Lisa sudah tidak tahan melihat Revin yang menaruh perhatian penuh pada Cherrine. Ia memilih menunduk, tidak menatap mereka lagi. Bahkan dulu, saat hubungannya dengan Revin masih baik-baik saja, Revin tidak pernah sekalipun menaruh nasi dan lauk ke piringnya saat makan bersama. Lisalah yang selalu meladeninya makan. Tetapi dengan perempuan itu, sedari tadi Revin bahkan terus menawarkan dan menaruh lauk ke piring perempuan itu.
Lisa tersenyum kecut. Dia mulai yakin jika Cherrine memang bukan pelayan. Itu mungkin hanyalah kedok supaya mereka berdua bisa memiliki lebih banyak waktu untuk bersama. Mungkin inilah yang dimaksud Revin ketika kemarin dia mengatakan padanya bahwa ia akan berselingkuh secara terang-terangan.
Lisa berupaya keras menekan perasaannya yang sakit dan cemburu. Dia terus mengulang-ulang di dalam hati bahwa Revin bukanlah untuknya. Tetapi tiap kali kata itu diulang, rasa sakit menderanya. Perasaan cintalah yang membuatnya mera
Mendengar itu, Cherrine tiba-tiba memberikan tatapan dingin pada Lisa. Sikapnya berubah setelah Revin tidak ada. Ia bersedekap seperti seorang bos. "Mas Revin yang memberikan kamar atas kepada saya. Memangnya kau mau protes apa?" ketusnya. Lisa terdiam karena terkejut. Apa ini tiba-tiba? Cherrine berani bersikap seperti itu karena ia sudah melihat sendiri bagaimana Revin memperlakukan Lisa. Revin jelas jijik pada Lisa, dan itu sesuai dengan penjelasan Renata, calon ibu mertuanya. Dia yakin walaupun di belakang Revin, ia bersikap kasar pada Lisa, semuanya pasti akan tetap aman. Bahkan jika Lisa mencoba melapor pada Revin, Revin tentu lebih percaya padanya daripada perempuan kuyu ini, bukan? Melihat Lisa membisu, Cherrine melenggang menuju lantai atas. "Perempuan bodoh," gumam Cherrine terkekeh pelan tetapi masih bisa didengar oleh Lisa. Setelah menyesuaikan diri dengan keterkejutannya yang sin
Mendengar bentakan Revin, Lisa seketika memeluk perutnya. "Jangan tendang aku," gumamnya pelan dengan suara lirih."Jangan tendang perutku.." gumamnya lagi dengan air mata menetes sambil mundur perlahan ke belakang. Tubuhnya mulai gemetar.Revin mengerutkan kening melihat sikap Lisa yang agak aneh."...papa," sambungnya kemudian.Revin langsung mendengkus mendengar kata papa dari mulut Lisa. "Kenapa? Kau mau mengadu pada Hendra? Padahal jelas-jelas kau yang bersalah," tanggap Revin kesal. Walaupun Lisa punya seorang ayah di belakangnya yang selalu mendukung dan sangat mencintainya, Revin sama sekali tidak takut. Justru dia menganggap remeh pada sosok Hendra. Hendra dengan licik bekerja sama dengan putrinya sendiri agar bisa menjeratnya untuk menyelamatkan perusahaan yang sedang kritis. Sungguh tercela!"Keluar dari sini, atau aku benar-benar akan menendangmu!" ucapnya dengan suar
"Menurutku, kau sudah profesional! Nasi gorengmu pun enak banget, Cherrine." Revin tidak bisa menahan diri untuk tidak memuji-muji. Dia memakan nasi goreng dengan lahap bersama dengan kerupuk udang yang ada di dalam toples. Wajah Cherrine berbinar-binar puas mendengar pujian untuknya. Lisa yang baru saja keluar dari kamar, mendengar semua pembicaraan itu. Dia datang menghampiri meja makan. "Ah, Mbak Lisa baru bangun? Maaf ya, Mbak, aku tadi buru-buru jadi cuma sempat memasak untuk Mas Revin." Cherrine segera membuka suara. Walaupun dia berbicara lembut tapi jelas dia sedang membalikkan fakta. Dialah yang telat bangun tetapi dia malah mengatai Lisa. Lisa mendengkus mendengarnya. "Ada apa kau berdiri di situ? Sudah kubilang kalau wajahmu masih seperti itu jangan tunjukkan padaku saat aku sedang makan." Revin berucap dengan nada dingin. "Aku cuma mau bilang bahwa semua yan
"Apa maksudmu mengatai Cherrine anaconda?" Renata bertanya dengan nada bingung. Ia mengerutkan kening. Dialah yang memilih Cherrine untuk menjadi menantunya. Bagaimana bisa dia salah pilih?"Ya maksudku karena sifatnya seperti itu. Baru kemarin dia pindah ke rumahku tetapi dia sudah menunjukkan wujud aslinya." Revin menghela napas bosan."Apa yang sudah terjadi?" Kali ini Alex yang bertanya."Cherrine menampar dirinya sendiri dan menuduh Lisa menamparnya. Dia juga mengakui bahwa ia memasak makanan yang bukan masakannya. Padahal aku sangat tahu bagaimana rasa masakan Lisa. Masakan Cherrine tidak ada apa-apanya," ucap Revin terkekeh. "Apa dia pikir dia sedang bermain sinetron? Aktingnya lumayan bagus. Sayangnya dia bodoh!""Apa? Mana mungkin? Kau mungkin salah paham, Revin." Renata belum bisa menerima pernyataan Revin. Cherrine adalah putri salah satu sahabatnya. Mana mungkin Cherrine berbuat seperti i
Revin menghembuskan napas kasar. Apa yang dikatakan papanya memang benar, tetapi dia selalu merasa geram pada Lisa. Dia tidak bisa menutup telinga dan matanya atas apa yang sudah diperbuat Lisa. Bahkan Lisa tidak ada pertobatan sedikit pun dalam mencoba membodohinya. Bisa-bisanya Lisa berbohong mengatakan bahwa ia menginap di kafe padahal ternyata tidak. Ngapain lagi dia berbohong kalau bukan karena bermain dengan laki-laki lain? "Menjijikkan," gumam Revin. "Apa yang kau katakan?" Alex tidak begitu mendengar ucapan anaknya barusan. "Bukan apa-apa. Aku tahu apa yang kuperbuat. Papa dan Mama tidak perlu mengkhawatirkan si ular betina." "Kami bukan mengkhawatirkan dia. Yang kami khawatirkan hanya bayi yang ada di perutnya!Setelah bayi itu lahir, kau bisa menendangnya jauh darimu!" Alex agak cemas, dia meragukan putranya. Bagaimana kalau Revin menyakiti Lisa sampai Lisa keguguran. Jika bayi itu a
"Lisa!" Damian beranjak dari sofa dan menghampiri Lisa yang mematung di ambang pintu.Lisa merasa tidak nyaman melihat Damian ada di rumahnya. Suasana di rumah tidaklah menyenangkan. Apalagi ada Cherrine yang sudah jelas adalah selingkuhan suaminya. Bagaimana nanti Damian menilai itu semua?Lisa tidak begitu suka Damian tahu keadaannya. Damian hanyalah seorang bocah, dia tidak perlu tahu banyak hal. Lagian Lisa tidak begitu mengenal Damian. Apakah Damian berada di pihaknya atau bukan? Bisa saja Damian menceritakan apa saja yang terjadi di rumahnya pada Nafa. Dan jika itu terjadi, mungkin saja Nafa akan membuat ulah yang tidak bisa ia prediksi."Kenapa kau malah diam di sini? Ayo duduk! Ada yang ingin kubicarakan." Damian menarik tangan Lisa, tetapi Lisa menepisnya."Kenapa kau tidak meneleponku dulu sebelum datang? Lebih baik kita bicara di tempat lain." Lisa hendak keluar tetapi Damian menahan lenga
"Apa?" Wajah Cherrine sudah memerah karena menahan emosi terhadap Lisa. "Itu tidak benar!" sangkalnya cepat. 'Lihat saja, nanti malam aku akan membuatmu ditendang keluar dari rumah ini!' Cherrine mengutuknya di dalam hati. Lisa tidak memedulikan omongan Cherrine yang tak berguna. "Damian, kau pasti belum makan siang kan? Ayo kita keluar untuk makan siang. Soalnya masakan pembantuku ini sama sekali tidak enak. Dia adalah pembantu yang tidak berguna!" ucap Lisa dengan nada merendahkan. "Oh ya? Baiklah kalau begitu." Damian dan Lisa pun langsung beranjak meninggalkan rumah itu. Gigi Cherrine merapat. Rasa kesalnya sudah mencapai ubun-ubun. Tetapi ia harus menekan emosinya kuat-kuat karena tamu tampan itu. "Awas saja kau nanti malam!" Cherrine menyeringai geram, sudah tidak sabar menunggu nanti malam. ***
Cherrine baru saja pulang dari kampus. Teringat kejadian tadi siang membuatnya kembali merasa kesal."Lisa sialan!" umpatnya.Saat ini dia merasa haus. "Hei kau, buatkan jus jambu merah ya. Sekarang juga!" titahnya pada Ema yang hendak pulang. Cherrine sudah terbiasa seperti itu di rumahnya sendiri.Kening Ema mengerut saat mendengar nada memerintah itu. Bukankah Cherrine juga seorang ART sama sepertinya? Kenapa dia malah main suruh begitu saja? Dan kata-katanya sungguh tidak sopan. Majikannya saja selalu mengatakan kata tolong ketika menyuruhnya melakukan sesuatu."Kau bukan majikanku, kenapa malah memerintahiku seperti itu?" protes Ema sedikit kesal.Cherrine bersedekap. "Sebentar lagi aku akan menjadi nyonya di rumah ini. Jadi lebih baik kau menurut saja," ucap Cherrine dengan nada arogan. Mentang-mentang Revin memperlakukannya dengan lembut dan tampaknya suka padanya, Cherrin