Revin mengawasi Lisa yang baru saja mengangguk. Benar-benar perempuan luar biasa, dihina seperti itu malah santai saja. Memang perempuan yang tidak punya harga diri! Revin mengutukinya di dalam hati sementara ia tidak mengetahui bahwa mata Lisa sudah sedari tadi kosong.
"Apa tadi kau sempat mengganti pakaianmu? Kalau belum, ganti pakaianmu sekarang. Ini sudah malam. Kita harus pulang."
Lisa kembali mengangguk pelan. Dia mengambil pakaiannya dari lemari dan langsung membuka ritsleting dress yang masih ia kenakan di hadapan Revin. Gaunnya jatuh ke lantai memampangkan tubuh mulusnya yang hanya mengenakan pakaian dalam.
Mulut Revin tanpa sadar terbuka melihatnya. Bukan karena ia terangsang. Tetapi ia terkejut. Revin mendapati bahwa Lisa telah kehilangan berat badannya cukup banyak. Ia mengerutkan keningnya. Tubuh Lisa mengecil dan kurus. Apa ini karena pengaruh kehamilannya? Apa karena kehamilannya cukup berat sampai-sampai
"Di mana Lisa?" Revin bertanya pada Cherrine. "Mbak Lisa masuk ke dalam kamarnya, Mas. Katanya dia sudah makan," jawab Cherrine ringan. "Apa kau yakin dia mengatakan sudah makan?" Revin bertanya dengan nada serius. "Iya, dia bilang sudah makan malam, Mas," jawab Cherrine berbohong. "Mungkin makan malam bersama Damian. Entahlah, mudah-mudahan sih bukan bersama lelaki itu." 'Dasar anaconda.' Revin mengumpat dalam hati, ia tahu Cherrine mencoba memprovokasinya. Tetapi Revin belum ingin menunjukkan kebenciannya pada Cherrine. Keberadaan Cherrine lumayan menguntungkan dirinya. Bahkan berkat keberadaan Cherrine, urusan cerai dengan Lisa di masa depan akan lancar jaya. Dan walaupun Cherrine tidak akan tinggal lagi di rumahnya mulai besok, tetapi Revin merasa bahwa nantinya mungkin saja Cherrine masih akan bermanfaat untuknya di masa depan ketika menghadapi Lisa. Itu sebabnya ia masih menjaga sikapny
"Maka dari itu, Mas. Kenapa Mas malah menyuruh saya berhenti? Nanti Mas tidak ada yang merawat." Cherrine berwajah sendu menanggapi ucapan Revin tadi.Revin tidak peduli pada apa yang dikatakan Cherrine. Tanpa menjawab, Revin langsung memulai sarapan. Dia merasa tidak nyaman selama sarapan, tetapi tidak mungkin juga ia mengetuk kamar Lisa untuk mengajaknya sarapan. Tentu aneh, bukan? Revin memutuskan untuk tidak peduli, dan segera menghabiskan sarapan itu dan berangkat bekerja.Di kamar, Lisa hanya diam saja mendengar apa yang dikatakan Revin barusan. Padahal kapan dia seperti itu? Dia selalu bangun pagi menyiapkan sarapan untuk Revin, kecuali satu kali saat dia dirawat di rumah sakit satu malam itu.Begitu Revin pergi, Bibi Ema datang ke rumah sambil membawa tas besarnya berisi pakaian. Revin sudah menghubungi yayasan agar Ema bekerja penuh di rumah itu. Itu artinya dia akan tinggal di rumah itu dan mendapat gaji yang l
"Tuan Revin, Nyonya Lisa sedang sarapan." Pelayan Ema mengirim foto Lisa yang sedang sarapan. Sebelumnya Revinlah yang memberi tahu pada Ema bahwa Nyonya Lisa belum sarapan melalui pesan singkat. "Baguslah. Perhatikan dia," balas Revin. "Baik, Tuan." Membaca pesan terakhir dari pelayan Ema. Revin meletakkan ponselnya pelan di atas meja kerja. "Sungguh perempuan yang merepotkan," keluhnya dengan kening mengerut, tanpa ia sadari hatinya menjadi tenang. Pengakuan Lisa akan dosa-dosanya memang membuat Revin sedikit melunak. Apalagi penyesalan itu tampak terbukti dengan kerelaan Lisa untuk bercerai tanpa menuntut apapun. *** Suara pintu diketuk, dan Alex langsung memasuki ruangan putranya. "Ada apa kau mencari Papa?" Alex langsung berjalan menuju sofa dan menghempaskan tubuhnya, dan duduk di sana. &
Saat ini, Lisa berada di kafe lantai atas. Terdengar langkah Aisyah menaiki tangga dan menghampiri Lisa yang sedang memeriksa data keuangan kafe."Mbak Lisa memanggil saya?" tanya Aisyah."Iya. Duduk dulu, Aisyah." Aisyah langsung duduk."Pendapatan kafe kita meningkat drastis. Kalian pasti sangat bekerja keras. Saya akan menambah bonus kalian bulan ini, terutama untukmu. Apa ada keluhan dari semua karyawan?" tanya Lisa penuh perhatian."Terima kasih, Mbak. Sejauh ini belum ada keluhan. Kami masih bisa beristirahat tepat waktu secara bergantian." Aisyah berucap bersemangat."Syukurlah. Besok pagi saya berencana mengunjungi panti asuhan Pelangi Anak. Kamu temani saya ya!""Baik, Mbak."Lisa pun meminta pegawainya untuk menyiapkan segala sesuatu untuk besok. Mulai dari makanan, peralatan sekolah, pakaian, mainan, dan amplop-amplop berisi ua
"Bahkan lebih baik kau tidak usah sama sekali memakai make-up jika sedang di rumah." Revin kembali berucap. Bagi Revin tanpa make-up pun Lisa sebenarnya sudah cantik. Bahkan tampak lebih muda 4 tahun dan terlihat polos sekali melebihi Erika. Revin sudah pernah melihat sendiri wajah Lisa tanpa make-up. "Begitu kutahu kalau aku sedang hamil, aku langsung berkonsultasi pada dokter tentang merk make-up, juga krim wajah yang aman untuk kupakai, Kak." Lisa menjelaskan dengan suara rendah. "Itu tidak pasti. Bisa saja doktermu itu bodoh. Setahuku tidak baik memakai make-up ke wajah saat hamil apalagi makeup yang tebal!" Lisa menelan ludahnya. Tidak tahu siapa yang benar di antara mereka. "Baiklah, aku akan memakai riasan yang tipis." Lisa memutuskan untuk mengalah. Biarlah dia terlihat semakin buruk rupa, toh kenyataannya rasa jijik Revin padanya tidak bisa diubah. Revin menghela napas. "Terserah pad
Setelah memeriksa beberapa email yang masuk, Revin merebahkan tubuhnya di ranjang. Pikirannya tertuju pada surat perjanjian tadi. Lisa sudah benar-benar menandatangani surat perjanjian cerai tanpa komentar apa pun, itu berarti dia hanya tinggal menunggu masa kehamilan Lisa degan sabar. Tiba-tiba Revin mendesah kesal saat teringat Lisa yang menolak untuk tidur di kamarnya. "Sudah baik aku menawarkan. Tidak akan ada lagi tawaran berikutnya!" tegasnya di dalam hati. Tak berapa lama, ponsel Revin berbunyi. Dengan sigap dia meraih ponsel di atas nakas dan melihat pesan obrolan yang masuk. Ternyata dari si anaconda. "Ngapain sih!" serunya kesal. Dia tidak membuka pesan itu. Sedikit pun tidak ada rasa penasaran akan isinya. Dia malah kembali meletakkan ponselnya di atas nakas dan kemudian kembali berbaring. Cherrine sedikit mengerutkan kening melihat layar ponselnya. "Mas Revin online tapi kenapa di
"Aku sama sekali tidak kegeeran, Kak," tanggap Lisa dengan suara rendah. "Tapi soal Test DNA, apa...apa tes DNA memang tidak akan berbahaya bagi kandunganku?" tanya Lisa dengan hati meragu. "Itu sebabnya aku menanyakan keadaan kandunganmu. Kalau dalam keadaan sehat mungkin akan baik-baik saja nanti," jawab Revin apa adanya. "Kata dokter, kandunganku lemah. Besok aku akan menanyakan pada dokterku apa aku boleh menjalani tes DNA." Revin menghela napas. "Baiklah, begitu saja." Setelah makan, tanpa berpamitan Revin berangkat begitu saja meninggalkan Lisa. "Tunggu sebentar, Kak!" panggil Lisa. Dia melangkah menyusul Revin. "Ada apa? Aku sudah telat." "A-aku mau mengucapkan terima kasih karena Kakak memakai jasa ART dengan jam kerja penuh," ucap Lisa sambil menundukkan wajahnya. Sebisa mungkin dia menutupi wajahnya yang jelek itu
Hari sudah sore, Lisa memutuskan untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, dia langsung disambut Pelayan Ema."Nyonya pasti capek. Bibi buatin minum ya?"Lisa mengangguk pelan. "Terima kasih, Bi," ucapnya, lalu duduk di sofa dan mulai membuka ponsel. Sedari tadi dia tidak melihat ponselnya.Ada beberapa pesan obrolan yang masuk, dan salah satunya dari nomor yang tidak ia kenal. Dia pun membukanya dan mendapati foto Revin bersama Cherrine di sana. Revin tampak sedang sibuk makan, sementara Cherrine tersenyum menghadap kamera. Foto itu sepertinya di area kantor.Melihat foto itu kepala Lisa mendadak pening. Dia memijit pelipisnya."Kak Revin menyangkal hubungannya dengan Cherrine tetapi mereka bertemu saat siang hari di kantor. Sudah jelas Cherrine benar-benar selingkuhan Kak Revin. Aku tidak mau Kak Revin dekat dengan perempuan jahat itu. Aku tidak mau bayiku memiliki ibu tiri