Share

Perjanjian Aneh

Kupikir hal seperti ini hanya terjadi dalam drama atau novel-novel romance saja. Dimana pasangan tersebut membuat kontrak kalau dia bisa bebas berhubungan dengan wanita mana saja sesuka hatinya. Tapi ternyata kisah itu sekarang berlaku padaku juga. kalau soal berhubungan dengan wanita manapun diluar rumah ini mungkin aku masih bisa sedikit memakluminya. Tapi kalau dia mau bebas melakukan apapun disini, lalu bagaimana denganku. Ini bukan tentang kecemburuan, hanya saja aku yang masih nol pengalaman soal percintaan membayangkan hal-hal yang terjadi saat pria dan wanita berkencan di rumah pasangan membuatku merasa risih sendiri. Ini nyata soalnya, kalau cuma film atau drama aku tidak akan punya masalah. 

Isi perjanjian yang ditulis Gavin sebenarnya hanya ada empat poin. Pertama, dia ingin pernikahan ini disembunyikan dari publik, baik kampus, sosial media maupun teman terdekat sekalipun. Kedua, dilarang mencampuri urusan pribadi satu sama lain. Ketiga, selama kita menikah aku harus bertanggung jawab penuh dengan semua pekerjaan rumah. Dia kira aku pembantu kali ya, tapi aku masih bisa menerima untuk ketiga poin diatas. Namun aku sangat terganggu dengan poin terakhir. Keempat, dia bebas berhubungan dengan siapapun dan dimanapun itu, termasuk di rumah ini. Tetapi aku tidak boleh menjalin hubungan dengan pria manapun selama pernikahan ini masih berlangsung dan aku tidak diperbolehkan menganggu selama dia membawa teman wanitanya diajak ke rumah. Mencengangkan!

Rasanya mulutku sudah tidak sabar ingin memprotes isi perjanjian pada pembuatnya. Aku menunggu dia turun sejak seperempat jam lalu, namun yang ditunggu tidak kunjung turun. 

Kemana sih dia? Apa mungkin belum bangun? 

Ceklek.

Terdengar suara pintu terbuka dari lantai atas. Akhirnya, orang yang sejak tadi kutunggu turun juga. Dia masih sangat berantakan, rambut awut-awutan dan bekas bantal masih tercetak jelas dipipi sisi kanannya. Benar-benar baru bangun tidur, tanpa basuh muka atau apapun itu. Sangat berbeda dari konten yang kulihat dimana setelah bangun tidur dia segera merapikan kamar, mencuci muka bahkan menyiapkan makananya sendiri. Ditambah saat dia bangun wajahnya sudah terlihat tampan, sangat berbeda dari yang kulihat saat ini. Dan kaos yang dia pakai juga terlihat rapi tidak berantakan seperti itu. Ternyata kehidupan orang di dunia maya itu semua hanya pencitraan belaka, sangat berbeda jauh dengan aslinya. Kenapa baru sekarang aku sadar kalau selama ini aku dibodohi para konten kreator. 

“Apa ini? Nasi goreng kok pucet banget kaya gini?” komentar Gavin setelah melihat nasi goreng yang kubuat dengan bumbu seadanya. Syukur sudah kumasakin, masih saja komplen seenak jidat.

“Kalau mau, makan! Kalau nggak mau buang saja. Sarapan di luar!” dia terdiam sejenak, kulihat tangannya mulai menyendok nasi dan mencobanya. Aku tak menyangka orang ini akan menuruti ucapanku.

“Eh,” matanya terbelalak setelah satu sendok penuh nasi masuk ke mulutnya.

“Kenapa? Tidak sesuai dengan selera kamu ya?” dengan reflek kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut ini. Baru beberapa detik lalu aku berkata ketus dan agak kasar, sekarang malah terdengar khawatir. Dasar Bella, lemah banget sih kamu itu.

“Nggak apa-apa. Cum-cuma enak aja,” jawabnya sedikit malu-malu. 

Lucu, tingkah Gavin yang malu-malu terlihat sangat lucu, tanpa sadar bibirku mengembang.

“Kenapa kamu senyum? Kamu ngejek aku kan pasti, karena tadi sempat bilang masakanmu yang terlihat pucet,” dia kembali kesal setelah melihatku tersenyum. Namun kekesalannya tidak membuatnya berhenti memakan nasi goreng pucat itu sampai hanya tinggal piringnya saja.

Meja makan sudah kubereskan, aku langsung menghampiri Gavin yang ada di sofa untuk membahas kontrak pernikahan kami. Aku akan menyampaikan ketidaksetujuan pada poin keempat yang menurutku sangat tidak masuk akal.

“Bagaimana? Sudah kamu baca semua kan? Terus poin tambahan darimu sudah kamu tulis?” perhatian Gavin beralih setelah aku duduk dihadapannya.

“Ini maksutnya poin keempat apa ya?” 

“Jujur aku tidak bisa menerima isi dari poin keempat, menurutku itu sangat tidak masuk akal!” dengan tegas kutolak poin keempat dihadapannya langsung.

“Bagian mananya yang menurutmu tidak masuk akal? Kamu cemburu kalau suamimu ini membawa perempuan lain ke rumah ini?” dia mengejekku. Beraninya dia mengejekku, darahku mulai mendidih. Sabar Bella, sabar!

“Ingat yang kemarin aku katakan. Kita hanya menikah diatas kertas, jadi jangan pernah baper!” dia tidak memberiku kesempatan untuk menyanggah ucapannya.

“Pokoknya kamu harus menyetujui keempat poin itu. Aku tidak menerima penolakan!”

Brakk!

“Bukan cemburu! Jaga bicaramu ya, jangan kamu pikir aku tidak berani membantah lagi setalah kamu begitukan. Aku tidak keberatan kamu mau apa saja di rumah ini, tapi kenapa di poin itu tertulis kalau aku tidak boleh punya hubungan dengan pria manapun selama pernikahan ini masih berlangsung? Apa itu adil untukku? Kalau kamu bisa punya hubungan dengan wanita manapun yang kamu suka, kenapa aku tidak boleh?” dia terkejut melihatku yang tiba-tiba menggebrak meja sambil meneriakinya tepat didepan muka. 

Setelah selesai mengeluarkan emosi, dengan perlahan aku beringsut kembali ke sofa. Apa tadi itu berlebihan, kenapa dia tidak merespon balik dan hanya diam saja.

“Gini ya, disini kamu tidak berhak menolak. Aku hanya memintamu membaca dan menambahi apa poin yang menurutmu perlu di bawahnya. Paham?” lembut, dia berbicara dengan sangat lembut. Tapi tidak dengan ekspresi wajahnya, sangat mengerikan. 

“Tapi itu tentang diriku, sangat tidak adil untukku kalau harus menyetujui perjanjian ini,” tidak mau kalah, aku akan memperjuangkan hakku sebisa mungkin.

“Aku melakukan ini juga demi kamu, apa kata orang nanti kalau kamu dekat dengan pria lain hah? Kamu itu seorang istri, walaupun palsu kamu tetap istri. Paham?” tak pernah terbayangkan sebelumnya, ternyata alasan dia sangat mendalam. Dia sangat memikirkanku, kukira semua hanya untuk keogiasannya belaka tapi ternyata tidak. Dia melakukan ini demi diriku.

“Dan yang paling penting, kalau kamu punya pria lain itu sangat melukai harga diriku. Masak iya Gavin Wardhana diselingkuhi, kan nggak cocok banget sama imageku,” kutarik lagi pujianku tadi. Sekali egois tetaplah egois, ujung-ujungnya dia hanya memikirkan dirinya sendiri.

Walaupun poin itu sangat tidak adil, tapi hati kecilku menerimanya setelah mendengar penjelasan pertama Gavin. Biar dia saja yang dicap jelek, jangan sampai aku mempermalukan diri sendiri dan juga  keluarga dengan predikat ‘tukang selingkuh’.

“Oke, aku setuju! Kita tambah 1 poin lagi. Saat kamu membawa perempuan ke rumah jangan sampai kehadiran wanita itu menggangguku. Kurasa itu sudah cukup.”

“Oke, aku juga setuju. Nanti akan aku tambahkan poin itu juga,” kuserahkan kembali kertas itu pada Gavin.

“Dan ingat, saat kita di kampus jangan pernah berada di dekatku! Kita orang asing saat di kampus. Ingat itu baik-baik.”

“Iya-iya, aku akan selalu mengingat itu. Akupun tidak mau terlibat denganmu di kampus, jangan terlalu kepedean.”

“Oh iya, terus nanti kalau wanitamu datang kesini dan melihatku bagaimana? Terlebih kalau wanita itu satu kampus dengan kita?” tiba-tiba pikiran itu terlintas dibenakku. Kita orang asing saat dikampus, terus kalau ada yang tahu ternyata kita tinggal serumah bagaimana. Alasan apa yang nanti bisa kita gunakan untuk menutupi rahasia ini.

“Itu mudah saja, aku bisa bilang kamu sepupuku atau bisa juga pembantu di rumah ini.”

“Apa? Pembantu kamu bilang?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status