dokter Inggrid keliru. Tetapi setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, hasilnya tetap sama. Malah dokter lain itu menduga bahwa di rahimnya, tepatnya di bagian bekas luka parut, terdapat tumor. Dokter itu memintanya untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan hal ini membuat Lisa menjadi ketakutan. Sia-sia saja ia mencari dokter lain. Tubuhnya semakin lelah dibuatnya. Lisa benar-benar merasa putus asa. Disaat ia akan kembali, seseorang mencegatnya. "Lisa!" Lisa menoleh dan keningnya mengerut melihat sosok tinggi di hadapannya. "Kau bolos lagi?" Lisa tak bisa menahan mulutnya untuk tidak menghakimi. Sosok laki-laki yang ada di hada
"Baiklah kalau begitu. Tolong siapkan makan siang untukku, Cherrine," ucap Lisa. Dia memang belum makan siang. Tadinya ia akan memesan makanan secara online."Maaf, Nyonya Lisa. Saya tidak sempat untuk memasak lagi. Saya harus mengantarkan makan siang ini untuk Tuan Revin sekarang juga. Dia sudah menanti." Ada nada sombong yang halus dari suara ART baru itu. Lisa menurunkan pandangannya dan melihat bungkusan kotak bekal makan siang di tangan Cherrine.Kening Lisa mengerut. "Apa suamiku yang menyuruhmu untuk membawakan itu?""Iya, Nyonya Lisa. Kalau begitu saya permisi." Tanpa menunggu tanggapan, Cherrine melengos pergi meninggalkan Lisa.Wajah Lisa muram. Entah apa yang direncanakan suaminya itu. Benarkah Cherrine seorang pelayan? Apa jangan-jangan perempuan itu selingkuhannya? Lisa menggeleng, menolak pemikirannya. Tetapi jelas sekali kemarin Revin mengatakan akan membalasnya.J