Share

4. Malam Pertama

"Kamu sudah siap?"

Mahika tersentak saat sebuah suara mengagetkan. Meski begitu, ia menahan diri untuk tak menoleh ke belakang. Belum siap untuk menerima sosok Kainan berada dalam kamar yang sama dengan dirinya.

Ijab kabul sudah dilaksanakan. Kainan yang memang menyewa sebuah villa di kota kecil tersebut, membayar mahal untuk seorang pemuka agama yang ia panggil untuk menikahkan dirinya dengan si gadis belia.

Akan memakan waktu lama jika Kainan harus membawa Mahika ke pusat kota di mana pria itu tinggal. Acara pun tidak dihadiri oleh banyak orang. Hanya beberapa saksi yang berasal dari anak buah Kainan sendiri. Sedangkan dari pihak Mahika, hanya ada Shaka seorang bersama dua tetangga.

'Jadi ... pernikahan ini benar-benar dilakukan diam-diam?! Tanpa sepengetahuan keluarganya?! Wah, bagus! Aku tidak perlu memperkenalkan diri pada mereka. Tidak perlu berpura-pura ramah pada orang-orang di sekitar Kainan,' batin Mahika kala itu.

'Tapi, bodohnya aku. Pernikahan ini tidak tercatat secara hukum negara. Bagaimana aku bisa memberi pelajaran kepada Kainan?!' tambahnya, masih di dalam hati.

"Nona Gantari Mahika! Kamu mendengar saya?" Suara Kainan menyadarkan sang perempuan dari lamunan singkatnya.

Mahika mengangkat pandang. Menatap Kainan yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, melalui pantulan cermin yang ia hadap.

"Pendengaranku masih berfungsi dengan sangat baik, Tuan," sahut Mahika mencoba tenang.

Sang gadis pun berdiri perlahan, kemudian membalikkan badan. Berhenti sejenak untuk menatap penampilan Kainan yang malam ini sudah menanggalkan jasnya dan hanya mengenakan kemeja putih dengan dua kancing teratas yang sudah terbuka.

Pria dewasa itu berjalan mendekat ke arah gadis belia yang baru saja dinikahinya, sembari melepas kaitan kancing kemeja pada kedua pergelangan tangan. Ayunan kaki tenang dan sorot mata yang begitu dalam menghujam, membuat jantung Mahika berdetak dua kali lipat lebih cepat dan kencang dari biasanya.

Namun, perempuan yang masih dalam balutan kebaya itu tidak ingin menunjukkan rasa takutnya. Sejak awal berjumpa, image-nya sebagai perempuan tangguh yang tak mudah ditindas, akan ia pertahankan. Meski sekarang Kainan sudah menjadi suaminya, Mahika harus bisa tetap mendominasi dalam segala hal.

Ingat! Dalam segala hal. Termasuk kesiapannya untuk malam ini. Bukankah baru saja Kainan bertanya apakah dirinya sudah siap?! Memangnya apa yang dimaksud oleh pria itu selain tentang kesiapan mereka untuk melakukan ritual malam pertama.

Benar, bukan?!

Oleh karena pemikiran tersebut, Mahika pun memberanikan diri menyambut sang suami yang kini sudah berdiri tepat di hadapannya.

"Jika yang kamu maksud adalah kesiapan untuk malam pertama kita, tentu saja aku sudah siap seratus persen. Aku tidak sabar ingin merasakan kamu berada di dalamku, Tuan Kainan." Mahika berujar nakal seraya melepas satu per satu kancing kemeja sang pria, hingga keseluruhan terbuka lebar.

Padahal, perempuan itu benar-benar tak tahu apa yang ia lakukan sekarang. Mahika memang bukan gadis polos yang tak paham bagaimana cara bercinta. Karena nyatanya, gadis dua puluh tahun itu pun sudah berkali-kali menyaksikan adegan-adegan panas dalam video ilegal yang mudah diakses melalui ponselnya.

Namun, untuk mempraktikkan secara langsung ... Gantari Mahika masihlah nol besar. Ia bahkan tidak tahu, bahwa malam ini juga ia bisa saja kehilangan keperawanan. Ia tak paham, jika makhluk yang bernama pria tidak bisa sembarangan digoda. Ia masih tak tahu seberapa ganas seorang pria jika sudah panas.

Benar kata Arshaka. Terkadang adiknya memang bodoh dan tidak peka. Gadis itu perlu mendapat bimbingan dalam segala hal.

Apa yang Mahika lakukan, hanya sebagai bentuk pembuktian bahwa dia bukanlah perempuan yang akan bersikap malu-malu tapi mau di hadapan sang suami. Dia ingin menunjukkan dirinya yang pemberani.

Namun, bukannya tergoda, Kainan justru tersenyum masam, yang Mahika tidak dapat menerjemahkan apa artinya. Meski begitu, sang istri tak mempermasalahkan dan tetap melancarkan godaan. Kini perempuan itu bahkan mengusap dada sang suami dengan gerakan yang amat perlahan.

"Berhenti, Mahika. Daripada seperti ini, bukankah lebih baik saya membantu kamu membuka pakaian?!" Kainan menangkap tangan Mahika yang bermain-main di dadanya. Pria itu menyentuh bahu sang istri dan perlahan menggerakkan jarinya menelusuri lengan si gadis, hingga merambat menyentuh barisan kancing pada bagian dada kebaya yang dikenakan oleh Mahika.

"Acara sudah selesai sejak tadi. Kenapa baju ini belum dilepas, hm?! Menunggu saya untuk membukanya?!" Kini, giliran Kainan yang berkata dengan nada pelan. Dan Mahika terlalu sibuk dengan detak jantung yang menggila, sehingga tak menanggapi perkataan suaminya.

Bulatan kancing terbalut kain senada dengan kebaya, Kainan loloskan satu per satu dari lubangnya. Saat itulah kulit mulus dan dua gundukan yang menyembul halus dari balik strapless bra berwarna gelap, terpampang di hadapan Kainan seakan mengundang untuk dijamah.

Mahika meneguk ludah susah payah. Jantungnya berdentam tak beraturan, seiring ujung-ujung jari Kainan yang entah sengaja atau tidak, menekan area privasinya tersebut dalam gerakannya melepas kancing kebaya hingga tuntas.

Namun, pria itu hanya menatap datar bersama sebuah senyum samar yang terlihat menyakitkan. Mahika mampu menangkap binar yang meredup dari sepasang netra milik suaminya.

'Ada apa sebenarnya?! Kenapa kamu terlihat seperti menyimpan luka yang begitu dalam, Kainan?' batin Mahika tanpa berani melontar kata tanya untuk sang pria.

Entah mengapa, raut sendu yang Kainan tunjukkan, mengundang rasa terenyuh dan iba yang seolah merongrong dada. Berbeda sekali dengan apa yang Kainan tampilkan di hadapan semua orang. Yang mana, hanya dengan sekali lihat, orang-orang akan mengecap Kainan sebagai sosok yang kejam dengan simbol keangkuhan yang nyata.

Namun ternyata, tidak demikian jika ia berdiri tanpa banyak mata menyaksikan. Apakah mungkin seperti itulah Kainan yang sebenarnya?! Keangkuhan dan sikap tegasnya hanya sebagai topeng untuk menutup kekurangannya. Tak jauh berbeda dengan Mahika, bukan?!

Hal apa kiranya yang membuat Kainan mampu menunjukkan diri yang sedemikian?! Mahika belum mampu menangkap arti dari semuanya.

"Selesai!" seru Kainan. Seketika perempuan itu mengerjap, tersadar dari segala pikiran yang mengambang.

"Saya sudah siapkan pakaian ganti untuk kamu di dalam kamar kecil. Mandilah terlebih dahulu." Pria itu berbalik membelakangi sang istri yang tampak terkejut dengan kalimat suaminya yang menyatakan bahwa ia telah selesai membantu melepaskan kancing pakaian. Karena lagi-lagi, tanpa sadar Mahika telah membiarkan dirinya terlarut dalam lamunan. Wajar saja gadis itu sedikit tersentak.

Dan apa-apaan tadi katanya?! Selesai?! Hanya seperti ini saja malam pertama mereka? Jika benar, Mahika harus bersyukur karena tak harus melayani sang suami.

'Tahu begitu, aku tidak perlu berpura-pura menggoda dia. Hhh ... membuat malu saja,' gerutu si gadis dalam hati. Perempuan dengan make-up yang belum dihapus itu menggigit bibir seraya berdecak kesal.

'Kalau hanya melepas kancing seperti ini, aku juga bisa sendiri,' tambahnya menyesal, masih tanpa suara.

Karena penasaran dengan apa yang dilakukan oleh suaminya, ia melongok dengan kaki sedikit berjinjit. Bersamaan dengan itu, Mahika merapatkan kain kebaya yang sudah terbuka, menggunakan kedua tangan.

Kainan masih membelakangi sang istri, saat melepas kemeja dan melemparnya ke atas ranjang. Pemilik Happy Company itu sepenuhnya tak mengenakan atasan. Sehingga punggung tegapnya yang tanpa tertutup sehelai pun benang, terpampang jelas di depan mata si gadis belia.

Kini, justru sang perempuan yang tiba-tiba lemas melihat keelokan fisik Kainan yang bahkan hanya ia lihat dari belakang. Ludah pun kembali terteguk kasar, karena canggung yang merambat hingga kerongkongannya serasa tersumbat oleh batu besar.

Kainan sedikit menoleh, dan tersenyum jahil kala menyadari sang istri yang terpaku menatapnya.

Sembari berbalik kembali menghadap istrinya, Kainan berusaha melepaskan kaitan celana. Bersama senyum nakal yang kian terkembang, pria itu berkata dengan nada menggoda.

"Kenapa?! Kamu tidak sabar untuk memulai malam pertama kita?!" Kainan menunjukkan seringainya.

Sembari menurunkan ritsleting celana, sang pria melanjutkan. "Kalau begitu, ayo kita lakukan!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status