"Apa maksudmu mengatai Cherrine anaconda?" Renata bertanya dengan nada bingung. Ia mengerutkan kening. Dialah yang memilih Cherrine untuk menjadi menantunya. Bagaimana bisa dia salah pilih?
"Ya maksudku karena sifatnya seperti itu. Baru kemarin dia pindah ke rumahku tetapi dia sudah menunjukkan wujud aslinya." Revin menghela napas bosan.
"Apa yang sudah terjadi?" Kali ini Alex yang bertanya.
"Cherrine menampar dirinya sendiri dan menuduh Lisa menamparnya. Dia juga mengakui bahwa ia memasak makanan yang bukan masakannya. Padahal aku sangat tahu bagaimana rasa masakan Lisa. Masakan Cherrine tidak ada apa-apanya," ucap Revin terkekeh. "Apa dia pikir dia sedang bermain sinetron? Aktingnya lumayan bagus. Sayangnya dia bodoh!"
"Apa? Mana mungkin? Kau mungkin salah paham, Revin." Renata belum bisa menerima pernyataan Revin. Cherrine adalah putri salah satu sahabatnya. Mana mungkin Cherrine berbuat seperti i
Revin menghembuskan napas kasar. Apa yang dikatakan papanya memang benar, tetapi dia selalu merasa geram pada Lisa. Dia tidak bisa menutup telinga dan matanya atas apa yang sudah diperbuat Lisa. Bahkan Lisa tidak ada pertobatan sedikit pun dalam mencoba membodohinya. Bisa-bisanya Lisa berbohong mengatakan bahwa ia menginap di kafe padahal ternyata tidak. Ngapain lagi dia berbohong kalau bukan karena bermain dengan laki-laki lain? "Menjijikkan," gumam Revin. "Apa yang kau katakan?" Alex tidak begitu mendengar ucapan anaknya barusan. "Bukan apa-apa. Aku tahu apa yang kuperbuat. Papa dan Mama tidak perlu mengkhawatirkan si ular betina." "Kami bukan mengkhawatirkan dia. Yang kami khawatirkan hanya bayi yang ada di perutnya!Setelah bayi itu lahir, kau bisa menendangnya jauh darimu!" Alex agak cemas, dia meragukan putranya. Bagaimana kalau Revin menyakiti Lisa sampai Lisa keguguran. Jika bayi itu a
"Lisa!" Damian beranjak dari sofa dan menghampiri Lisa yang mematung di ambang pintu.Lisa merasa tidak nyaman melihat Damian ada di rumahnya. Suasana di rumah tidaklah menyenangkan. Apalagi ada Cherrine yang sudah jelas adalah selingkuhan suaminya. Bagaimana nanti Damian menilai itu semua?Lisa tidak begitu suka Damian tahu keadaannya. Damian hanyalah seorang bocah, dia tidak perlu tahu banyak hal. Lagian Lisa tidak begitu mengenal Damian. Apakah Damian berada di pihaknya atau bukan? Bisa saja Damian menceritakan apa saja yang terjadi di rumahnya pada Nafa. Dan jika itu terjadi, mungkin saja Nafa akan membuat ulah yang tidak bisa ia prediksi."Kenapa kau malah diam di sini? Ayo duduk! Ada yang ingin kubicarakan." Damian menarik tangan Lisa, tetapi Lisa menepisnya."Kenapa kau tidak meneleponku dulu sebelum datang? Lebih baik kita bicara di tempat lain." Lisa hendak keluar tetapi Damian menahan lenga
"Apa?" Wajah Cherrine sudah memerah karena menahan emosi terhadap Lisa. "Itu tidak benar!" sangkalnya cepat. 'Lihat saja, nanti malam aku akan membuatmu ditendang keluar dari rumah ini!' Cherrine mengutuknya di dalam hati. Lisa tidak memedulikan omongan Cherrine yang tak berguna. "Damian, kau pasti belum makan siang kan? Ayo kita keluar untuk makan siang. Soalnya masakan pembantuku ini sama sekali tidak enak. Dia adalah pembantu yang tidak berguna!" ucap Lisa dengan nada merendahkan. "Oh ya? Baiklah kalau begitu." Damian dan Lisa pun langsung beranjak meninggalkan rumah itu. Gigi Cherrine merapat. Rasa kesalnya sudah mencapai ubun-ubun. Tetapi ia harus menekan emosinya kuat-kuat karena tamu tampan itu. "Awas saja kau nanti malam!" Cherrine menyeringai geram, sudah tidak sabar menunggu nanti malam. ***
Cherrine baru saja pulang dari kampus. Teringat kejadian tadi siang membuatnya kembali merasa kesal."Lisa sialan!" umpatnya.Saat ini dia merasa haus. "Hei kau, buatkan jus jambu merah ya. Sekarang juga!" titahnya pada Ema yang hendak pulang. Cherrine sudah terbiasa seperti itu di rumahnya sendiri.Kening Ema mengerut saat mendengar nada memerintah itu. Bukankah Cherrine juga seorang ART sama sepertinya? Kenapa dia malah main suruh begitu saja? Dan kata-katanya sungguh tidak sopan. Majikannya saja selalu mengatakan kata tolong ketika menyuruhnya melakukan sesuatu."Kau bukan majikanku, kenapa malah memerintahiku seperti itu?" protes Ema sedikit kesal.Cherrine bersedekap. "Sebentar lagi aku akan menjadi nyonya di rumah ini. Jadi lebih baik kau menurut saja," ucap Cherrine dengan nada arogan. Mentang-mentang Revin memperlakukannya dengan lembut dan tampaknya suka padanya, Cherrin
Di kamar mandi, Revin menghembuskan napas kasar. Tangannya berulang kali mengepal, merasa tidak suka akan cerita Cherrine. Dia tahu Cherrine ini adalah penipu, tetapi dia juga memiliki keyakinan bahwa Lisa memang telah berselingkuh."Menjijikkan," geramnya dengan gigi merapat. Siapa Damian itu? Lagi-lagi otaknya berputar tentang itu. Jika laki-laki itu memang selingkuhan istrinya, kenapa berani sekali datang ke rumah? Jelas itu tidak mungkin, bukan? Tapi...Mata Revin seketika melebar. Tentu saja itu bisa terjadi! Lisa pasti sedang menantangnya. Karena dia sudah berani membawa wanita lain ke rumah, jadi kemungkinannya, Lisa mencoba melakukan hal yang sama! Revin menggertakkan gigi karena dia sangat membenci hal ini. Sungguh benar-benar berani, Perempuan sampah yang tidak tahu diri!Bahkan setelah mandi, Revin masih saja uring-uringan di kamarnya. Mandi air dingin sama sekali tidak bisa menekan amarahnya. Lisa sekarang su
Begitu berada di dalam, Revin langsung mengedarkan pandangannya. "Di mana Lisa?" tanya Revin tanpa basa-basi pada Aisyah. "Mbak Lisa ada di atas, Mas," jawab Aisyah apa adanya. Revin langsung berbalik dan naik ke lantai atas. Di lantai atas, dia tidak mendapati Lisa. "Lisa!" panggilnya geram. Dia berjalan menuju kamar Lisa. Dan ceklek! Revin membuka daun pintu tetapi pintunya terkunci. Rahang Revin mengeras. Otaknya sudah kotor membayang kan Lisa sedang berduaan dengan laki-laki di kamar itu. "LISAA!" teriaknya. Dorr! Dorr! Dor! Revin menggedor pintu dengan kasar. "Tunggu sebentar, Kak!" sahut Lisa. "Buka pintunya, cepat!" Dorr! Dorr! Dorr! "LISAAA!" Revin sungguh tidak sabar! Lisa pun terburu-buru menuju pintu. Dia mengunci pintu hanya ingin memperbaiki dandanannya sekejap. Dia tidak ingin terlihat lusuh dan pucat di hadapan Revin. Walaupun sudah
Begitu Lisa berucap seperti itu, Revin langsung mencengkeram kasar tangan Lisa."Jadi kau mencoba membawa laki-laki ke rumah karena aku membawa Cherrine?" tanyanya dengan gigi merapat. Lisa meringis pelan hingga Revin segera tersadar dan melonggarkan cengkeramannya.Lisa menelan ludahnya. "Apa maksud kakak?""Kau membawa laki-laki bernama Damian ke rumah!" bentak Revin membuat Lisa semakin menciut ketakutan. Bahkan tubuhnya yang sudah gemetaran semakin bergetar. Dia takut dipukul Revin. Revin sama sekali tidak menyadari ketakutan Lisa. Dia sedang dipenuhi emosi."Damian itu adikku. Kami dua bersaudara," jawab Lisa cepat dengan suara parau. Seketika cengkeraman di tangan Lisa lepas."Kau punya adik?" tanyanya tak percaya dengan kening mengerut. Lisa mengangguk.Revin diam sejenak kemudian mendengkus. "Aku akan segera tahu kau berbohong atau tidak soal itu."
Lisa menghela napas pelan, berupaya menekan rasa sesak di dadanya. "Alasanku setuju untuk bercerai karena aku merasa bersalah pada kakak.. Aku akui, aku memang sengaja tidak meminum pil kontrasepsi agar aku bisa mengandung anak kakak. Aku juga berbohong ketika aku mengatakan bahwa aku tidak sadar ketika kakak menggauliku malam itu karena meminum pil obat tidur. Apa yang kakak tuduhkan padaku memang benar adanya. Aku memang menjebak Kakak dalam pernikahan ini." Air mata Lisa mengalir ketika mengakui dosa yang tidak ia lakuan itu. Lisa benar-benar sudah lelah. Jika ini bisa membuat Revin berhenti menekannya dan juga bisa mengeluarkan Cherrine dari rumah, Lisa rasa itu sudah cukup. Revin tertawa mendengar ucapan Lisa. Dia puas sekaligus merasa jengkel. "Benar-benar kau itu perempuan yang tidak tahu malu! Akhirnya kau mengakuinya juga. Sungguh luar biasa! Apa semua ucapan yang kulontarkan selama ini padamu, benar-benar membuatmu tertekan? Baguslah kalau begitu. Mu