Share

Racun Mulut Tetangga
Racun Mulut Tetangga
Penulis: Handira Rezza

Mulut Bu Endang

ini adalah kisahku seorang gadis yang tinggal di sebuah kampung bernama Jati asih. Kampung ini terletak di perbatasan jakarta dan bekasi. Karena rumahku dekat dengan tukang sayuran dan juga da bale-bale yang biasa dipakai berkumpul ibu-ibu perkampungan aku jadi banyak mendengar gosip demi gosip dari mulut tetangga walau tidak keluar rumah. 

Kedua orang tuaku sendiri adalah pedagang. Mereka berdagang di pasar sebelum dibawa kepasar barang dari tengkulak dikirim kerumah. Biasanya ada tetangga yang datang ke rumah untuk membeli dagangan keluargaku. Nah kebetulan sekali ada seorang biang gosip yang mulutnya sangat beracun datang ke rumahku. Tetangga itu sudah memanggil dari tadi lalu ibuku yang sibuk baru sempat keluar menemuinya. Tahu sendiri lah bagaimana mulut beracunnya berbicara pagi ini. 

“Ibu siti, kok lama amat sih keluarnya saya panggil dari tadi juga,” celetuk ibu Endang.

“Maaf bu saya sedang menyiapkan ikan yang nanti akan di bawa kepasar, mau beli ikan apa bu?” tanya ibuku.

Bu Endang membeli ikan tongkol kesukaann suminya untuk dimasak. Selain membeli ikan tak lupa pula ia bergosip ria membanggakan anaknya yang lulus bidik misi di universitas negeri bergensi di kota sebelah. Aku sebenarnya mual kalau mendengar ia membanggakan kedua putrinya.

"Bu Siti tahu nggak kalau anakku lolos ujian bidik misi di universitas negeri, masuk rangking sepuluh besar jurusan fisika, hebat toh anakku bu,” ucap Bu Endang yang membanggakan anaknya.

“Syukur kalau Ratna masuk bidik misi di universitas negeri bu,” jawab ibuku sambil menimbang ikan tongkol yang di pesan ibu Endang.

Aku masih mendengar ibu Endang terus mengoceh sepanjang waktu, membicarakan apa yang baik dari keluarganya. Ia juga kepo aku akan sekolah dimana setelah ini karena seumuran dengan Ratna, Bu Endang menganggap jika dagangan ibuku laris di pasar dan juga di rumah pasti akan menyekolahkan aku sampai perguruan tinggi seperti anak-anak yang lain.

"Kalau Dara anak bu Siti mau kuliah apa kerja Bu, jaman sekarang kalau ndak sekolah tinggi itu rugi loh bu, susah cari kerja," kata Bu Endang.

“Anak saya si Dara kerja dulu bu,” jawab ibuku singkat padat dan jelas.

"Oalah bu, jangan pelit pelit to sama anak, jualan ikan juga laris manis, masa buat anak kuliah nggak ada biaya sih," kata bu Endang meremehkan ibuku.

Ibuku menjelaskan jika memang tidak sanggup menyekolahkan aku putri sulungnya sampai perguruan tinggi. Karena aku masih mempunyai tiga orang adik yang harus sekolah. Jika uang dipakai untuk membiayai kuliahku bagaimana nasip ke tiga adikku nanti. Tapi bu Endang masih saja julid dan mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan.

“Bu Siti tak bilangin yo, kalau sama anak itu tidak boleh pelit, sekolah itu demi masa depan anak yang cemerlang,” ucap ibu Endang.

“Saya juga tahu bu Endang, tapi saya ini hanya pedangan ikan, tidak pegawai negeri,” sahut ibukku yang mulai sewot.

Ibuku masuk kedalam rumah karena sudah selesai melayani biang gosip di kampung ini, semoga Bu Endang sadar dan segera pergi dari rumahnya karena semakin di ladeni semakin banyak kata yang terlontar tidak mengenakkan.

Sebagai anak pertama yang masih mempunyai banyak adik tentu saja aku tidak bisa memaksakan kedua orang tuaku untuk menyekolahkan tinggi aku bukan? Sudahlah lebih baik membantu ibu membereskan dagangan untuk berjualan di pasar. Taku yang menggerutu sampai tidak sadat ada ayahku yang sudah pulang dari pasar. 

“Dara, kenapa kamu menggerutu seperti itu?” tanya ayahku yang bernama pak Harun.

“Tidak kok yah, biasa habis ada bu Endang membeli ikan dan membanggakan putrinya yang berprestasi itu loh,” jawabku yang sedikit terkejut melihat ayah pulang.

Ayah memang di pasar dari subuh sampai jam delapan pagi saja. Menunggu ibu selesai mengurus anak-anaknya samapi berangkat sekolah semua baru bertukar posisi ayah di rumah dan ibu berjualan di pasar. Ayah memang paling mengerti aku. Beliau menanyakan kenapa aku sampai menggerutu saat tadi kedatangan bu Endang. Apakah dari mulut racun tetangga bernama bu Endang itu terdengar hal yang membuatku tidak suka?

“Apakah bu Endang ada menyinggungmu sehingga kamu menggerutu kesal?" tanya Ayahku. 

"Ya secara tidak langsung dia menyinggungku yah. Dia menceritakan kalau anaknya keterima bisik misi di salah satu universitas. Sedangkan aku kan tidak bersekolah. Mana dia berkata jaman sekarang kalau tidak sekolah tinggi susah cari kerja,"  jawabku. 

"Kalau begitu kamu harus buktikan pada mulut bu Endang yang semabarangan bicara itu. Kalau tidak sekolah tinggi juga bisa sukses," balas Ayahku bersemangat. 

Ayah sekilas tadi mendengar omongan bu Endang yang membanggakan anaknya terpilih masuk universitas negeri, ayah memikirkan mungkin putrinya ini juga ingin melanjutkan sekolah tinggi seperti anak seusia mereka. Tapi mau bagaimana lagi ayah tidak memiliki banyak biaya untuk menyekolahkanku sampai tinggi karena masih mempunyai tiga adik yang bersekolah.

“Dara, ayah tahu kamu menginginkan sekolah tinggi, untuk sementara kamu kerja dulu ya, kumpulin uangnya dan kamu tahun depan bisa daftar kuliah,” ucap ayah.

“Terima kasih telah menyemangati Dara yah, Dara semakin semangat untuk mencari kerja!” ucap ku bersemangat.

Ayah tersenyum melihatku sudah ceria dan semangat lagi. Karena hari sudah mulai siang ayah segera berangkat ke pasar mengangkut ikan menggunakan becak tetangga. Memboncenng ibuku ke pasar menggunakan motor bututnya.

Hari ini aku dapat panggilan kerja di sebuah perusahan Kosmetik terkemuka di kota ini. Tak butuh waktu lama karena perusahaan membutuhkan karyawan yang sangat cepat, jika aku bisa masuk kerja mulai besok akan segera di terima.

"Karena kamu sudah bersedia mulai kerja besok, jadi saya harap kamu dapat datang tepat waktu, masa training kamu tiga bulan ya,” ucap seorang HRd yang mewawancaraiku.

“Baik bu, besok saya akan datang tepat waktu,” aku menjawab dengan semangat.

Keesokan harinya Aku sudah mulai kerja. Karena ini pertama kalinya aku bekerja maka aku datang lebih pagi. Hrd mengajakku berkeliling memperkenalkan diri sebelum mulai bekerja. Sekarang saatnya aku masuk ke ruangan Adminitrasi, ruangan yang akan menjadi ruanganku bekerja mulai hari ini.

"Pagi semuanya, ini adalah Dara yang akan menjadi teman kerja baru kalian mulai hari ini," jelas HRD kepada staff yang ada di ruang Adminitrasi dan memintaku untuk memperkenalkan diri.

"Selamat pagi, perkenalkan nama saya Dara saya baru saya lulus SMK tahun ini, mohon bimbingannya karena saya belum berpengalaman,” ucapku.

 Usai perkenalan aku diminta duduk di bangku yang telah disiapkan sebelumnya. Manajer Adminitrasi bernama Ibu Sari yang mengajari dan memberi tugas apa saja yang harus dikerjakan olehku sebagai staff Adminitrasi. Seorang Senior bernama Irma terlihat sinis memandangku yang baru saja bekerja.

“Ibu Sari, kok dia lulusan SMK doang bisa kerja sebagai admin sih, harusnya dia bekerja di bagian gudang saja sana, emang bisa kerja admin apa?” sindir Irma.

“Irma kamu tidak boleh berkata seperti itu, dia baru saja masuk sehari kita lihat saja kinerjanya seperti apa setelah tiga bulan,” jawab Bu Sari selaku Manajer.

Bu Sari menasehatiku supaya tidak memasukkan kata-kata Irma kedalam Hati karena memang orangnya suka usil dan gemar bergosip ria. Tapi nanti kalau sudah kenal tidak akan jutek seperti itu. Aku sebagai anak baru harus beradaptasi di tempat kerja.

Tak terasa waktu cepat berlalu aku sudah hampir satu bulan bekerja. Pagi ini seperti biasa bu Endang berbelanja ikan di rumahku. Kali ini mengajak anaknya yang baru saja pulang dari pendidikannya karena ada hari libur alias minta uang saku.

“Pagi bu Siti, biasa saya beli ikan tongkol satu kilo, tahu nggak bu Siti kalau anak saya si Ratna ini udah pinter masuk universitas negeri punya pacar alias calon suami anggota TNI loh bu,” ucap bu Endang.

“Walah alhmadulilah ya bu Endang, masa depan cerah dong!” seru ibuku sambil menimbang ikan tongkol pesanan bu Endang.

Bu Endang semakin membangga-banggakan Ratna putrinya. Sudah cakep, pinter, punya masa depan cerah dan juga pasti nanti akan gampang mencari kerja. Sekilas Endang melihatku yang sudah rapi akan berangkat kerja. Mulutnya tak tahan ingin berkepo ria.

“Bu Siti, Itu si Dara mau berangkat kerja ya, kok bisa ya bu Dara anak ibu cuma lulusan SMK doang bisa jadi admin kantoran, emangnya siapa yang masukin ke sana bu?” tanya bu Endang.

“Nglamar sendiri kok bu Endang cari di internet,” jawab ibuku singkat.

Dari penjual ikan Bu Endang melanjutkan berbelanja di tukang sayuran milik bu Sri. Tak lupa pula ia menjual kaleng alias bergosip ria di tempat tukang sayuran bersama ibu-ibu yang lain. Tanpa ada gosip mungkin bagi Bu Endang akan hampa hidupnya. Bagaikan masak sayur tanpa garam hambar rasanya.

"Eh jeng, tahu ngga katanya anak Bu Siti kerja kantoran jadi admin, percaya nggak jeng?” ucap bu Endang kerika baru saja sampai tukang sayuran yang sudah penuh ibu-ibu ketika pagi hari.

"Kalau saya sih percaya, pakaiannya saja rapi menandakan ia kerja kantoran,” jawab bu Sri.

"Alah kalian itu jangan percaya begitu saja dong, masa cuma lulusan SMK doang bisa jadi admin katoran, modal baju rapi dari rumah saja juga bisa nanti sampai tengah jalan ganti pakaian,” sahut bu Endang lagi.

Akibat lambe lamis tetangga bernama bu Endang, semua ibu-ibu yang ada dipenjual sayuran sibuk menerka pekerjaan apa sebenarnya yang dilakukan olehku seorang anak dari bu Siti penjual ikan di desa Sukma Jaya ini.

“Bu Endang, jangan asal bicara sembarangan!”

“Emang kamu tahu Dara itu kerja dimana?”

Komen (1)
goodnovel comment avatar
irwin rogate
Ceritanya nampak sangat menarik.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status