Terima kasih atas dukungan Readers 🙏🙏🙏
"P-penyebab apa maksudmu?" tanya Nafa gugup dengan wajah mulai marah. Dia merasa tersudut. "Walaupun aku hanya mama tiri tapi aku menyayangi Lisa seperti putriku sendiri!""Begitu ya? Aku jadi teringat saat mengangkat ponsel Lisa waktu kau memanggilnya lewat telepon. Awalnya aku menolak panggilanmu, tapi kau kembali menelepon dan aku pun mengangkatnya. Begitu kuangkat, umpatanlah yang langsung kau muntahkan! Kalau dipikir-pikir dengan baik, umpatanmu itu pasti untuk Lisa.""Umpatan? Itu, itu...bukankah aku sudah menjelaskan padamu bahwa ucapanku itu untuk Nick, mantan Lisa yang selalu mengganggunya!" seru Nafa dengan kening mengerut dalam." 'Dasar kau bangsat! Pelacur sialan! Berani sekali kau menolak panggilanku!'. Begitulah isi makianmu waktu itu. Dipikir bagaimanapun kalimat itu pasti ditujukan untuk pemilik ponsel. Jelas kau sangat membenci Lisa. Dan kau waktu itu pasti memengaruhi Hendra sehingga dengan bodohnya dia lebih memercayaimu daripada putrinya sendiri," tandas Revin deng
Wajar saja jika Revin curiga seperti itu. Dari awal saat Damian ingin meluruskan fakta tentang masa lalu Lisa, Nafa begitu berkeras dan terlihat sangat cemas. Kenapa dia sampai seperti itu? Dia juga berkali-kali menunjukkan melalui ucapannya bahwa Lisa bukan diperkosa tetapi memang memiliki hubungan khusus dengan Ben. Kalaupun tujuannya ingin menjelekkan Lisa, apa perlu sampai seperti itu padahal pemerkosaan adalah perbuatan kriminal? Nafa juga terang-terangan berkata bahwa ia akan mendukung Ben. Kecuali Nafa memang terlibat dalam peristiwa pemerkosaan itu, tidak ada alasan lain lagi yang cocok dalam pikiran Revin. Sudah begitu, raut Damian yang terbelalak terkejut saat ini semakin meyakinkan Revin bahwa dugaannya memang benar.Damian membuka mulutnya dengan ragu-ragu dan gugup, "Itu...sebenarnya..." Belum selesai memjawab, mulut Damian malah kembali mengatup.'Aku sulit mengatakan kebenarannya, tapi aku juga tidak mau berbohong. Karena kalau aku berbohong, itu sama saja aku menyakiti
"Apa itu benar? Lisa koma, dan dokter sudah tidak bisa berbuat apa-apa? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanggap Ben dengan wajah mendadak cemas saat Renata bercerita tentang keadaan Lisa setelah menjenguknya tadi siang."Selama ini Lisa ternyata sakit parah. Ada tumor di rahimnya. Pantas saja dia selalu terlihat pucat. Dan yang perlu kau tahu, ternyata Lisa tidak boleh hamil karena rahimnya lemah. Kalaupun ada keajaiban dia bisa bertahan, tapi selamanya Lisa tetap tidak boleh hamil."Ben tercengang mendengarnya. "Tapi dia sedang hamil. Bagaimana bisa keadaannya tiba-tiba...?" gumamnya pelan dan terduduk di sofa. Dia merasa syok."Intinya, kau tidak mungkin memperistri perempuan yang tidak bisa memberikanmu keturunan karena sampai saat ini kau masih belum memiliki anak. Jadi lupakanlah Lisa," tegas Renata.Ben menatap Renata dengan rasa tak suka. "Apa penting membahas itu sekarang? Aku harus melihat keadaan Lisa. Kalau dia memang tidak boleh hamil, tentu kandungannya harus digugurkan seg
"Saya tidak bermaksud membunuh anak itu! Tolong maafkan saya. Saya sungguh tidak tahu kalau anda keberatan jika janin itu gugur, Tuan," ucapnya memelas. Bagi Nafa mengalah tidak apa-apa, yang penting dia harus keluar dari tempat berbahaya ini segera."Apa tujuanmu mencariku?"Nafa mendongak mengamati raut Ben. Dia agak ragu mengutarakan niatnya. Ben jelas membencinya. Ini di luar perkiraan."Itu...Saya mendengar Anda berniat menikah dengan Lisa.""Kau mendengar hal itu dari siapa? Dari Revin?""Tidak, tapi dari suami saya. Revin memberi tahu suami saya tentang itu.""Lalu, memangnya kenapa kalau aku ingin menikahi Lisa?""Ya tidak apa-apa. Tapi saya rasa Lisa tidak mau menikah dengan anda."Ben mendengkus. "Belum tentu. Saat ini Lisa sakit, jadi dia tidak memikirkan masalah itu. Kalau dia sehat, lain lagi ceritanya.""Saya yakin dia sangat membenci anda karena kejadian tiga tahun lalu. Jadi dia pasti akan tetap menolak anda."Tangan Ben mengepal mendengar ucapan Nafa. "Sebenarnya apa y
Sumber masalah? Kening Ben mengerut. Dia pun mengakui hal itu di dalam hati tetapi apakah Revin pantas sampai melarangnya untuk menjenguk Lisa?"Erwin, alangkah baiknya kau berkaca terlebih dahulu. Selama ini bagaimana perbuatanmu terhadap Lisa? Sikap dan kata-katamu selalu dingin dan kasar pada Lisa! Apa kau tidak sadar bahwa Lisa sangat menderita karena perbuatanmu? Selain itu, aku sudah dengar dari mamamu, bahwa Lisa ternyata tidak boleh hamil tapi kau sudah kadung menghamilinya! Lisa tidak sampai hati menggugurkan kandungannya dan memilih mempertaruhkan nyawanya demi anakmu! Sekarang coba kau pikir baik-baik, apa pantas kau melarangku untuk menjenguknya?"Revin terdiam dengan wajah merah padam tapi matanya menatap tajam pada Ben."Sekarang biarkan aku masuk!" ucap Ben sambil melangkah meninggalkan Revin menuju ruang Lisa. Baru beberapa langkah, Revin langsung menghalaunya."Aku suami Lisa, dan aku berhak melarang Om!"Kesabaran Ben habis. Dia sangat mengkhawatirkan Lisa dan ingin s
"Yang kutanyakan, kenapa Om berbohong!""Itu karena aku pikir, aku bisa membujuknya," jawab Ben dengan suara lemah.Revin mendengkus. "Dasar egois!"Ben menundukkan kepalanya. "Om bersalah, tolong maafkan Om.""Kalau Om memang benar-benar merasa bersalah dan sungguh-sungguh ingin meminta maaf, tolong jawab dengan jujur pertanyaanku ini," ucap Revin dengan wajah serius."Apa yang ingin kau tanyakan lagi?" tanggap Ben dengan suara rendah sambil mengangkat wajahnya.Revin menatap kedua mata Ben secara bergantian berharap Ben berkata dengan jujur. "Sebenarnya apa yang terjadi tiga tahun lalu antara kau dan Lisa? Benarkah kalian memiliki hubungan waktu itu dan melakukannya atas dasar suka sama suka? Atau jangan-jangan...Om memaksanya?" tanya Revin dengan nada hati-hati.Wajah Ben menegang. "Aku tidak pernah memaksa siapa pun untuk melakukan hal itu denganku. Termasuk Lisa!" tegas Ben.Revin kesal mendengar jawaban Ben. "Oh ya? Bukankah sudah kubilang Om harus menjawab dengan jujur?"Kening
"Maksudnya?" tanya Revin.Wajah Ben berubah muram. Pikirannya gusar! Anak buahnya cukup terlambat mengetahui ada orang yang masuk ke kawasan bangunan tua, itu berarti orang yang mengikutinya hingga ke tempat itu adalah orang yang cukup ahli. Mana mungkin seorang bocah seperti Damian bisa melakukannya!"Apa kau menyuruh orang untuk membuntutiku?" Ben menatap tajam Revin.Revin diam. "Sial, kata Evans cara kerja mereka sudah profesional tapi belum ada 24 jam membuntuti Om Ben, malah sudah ketahuan. Sebenarnya dari mana sih, Evans mengenal mereka? Aku kehilangan banyak uang dengan sia-sia karena menyewa mereka, ugh!" keluhnya dalam hati dengan kening mengerut.Karena meyakini perkataan Damian yang mengatakan Lisa adalah korban, Revin memutuskan untuk cepat bergerak. Apalagi Nafa sampai berkata bahwa ia ingin mendukung Ben dengan Lisa. Menurutnya, pasti ada kalanya Nafa berkomunikasi dengan Ben. Revin merasa harus segera mencari tahu bagaimana hubungan Nafa dengan Ben sehingga Lisa menjadi
"Dia Om-ku," jawab Revin datar."Om mu?" Kening Hendra mengerut. Bukankah berarti pria itu adalah....Hendra langsung menatap tajam Ben. Kenapa fisiknya tidak seperti yang dibayangkan selama ini? "Pantas saja putriku tergoda!" ucapnya kesal di dalam hati."Apa kau adalah orang yang sudah menghamili putriku tiga tahun lalu?" tanya Hendra blak-blakan.Raut Ben tampak tak senang melihat Hendra. Baginya, Hendra adalah ayah yang bodoh dan jahat. "Iya, saya orangnya."Hendra mendengkus. "Tiga tahun lalu kau menghilang. Lalu sekarang tiba-tiba kau muncul seenaknya dan mencoba mengganggu rumah tangga putriku dengan keponakanmu sendiri. Dasar tidak tahu malu.""Saya tidak akan mengganggu. Tapi kalau Revin dan Lisa memutuskan untuk bercerai, saya akan menikahinya," jawab Ben dengan tegas. Sementara raut wajah Revin menjadi asam."Kau pikir aku akan menyetujuinya? Lebih baik kau menjauhi Lisa dari sekarang. Jangan coba-coba menggoda putriku!" seru Hendra dengan wajah merah.Mata Ben menyipit. "K