"Aku kok jadi merinding dan jantungku berdebar kencang banget!" seruku saat melihat detik-detik pak Maulana melangkahkan kakinya lebih dekat ke pintu gudang.
Metta memintaku untuk diam dan memperhatikan saja apa yang akan terjadi.
"Astaga, apa yang kalian lakukan?!" bentak pak Maulana keras sekali sampai menganggetkan kami.
Sesaat kemudian beberapa orang yang mendengar teriakan pak Maulana berhamburan datang mendekat.
"Ada apa pak Maulana?" tanya bu Lisa.
"Lisa suruh orang berhamburan ke sini untuk kembali bekerja!" seru pak Maulana.
Bu Lisa meminta kami semua untuk kembali ke tempat kerja masing-masing sedangkan beliau membereskan masalah yang ada di depan mata.
Plak!
"Dasar sampah kamu Roni. Sudah punya istri masih saja main serong dengan seorang gadis!" gertak pak Maulana kasar sambil menampar pipi adiknya.
"Kak dengarkan aku dulu. Istriku jarang di rumah, kami jarang bersentuhan apa salah aku mencari kehangatan
Doni hanya berkata lihat saja nanti kalau sudah sampai lokasi akan tahu perkaranya apa. Setiap hari ribut sama tetangga apa nggak capek ya bu Endang itu. Aku teringat masalah tadi pagi soal bu Lastri yang mengantar sayur asem ke dua teman gengnya.“Sudah nanti juga tahu. Yuk segera saja ke lokasi,” jawab Doni.“Bikin aku penasaran saja dengan apa yang terjadi,” imbuhku yang semakin penasaran.Kami sudah sampai bale-bale ternyata benar Bu Endang sedang menyemprot bu Lastri dan gengnya. Sepertinya masalah makan-makan yang belum kunjung kelar. Atau yang masalah sindir-sindiran yang dilakukan oleh bu Farah sehingga memicu konflik yang ada.“Kalian itu jangan kekanak-kanakan. Nggak sopan sama yang lebih tua. Ini bukan masalah senioritas masalah sopan santun. Setiap mau makan-makan atau mau lewat sengaja kalian bicara lantang seolah menyindir saya. Siapa yang tidak berasa setiap saya lewat kalian sengaja ngomong yang menjurus ke sa
Bu Sri mendekat ke arah bu Endang terlihat mereka bisik-bisik entah apa yang dibicarakan. Aku tak bisa kepo karena banyak orang. Nanti dikira pengen tahu saja urusan orang."Bu Endang ini gimana sih. Mana ada budget saya beli kompor sampai jutaan di rumah saja kompor seharga tiga ratus ribuan awet banget saya pakai bertahun-tahun," jawab bu Sri."Iya sama perkara kompor saja sampai jutaan, bikin pusing saja kebanyakan utang!" seru bu Endang.Bu Endang dan bu Sri tidak mengambil kompor dan panci seharga fantastis itu. Mereka lebih memilih harga chas ketimbang kredit kompor sampai jutaan."Siapa tadi yang ambil kompor sama panci bu?" tanya bu Arum."Nggak tahu saya nggak sampai selesai bu, malas banget sama orang sok kaya," ucap bu Sri.Keesokan harinya seperti biasa ibu-ibu belanja di warung bu Sri. Dunia pergosipan tentu saja tetap berlanjut. Kebetulan aku di suruh ibu membeli bawang merah juga garam jadi sedikit mendengar gosip ibu-ibu.
Bu Endang memang selalu blak-blakan. Bukan bermaksud syirik dengan apa yang dimiliki oleh bu Lastri tapi cara berbicaranya yang kerap sekali mengundang kekesalan orang lain. Kalaupun kaya ya sudah tidak perlu koar-koar kalau dirinya kaya dan memiliki apa yang tidak memiliki orang lain.Takutnya ada yang tidak suka lalu berbuat kejahatan dengan orang yang asal bicara tersebut. Aku yang berada ditengah-tengah mereka ikut kesal dengan perilaku tetanggaku ini.“Bu Endang ini kenapa sih. Urusin saja urusan ibu sendiri, nggak usah urusin hidup kita, iya nggak jeng Farah!” seru bu Lastri.“He’em syirik saja, memang kita kaya kok. Buktinya mampu makan enak setiap hari. Emas punya, ini yang kita pakai itu asli, emangnya salah kita bilang orang kaya?” tanya bu Farah.Bu Sri yang dari tadi diam ikut menasehati bu Farah dan bu Lastri yang sudah mulai keterlaluan. Jangankan ibu-ibu aku yang anak kecil saja ikut jengkel melihat perilakunya
Irma mengambil dokumen yang ada ditanganku secara dan merobeknya dengan sengaja di depanku."Ups, aku tak sengaja Dara, jadi mau tak mau kamu harus mengulang mengerjakan dokumen yang diminta bu Sari," ucap Irma sambil melempar kertas-kertas itu ke wajahku."Dasar iblis kamu Irma. Kenapa kamu begitu jahat dan selalu menganggapku sebagai musuh. Ini dokumen penting, kalau aku kena marah bagaimana?!" ucapku sangat keras sebagai kode meminta bantuan."Itu salahmu sendiri karena tidak menjaga dokumen penting perusahaan!" seru Irma.Orang dari ruang meeting berhamburan keluar melihat pertikaian kami. Pak Maulana dan bu Sari mendekat ke arah kami. Melihat dokumen yang penting tadi berhamburan ke lantai dan tubuhku genetaran bu Sari merangkulku dan mencoba menerka apa yang terjadi."Dara lalai menjaga dokumen penting perusahaan. Aku ingin lihat hukuman apa yang kalian berikan padanya. Jangan hanya aku saja yang terus disudutkan!" seru Irma.Plak! tam
Bu Lisa meminta satpam untuk memanggil ambulan. Sedangkan aku dan bu Sari membantu Irma untuk berjalan ke depan agar lebih mudah diangkut ambulan saat mobil ambulan datang."Cepat pak angkut dia. Yang lain hubungi keluarganya," pinta bu Lisa."Bu yang menemani ke rumah sakit siapa?" tanyaku yang ikut kepusingan.Bu Lisa yang menemani Irama ke rumah sakit. Sebagai wujud pertanggung jawaban atas kejadian yang dialami Irma. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk membiayai berobatnya Irma."Bias aaya saja. Tadi aku mendorongnya sangat kuat," balas bu Lisa."Lisa bawalah kartu ini untuk biaya berobat Irma. Bagaimanapun ini terjadi di dalam perusahaan," ucap pak Maulana."Baik pak, tolong hubungi keluarga Irma ya pak," pinta bu Lisa.Bu Lisa sudah masuk ke ambulan menemani Irma. Pak Maulana meminta dua bodyguar untuk menemaninya takutnya keluarga Irma tidak terima dengan apa yang terjadi. Kami semua tahu lidah Irma pandai bersilat jadi unt
Bu Lastri tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh bu Endang terhadap dirinya. Dikatakan tidak setia kawan memang benar adanya. Ya mau bagaimana lagi bu Lastri memang tidak membantu apa-apa."Heh kok ngeloyor saja, nggak jawab omongan saya. Munafik kamu jadi orang, maunya berteman kalau senang aja, giliran susah dijauhi," ucap bu Endang."Sudah bu Endang ayo pulang saja. Sekarang kita sudah tahu bagaimana sifat asli bu Lastri seperti apa," kataku agar bu Endang tidak emosi pada bu Lastri lagi."Iya dia maunya sama orang berduit saja. Nggak tahu saja dulu juga kelilit hutang. Setiap pintu rumah diutangin. Sekarang agak enak dikit bisa beli emas belagu!" seru bu Endang.Aku dan bu Endang mengobrol sebentar. Ku dengarkan kelih kesahnya sebelum kami kembali ke rumah masing-masing.Ibuku sudah menunggu di rumah dengan cemas. Ia khawatir kenapa aku tidak pulang-pulang. Doni mengatakan kalau aku melindungi bu Farah dari amukan massa."Dara kamu ngg
Desi menarikku ke ruangan agar tidak kedengaran orang lain. Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi di kantor ini. Desi menutup pintu dan duduk di bangku ia melambaikan tangan untukku."Sini Dara aku ceritain penting banget tahu," ucap Desi pelan."Ada apa sih bikin orang penasaran saja," ucapku.Aku duduk dekat Desi dan mulailah pergibahan kami. Berita ini datangnya dari Irma dia sedang mengalami keguguran. orang tuanya awalnya tidak percaya dengan ucapan Dokter. Katanya anaknya belum menikah kenapa bisa keguguran."Ah yang bener Desi ceritanya?" tanyaku sedikit kaget."Jangan keras-keras Dara. Ini sedikit bocoran dari bodyguard yang mengawal bu Lisa," bisik Desi.Aku mengangguk pelan lalu Desi memulai lagi ceritanya. Orang tua Irma menuduh bu Lisa sengaja mencelakai Irma juga memfirnah Irma keguguran agar tidak bisa dipidana."Aku yakin itu adalah ulah Irma yang memutar balikkan fakta agar orang tuanya tidak marah. Kabarnya si
Pak Maulana mulai geram dengan keluarga Irma yang sudah tahu mereka salah tapi tidak mau disalahkan.Memang orang seperti mereka ini harus diberikan pelajaran. Agar memiliki efek jera. Aku geregetan sendiri melihat dari cctv."Jangan sombong kamu pak, mentang-mentang kaya jangan seenaknya. Anda punya uang kami punya ilmu tenung!" gertak kakak Irma.Aku kaget dengan jawaban itu jadi selama ini Irma menggunakan ilmu pelet untuk memikat pak Roni sehingga bertekuk lutut padanya. Ini semakin tidak beres."Bawa mereka ke kantor polisi semakin cepat semakin bagus. Mereka adalah keluarga sampah ingin kaya dengan menghancurkan keluarga orang lain," ucap pak Maulana geram."Percaya atau tidak kami akan mengirim santet pada kalian semua," balas ibunya Irma.Akhirnya mereka semua dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan kesalahan mereka. Aku tak habis pikir dengan pemikiran mereka yang serakah akan harta orang lain."Akhirnya mereka d