Terima kasih atas dukungan Readers 🙏🙏🙏
"Apa itu benar? Lisa koma, dan dokter sudah tidak bisa berbuat apa-apa? Apa yang sebenarnya terjadi?" tanggap Ben dengan wajah mendadak cemas saat Renata bercerita tentang keadaan Lisa setelah menjenguknya tadi siang."Selama ini Lisa ternyata sakit parah. Ada tumor di rahimnya. Pantas saja dia selalu terlihat pucat. Dan yang perlu kau tahu, ternyata Lisa tidak boleh hamil karena rahimnya lemah. Kalaupun ada keajaiban dia bisa bertahan, tapi selamanya Lisa tetap tidak boleh hamil."Ben tercengang mendengarnya. "Tapi dia sedang hamil. Bagaimana bisa keadaannya tiba-tiba...?" gumamnya pelan dan terduduk di sofa. Dia merasa syok."Intinya, kau tidak mungkin memperistri perempuan yang tidak bisa memberikanmu keturunan karena sampai saat ini kau masih belum memiliki anak. Jadi lupakanlah Lisa," tegas Renata.Ben menatap Renata dengan rasa tak suka. "Apa penting membahas itu sekarang? Aku harus melihat keadaan Lisa. Kalau dia memang tidak boleh hamil, tentu kandungannya harus digugurkan seg
"Saya tidak bermaksud membunuh anak itu! Tolong maafkan saya. Saya sungguh tidak tahu kalau anda keberatan jika janin itu gugur, Tuan," ucapnya memelas. Bagi Nafa mengalah tidak apa-apa, yang penting dia harus keluar dari tempat berbahaya ini segera."Apa tujuanmu mencariku?"Nafa mendongak mengamati raut Ben. Dia agak ragu mengutarakan niatnya. Ben jelas membencinya. Ini di luar perkiraan."Itu...Saya mendengar Anda berniat menikah dengan Lisa.""Kau mendengar hal itu dari siapa? Dari Revin?""Tidak, tapi dari suami saya. Revin memberi tahu suami saya tentang itu.""Lalu, memangnya kenapa kalau aku ingin menikahi Lisa?""Ya tidak apa-apa. Tapi saya rasa Lisa tidak mau menikah dengan anda."Ben mendengkus. "Belum tentu. Saat ini Lisa sakit, jadi dia tidak memikirkan masalah itu. Kalau dia sehat, lain lagi ceritanya.""Saya yakin dia sangat membenci anda karena kejadian tiga tahun lalu. Jadi dia pasti akan tetap menolak anda."Tangan Ben mengepal mendengar ucapan Nafa. "Sebenarnya apa y
Sumber masalah? Kening Ben mengerut. Dia pun mengakui hal itu di dalam hati tetapi apakah Revin pantas sampai melarangnya untuk menjenguk Lisa?"Erwin, alangkah baiknya kau berkaca terlebih dahulu. Selama ini bagaimana perbuatanmu terhadap Lisa? Sikap dan kata-katamu selalu dingin dan kasar pada Lisa! Apa kau tidak sadar bahwa Lisa sangat menderita karena perbuatanmu? Selain itu, aku sudah dengar dari mamamu, bahwa Lisa ternyata tidak boleh hamil tapi kau sudah kadung menghamilinya! Lisa tidak sampai hati menggugurkan kandungannya dan memilih mempertaruhkan nyawanya demi anakmu! Sekarang coba kau pikir baik-baik, apa pantas kau melarangku untuk menjenguknya?"Revin terdiam dengan wajah merah padam tapi matanya menatap tajam pada Ben."Sekarang biarkan aku masuk!" ucap Ben sambil melangkah meninggalkan Revin menuju ruang Lisa. Baru beberapa langkah, Revin langsung menghalaunya."Aku suami Lisa, dan aku berhak melarang Om!"Kesabaran Ben habis. Dia sangat mengkhawatirkan Lisa dan ingin s
"Yang kutanyakan, kenapa Om berbohong!""Itu karena aku pikir, aku bisa membujuknya," jawab Ben dengan suara lemah.Revin mendengkus. "Dasar egois!"Ben menundukkan kepalanya. "Om bersalah, tolong maafkan Om.""Kalau Om memang benar-benar merasa bersalah dan sungguh-sungguh ingin meminta maaf, tolong jawab dengan jujur pertanyaanku ini," ucap Revin dengan wajah serius."Apa yang ingin kau tanyakan lagi?" tanggap Ben dengan suara rendah sambil mengangkat wajahnya.Revin menatap kedua mata Ben secara bergantian berharap Ben berkata dengan jujur. "Sebenarnya apa yang terjadi tiga tahun lalu antara kau dan Lisa? Benarkah kalian memiliki hubungan waktu itu dan melakukannya atas dasar suka sama suka? Atau jangan-jangan...Om memaksanya?" tanya Revin dengan nada hati-hati.Wajah Ben menegang. "Aku tidak pernah memaksa siapa pun untuk melakukan hal itu denganku. Termasuk Lisa!" tegas Ben.Revin kesal mendengar jawaban Ben. "Oh ya? Bukankah sudah kubilang Om harus menjawab dengan jujur?"Kening
"Maksudnya?" tanya Revin.Wajah Ben berubah muram. Pikirannya gusar! Anak buahnya cukup terlambat mengetahui ada orang yang masuk ke kawasan bangunan tua, itu berarti orang yang mengikutinya hingga ke tempat itu adalah orang yang cukup ahli. Mana mungkin seorang bocah seperti Damian bisa melakukannya!"Apa kau menyuruh orang untuk membuntutiku?" Ben menatap tajam Revin.Revin diam. "Sial, kata Evans cara kerja mereka sudah profesional tapi belum ada 24 jam membuntuti Om Ben, malah sudah ketahuan. Sebenarnya dari mana sih, Evans mengenal mereka? Aku kehilangan banyak uang dengan sia-sia karena menyewa mereka, ugh!" keluhnya dalam hati dengan kening mengerut.Karena meyakini perkataan Damian yang mengatakan Lisa adalah korban, Revin memutuskan untuk cepat bergerak. Apalagi Nafa sampai berkata bahwa ia ingin mendukung Ben dengan Lisa. Menurutnya, pasti ada kalanya Nafa berkomunikasi dengan Ben. Revin merasa harus segera mencari tahu bagaimana hubungan Nafa dengan Ben sehingga Lisa menjadi
"Dia Om-ku," jawab Revin datar."Om mu?" Kening Hendra mengerut. Bukankah berarti pria itu adalah....Hendra langsung menatap tajam Ben. Kenapa fisiknya tidak seperti yang dibayangkan selama ini? "Pantas saja putriku tergoda!" ucapnya kesal di dalam hati."Apa kau adalah orang yang sudah menghamili putriku tiga tahun lalu?" tanya Hendra blak-blakan.Raut Ben tampak tak senang melihat Hendra. Baginya, Hendra adalah ayah yang bodoh dan jahat. "Iya, saya orangnya."Hendra mendengkus. "Tiga tahun lalu kau menghilang. Lalu sekarang tiba-tiba kau muncul seenaknya dan mencoba mengganggu rumah tangga putriku dengan keponakanmu sendiri. Dasar tidak tahu malu.""Saya tidak akan mengganggu. Tapi kalau Revin dan Lisa memutuskan untuk bercerai, saya akan menikahinya," jawab Ben dengan tegas. Sementara raut wajah Revin menjadi asam."Kau pikir aku akan menyetujuinya? Lebih baik kau menjauhi Lisa dari sekarang. Jangan coba-coba menggoda putriku!" seru Hendra dengan wajah merah.Mata Ben menyipit. "K
Hendra menghela napas berat merasakan dadanya yang begitu sesak. "Waktu itu, setiap hari kau menemani Lisa di rumah sakit selama dua bulan. Tapi kau tidak memberi tahuku keadaan Lisa yang sebenarnya sehingga aku dengan tulusnya hanya berfokus pada perusahaan. Bahkan bisa-bisanya aku pergi ke luar negeri untuk menemui klien tanpa tahu bahwa di saat yang sama putri kandungku hampir meninggal karena infeksi yang dia alami! Kau sungguh membodohiku, Nafa," geram Hendra mulai merasa benci."Kau juga pasti tahu betul Lisa tidak boleh hamil, tapi kau sengaja tidak memberi tahuku dan malah membiarkan putriku hamil. Lima bulan ini, Lisa pasti sangat menderita merasakan sakit yang luar biasa. Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Nafa? Kenapa? Ternyata kau tidak benar-benar memaafkanku, ya? Ternyata kau terus menyimpan dendam padaku selama ini! Ternyata kau...sangat membenciku!" serunya dalam hati dengan raut terluka.Hendra lalu membuka matanya saat mengingat kembali pembicaraan Ben dengan Revin
Ben berdiri berhadapan dengan Hendra. Dia lalu berkata dengan lugas, "Aku sangat merasa bersalah. Dan karena kau adalah ayah Lisa, maka selain kepada Lisa, aku juga seharusnya meminta maaf padamu dengan sungguh-sungguh. Tapi ada yang perlu kau ketahui. Tiga tahun lalu, aku hanya menyuruh orangku untuk membeli seorang perempuan yang sehat dan masih perawan. Hanya itu. Aku tidak tahu menahu bahwa ternyata perempuan yang kutiduri saat itu tidak berniat menjual diri karena aku meniduri perempuan itu dalam posisi si perempuan tidak sadar. Aku akui aku bersalah karena lalai sehingga ada orang yang menjadi korban yaitu Lisa."Tangan Revin mengepal pelan. 'Jadi saat itu Lisa dalam keadaan tidak sadarkan diri. Apa yang terjadi saat dia bangun waktu itu? Pasti dia sangat terkejut dan ketakutan karena itu pertama kali untuknya.' Revin lalu menatap punggung Ben tak suka."Hah! Enak sekali kau berbicara seperti itu. Kau pikir aku akan percaya begitu saja seperti orang bodoh? Siapa yang tahu cerit