Shin melesat secepat anak panah lepas dari busur menghampiri Aira. Jantungnya seakan berhenti berdetak ketika menyaksikan darah dan luka di tubuh Aira.
Shin meraba nadi Aira dan bersyukur Aira masih ada. Dengan sigap ia menggendong Aira membawa ke mobilnya diikuti Mia yang histeris.
"Ai ... Aira buka matamu!" Mia mengekori Shin dengan berurai air mata. Menyaksikan Aira sekarat seperti itu, seolah ruhnya tercabut dari tubuh.
Selama puluhan tahun mereka tumbuh dan hidup bersama. Tak terbayangkan jika Aira harus meningalkannya. Mia harus bagaimana jika tanpa Aira?
"Tolong selamatkan Aira, Shin. Aku tidak mau tahu. Kau kan dokter," ujar Mia di sela-sela tangisnya.
Shin menoleh, lalu meminta Mia naik lebih dulu kemudian meletakkan tubuh Aira yang bersimbah darah ke pangkuan Mia. Shin merapal doa agar Aira bisa bertahan sampai mereka tiba di rumah sakit.
"Tenanglah. Berdoa agar Aira bisa selamat."
Mendengar itu tang
Setelah Aira dipindahkan ke ruang perawatan, Shin bergegas menemui gadis itu. Beruntung Aira tidak mengalami luka serius dan nyawanya dapat diselamatkan. Tak terbayang jika seandainya Aira tidak bisa tertolong. Shin pasti akan sangat merasa bersalah dan menyesal. Shin mendorong pintu, dan mencelos akan pemandangan di depannya. Shin menyeret langkah, tatapannya terkunci pada wajah pucat Aira dengan perban melilit kepala. Luka jahitan di tangan dan kaki gadis itu menambah peri hati Shin. Entah kenapa dokter tampan itu seakan tidak rela Aira terluka, meski seujung kuku. Aira tergolek lemah beserta infus melekat dan mata yang tak kunjung terbuka. Ada dorongan kuat dalam diri pemuda itu untuk merengkuh dan menyalurkan kekuatan pada Aira, namun di saat yang bersamaan ia ditampar kenyataan. Ia dan Aira bukan siapa-siapa. Mereka hanya orang asing yang tidak sengaja bertemu dan Shin yang terobsesi pada gadis itu hingga membawanya sampai sejauh ini. Shin mencoba menyelami perasaan dan ingin
Mengikuti saran Alika, Shin pergi ke loker mengambil baju ganti dan beranjak ke kamar mandi. Sepeninggal Shin, Alika tercenung, masih di ruangan dokter tampan itu. Perasaan Alika mengatakan bahwa Shin sedang menyimpan sesuatu darinya. Entah gerangan apa yang coba suaminya itu pendam seorang diri. Sungguh, Alika ingin Shin berbagi kepadanya. Bukankah itu yang mereka lakukan dua tahun ini. Bukan saja sebagai pasangan suami istri, mereka juga rekan kerja. Alika dikejutkan dengan suara pintu yang dibuka. Tampak di sana Shin menguak pintu dan sudah berganti baju. Rambut bagian depan lelaki itu basah. Ekspresi wajahnya masih sama seperti saat lekaki itu keluar tadi. "Shin, mari kita bicara." Alika tersenyum kepada Shin, lalu mengamit lengan Shin. Shin duduk di sisi Alika, namun tidak bicara apa-apa. Ia sedang tidak fokus. Pikirannya sepenuhnya dikuasai oleh Aira. Bagaimana sekarang keadaan Aira, apakah sudah membuka mata? Hal itu menimbulkan ketidaknyamanan. Suatu dorongan besar dal
Ia takut, takut sekali jika Aira pergi meninggalkannya. Sudah cukup kedua orang tuanya, di dunia ini, Mia hanya memiliki Aira. Aira yang selalu ada untuknya setiap saat. Wajah dan hati Aira serupa malaikat. Oleh karena itu, Mia tidak rela siapa pun menyakiti Aira, termasuk Shin. Jika dulu ia mendukung hubungan mereka, kini tidak lagi. Mia benci kenyataan Shin yang mengkhianati janji dan menikahi gadis lain. Parahnya lagi, Shin bahkan melupakan Aira. Sosok yang mencintai lelaki itu, dengan cinta yang luarbiasa. "Aku mau minum," ujar Aira dengan suara agak serak. "Tunggu sebentar." Mia meraih segelas air dari atas meja, memberikan ke Aira dengan hati-hati. Aira meminumnya hingga menyisakan separuh. Tenggorokannya terasa kering kerontang. Ia menjauhkan bibirnya ketika merasa cukup. "Makasih, Mia." "Tidak masalah. Aku sudah menghubungi panti dan mengabarkan kondisimu. Kau tidak usah khawatir, Ai. Sekarang yang harus kau lakukan adalah lekas pulih. Tolong jangan sakit lagi. Itu seper
Alika mendekati ranjang tempat Aira dirawat. Dokter cantik itu tersenyum dan menampilkam kedua lesung pipinya. "Bagaimana keadaanmu? Kenalkan aku Alika." Alika mengulurkan tangan yang langsung disambut oleh Aira."Sekarang sudah lebih baik. Saya Aira. Senang Anda kemari, Dok," ujar Aira mencoba menepikan rasa cemburu yang terus mengusiknya sejak kemunculan Alika tadi.Aira tidak bisa tidak merasakan perasaan itu yang membakar seluruh tubuhmya saat ia menyadari jika Alika telah merebut posisinya di hati Shin.Hatinya remuk. Aira ingin berteriak dan mengatakan mengapa? Mengapa ia harus merasakan ini semua?Namun tanpa Aira sadari, Alika pun merasakan hal serup. Dalam hati Alika mengatakan, pantas saja Shin bertingkah seperti itu akhir-akhir ini lebih sering menampakkan emosinya. Sepanjang ia mengenal dokter gigi itu, baru beberapa waktu ini Shin seperti merasakan gejolak tidak biasa.Aira sangat cantik. Bahkan kecantikan gadis itu langka karena dia serupa peri dalam dongeng. Tanpa pole
Hari ini Aira sudah dibolehkan pulang. Ketika ia sedang bersiap-siap dibantu Mia, Shin masuk ke kamar di mana tiga hari ini Aira dirawat akibat kecelakaan waktu itu.Mia yang sedang melipat selimut, menghentikan gerakan tangannya. Ia melirik Shin sekilas, lalu melengos. Sedangkan Aira berusaha merapikan kerudungnys cepat. Tangannya masih terasa sakit sebab luka itu belum pulih sepenuhnya.Shin dengan segala pesona dan damagenya yang tidak main-main mendekati tempat tidur Aira.Wajah tampan dengan snelli melekat di tubuh tinggi pemuda itu sungguh aura yang sulit ditolak.Visual Shin Shin seakan tidak nyata. Ini jenis ketampanan yang sangat tidak biasa. Aira kadang masih bertanya-tanya apakah Shin benar-benar nyata atau ia sedang mengalami delusi.Siapa yang tidak tertarik dan jatuh hati jika dihadapkan pada lelaki berwajah malaikat ini."Pagi."Shin lebih dulu menyapa kedua gadis itu. Ia berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Ia baru saja tiba di rumah sakit, langsung mene
Akhirnya Aira dan Mia pulang menggunakan taksi. Gadis itu menolak tawaran Shin bukan karena tidak menghargai niat baik pemuda itu, akan tetapi Aira sadar diri. Seperti yang Mia katakan, Aira tidak mau membuat Alika salah paham dan berujung kepada kecemburuan.Aira memang mencintai Shin, sangat mencintai pemuda itu. Akan tetapi ia tidak mau jika cintanya itu justru melukai orang lain. Aira yang berhati malaikat, gadis yang rela mengubur cinta pertamanya itu demi menjaga dua hati. Dan, demi pernikahan Shin sendiri. Mungkin inilah takdir Illahi yang sudah digariskan dalam hidupnya. Ditinggalkan oleh orang-orang yang sangat berharga dalam hidupnya.***Di dalam taksi, Mia memperhatikan wajah pucat Aira tanpa senyum. Wajah secantik peri itu tampak dipenuhi kabut.Mia menyentuh lengan Aira, "Apa yang kau rasakan?" tanya Mia khawatir jika Aira bersikap seperti itu. Akhir-akhir ini Aira menjadi pendiam. Senyum dan tawa yang biasa gadis itu tunjukkan kepada semua orang, sebagai mana orang-oran
Di rumah sakit, Shin yang baru selesai melakukan tindakan pada pasien yang melakukan perawatan gigi kembali ke ruangannya. Ia termagu seorang diri seraya berdiri di depan jendela yang menghadap langsung jalan raya. Pemandangan lalu lalang siang itu sedikit mengalihkan pikiran Shin. Sejak dua bulan lalu ia bertemu Aira, sejak itu pula ia tidak baik-baik saja. Hidupnya masih sama seperti sebelumnya. Ia menjalani hari dengan baik. Dinas di rumah sakit lalu pulang dan menghabiskan waktu bersama Alika. Itu sudah menjadi rutinitas Shin bertahun-tahun ini.Tapi di sini, yang tidak baik-baik saja itu perasaannya. Wajah Aira selalu hadir dalam pikiran pemuda itu. Ia pikir ia baik-baik saja tapi Shin salah. Ia jatuh terlalu dalam.Sangat dalam bahkan Shin yakin jika sebentar lagi ia mungkin akan tenggelam ke dasar. Tidak ada yang bisa ia lakukan sebelum teka teki akan masa lalu dan apa hubunganya antara ia dan Aira terungkap.Sejujurnya tersirat kekhawatiran dan diri Shin andai nanti ia telah
Ia masih duduk di sana ketika sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan panti. Aira memperhatikan mobil mewah itu dan menebak siapa gerangan yang datang mengunjungi panti sepagi ini. Biasanya donatur kalau datang juga agak siangan. Tidak lama rasa penasaran Aira terbayarkan ketika sosok gagah Shin muncul dari balik pintu mobil. Pemuda itu mengenakan celana hitam dipadu kemeja biru yang dimasukkan dan tampak rapi seperti biasa. Ketampanan Shin memang tidak diragukan lagi. Wajahnya adalah pahatan sempurna Sang pencipta. Kamu akan jatuh hati hanya karena senyuman atau tatapan matanya. Sama seperti Aira yang tersesat selama bertahun-tahun dalam keindahan dan kebaikan yang dokter tampan itu berikan. Melihat Shin melangkah ke arahnya, Aira merasa gugup. Gadis itu memperbaiki letak kerudung beberapa kali. Sedangkan Mila tidak berkata apa-apa yang menatap lekat Shin yang menuju ke arah mereka. "Pagi, Aira," sapa Shin dengan suara rendahnya yang terdengar sangat indah di telinga Aira.