Bu Lisa meminta satpam untuk memanggil ambulan. Sedangkan aku dan bu Sari membantu Irma untuk berjalan ke depan agar lebih mudah diangkut ambulan saat mobil ambulan datang.
"Cepat pak angkut dia. Yang lain hubungi keluarganya," pinta bu Lisa.
"Bu yang menemani ke rumah sakit siapa?" tanyaku yang ikut kepusingan.
Bu Lisa yang menemani Irama ke rumah sakit. Sebagai wujud pertanggung jawaban atas kejadian yang dialami Irma. Perusahaan juga bertanggung jawab untuk membiayai berobatnya Irma.
"Bias aaya saja. Tadi aku mendorongnya sangat kuat," balas bu Lisa.
"Lisa bawalah kartu ini untuk biaya berobat Irma. Bagaimanapun ini terjadi di dalam perusahaan," ucap pak Maulana.
"Baik pak, tolong hubungi keluarga Irma ya pak," pinta bu Lisa.
Bu Lisa sudah masuk ke ambulan menemani Irma. Pak Maulana meminta dua bodyguar untuk menemaninya takutnya keluarga Irma tidak terima dengan apa yang terjadi. Kami semua tahu lidah Irma pandai bersilat jadi unt
Bu Lastri tidak menanggapi apa yang dikatakan oleh bu Endang terhadap dirinya. Dikatakan tidak setia kawan memang benar adanya. Ya mau bagaimana lagi bu Lastri memang tidak membantu apa-apa."Heh kok ngeloyor saja, nggak jawab omongan saya. Munafik kamu jadi orang, maunya berteman kalau senang aja, giliran susah dijauhi," ucap bu Endang."Sudah bu Endang ayo pulang saja. Sekarang kita sudah tahu bagaimana sifat asli bu Lastri seperti apa," kataku agar bu Endang tidak emosi pada bu Lastri lagi."Iya dia maunya sama orang berduit saja. Nggak tahu saja dulu juga kelilit hutang. Setiap pintu rumah diutangin. Sekarang agak enak dikit bisa beli emas belagu!" seru bu Endang.Aku dan bu Endang mengobrol sebentar. Ku dengarkan kelih kesahnya sebelum kami kembali ke rumah masing-masing.Ibuku sudah menunggu di rumah dengan cemas. Ia khawatir kenapa aku tidak pulang-pulang. Doni mengatakan kalau aku melindungi bu Farah dari amukan massa."Dara kamu ngg
Desi menarikku ke ruangan agar tidak kedengaran orang lain. Aku semakin penasaran dengan apa yang terjadi di kantor ini. Desi menutup pintu dan duduk di bangku ia melambaikan tangan untukku."Sini Dara aku ceritain penting banget tahu," ucap Desi pelan."Ada apa sih bikin orang penasaran saja," ucapku.Aku duduk dekat Desi dan mulailah pergibahan kami. Berita ini datangnya dari Irma dia sedang mengalami keguguran. orang tuanya awalnya tidak percaya dengan ucapan Dokter. Katanya anaknya belum menikah kenapa bisa keguguran."Ah yang bener Desi ceritanya?" tanyaku sedikit kaget."Jangan keras-keras Dara. Ini sedikit bocoran dari bodyguard yang mengawal bu Lisa," bisik Desi.Aku mengangguk pelan lalu Desi memulai lagi ceritanya. Orang tua Irma menuduh bu Lisa sengaja mencelakai Irma juga memfirnah Irma keguguran agar tidak bisa dipidana."Aku yakin itu adalah ulah Irma yang memutar balikkan fakta agar orang tuanya tidak marah. Kabarnya si
Pak Maulana mulai geram dengan keluarga Irma yang sudah tahu mereka salah tapi tidak mau disalahkan.Memang orang seperti mereka ini harus diberikan pelajaran. Agar memiliki efek jera. Aku geregetan sendiri melihat dari cctv."Jangan sombong kamu pak, mentang-mentang kaya jangan seenaknya. Anda punya uang kami punya ilmu tenung!" gertak kakak Irma.Aku kaget dengan jawaban itu jadi selama ini Irma menggunakan ilmu pelet untuk memikat pak Roni sehingga bertekuk lutut padanya. Ini semakin tidak beres."Bawa mereka ke kantor polisi semakin cepat semakin bagus. Mereka adalah keluarga sampah ingin kaya dengan menghancurkan keluarga orang lain," ucap pak Maulana geram."Percaya atau tidak kami akan mengirim santet pada kalian semua," balas ibunya Irma.Akhirnya mereka semua dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan kesalahan mereka. Aku tak habis pikir dengan pemikiran mereka yang serakah akan harta orang lain."Akhirnya mereka d
Aku menggelengkan kepalaku mengatakan kepada dua temanku kalau kita tidak perlu membalas perbuatan keji Irma. Karena sekarang ia sudah mendapatkan balasan atau karma yang atas perbuatan kejinya."Tidak perlu, karena sudah ada campur tangan Tuhan yang membalas perbuatan Irma!" jawabku."Dara hatimu sungguh mulia. Aku harus belajar jadi orang baik sepertimu," ucap Metta.Aku hanya tersenyum kepada temanku itu. Ajaran bapakku jika ada orang yang menyakiti tidak perlu membalas perbuatannya karena cepat atau lambat Tuhan akan membalasnya sesuai dengan perbuatan jahat seperti apa yang dilakukan oleh musuh kita."Jangan belajar dariku. Tapi cobalah untuk mengontrol emosi kalian sendiri," balasku."Pokoknya aku penggemarmu mulai sekarang Dara, terbaik deh!" seru Desi.Jam kantor sudah selesai kami pulang ke rumah masing-masing. Kebetulan hari ini aku libur kuliah aku gunakan untuk beristirahat dirumah dengan santai saja. mendengarkan musik di kamark
Bu Sri melihat warungnya yang sedang ramai kemudian berlari masuk ke dalam. Beliau mengucapkan terima kasih padaku karena telah mengingatkan kalau dia punya warung. Aku berjalan ke warung bu Sri, entah apa yang akan aku beli yang penting menuju warung dulu agar tidak terlalu mencolok mencampuri urusan orang tua itu."Waduh maaf-maaf ya ibu-ibu gara-gara kesal hutang belum dibayar jadi meninggalkan warung. ayo-ayo siapa lagi yang mau belanja sayuran?" tanya bu Sri yang sudah siap melayani pelanggannya."Orang modelan begitu emang sekali-kali disemprot. Kirain saya sudah tobat nggak punya hutang lagi, soalnya kalau ada bank plecit yang ngumpul pagi-pagi untuk nagih hutang suka ngomongin bu," ucap salah satu warga yang membeli sayuran.Aku penasaran ngomongin apasih bu Lastri kalau ada bank plecit yang suka datang ke desa ini. Kalau pagi biasanya suka kumpul di warung kopi. Lalu menyambangi rumah warga yang pada ambil dana."Ngomong bagaimana bu?" tanya bu S
Aku lihat raut wajah bu Lastri jadi pucat mungkin karena malu. Sedang berdebat tidak mempunyai hutang dengan bu Endang. Beliau masih saja menghina warga sini yang mengambil bank plecit sungguh manusia yang tidak punya etika. Seketika wajahnya tampak malu aku juga melihatnya ia sesekali mencuri pandang ke bu Endang."Nanti siang saja balik lagi, belum dikasih uang belanja sama bapaknya," ucap bu Lastri."Beneran ya bayar, jangan libur melulu, nanti bunganya tambah besar," balas petugas bank plecit itu.Petugas bank plecit itu sudah pergi menagih nasabah yang lain. Tentu saja bu Endang sudah siap untuk memberikan suara vokal terindahnya kepada bu Lastri. Seorang yang mempunyai hutang sendiri tapi suka mengomentari orang lain yang berhutang."Walah katanya tidak punya hutang, tapi ditagih sama bank kamisan. Haduh kalau itu aku mah malu sekali," ucap bu Endang."Hutang saya 'kan saya sendiri yang bayar kenapa bu Endang ikut campur masalah saya?" tanya
Segerombolan anak muda yang nongkrong di gang dekat rumahku itu sengaja membuatku naik darah.Mereka mengatakan yang tidak-tidak tentangku."Eh Dara sombong amat mentang-mentang anak kuliahan. Paling juga nyambi jadi ayam kampus!" seru salah seorang pemuda."Yoi mamen, sombong banget jadi orang nggak mau kenal sama tetangga sendiri. Ya iyalah udah kena sama burungnya om-om secara gitu jadi ayam.kampus." celetuk seorang pemuda lagi sambil menyalakan rokoknya.Aku seorang wanita sendirian tak bisa melawan mereka. Lebih baik segera pergi dari tempat menjengkelkan ini. Siapa sih yang jadi ayam kampus. Mereka pemuda pengangguran yang tak tahu perjuanganku ini seperti apa. Seenak jidatnya mengatakan hal yang membuatku sakit hati."Kenapa kamu ngos-ngosan seperti itu Dara. Apa kamu dikejar anjing?" tanya ibuku ketika aku sampai rumah."Minum dulu bu. Ada segerombolan pemuda yang mengatakan aku seorang ayam kampus kalau pulang malam-malam bu!"
"Kamu nggak apa-apa 'kan Dara?" tanya bu Endang yang membantuku bangun dari jatuhku. Aku menggelengkan kepala mengatakan tidak dan menjelaskan apa yang menjadi masalah hidupku saat ini. Aku harus meminta bapak pulang saja. Akan sama gilanya jika meladeni bu Mutia dan putranya yang tidak punya malu itu. Aku bersama bu Endang menghampiri orang tuaku. Untuk mengajak mereka pulang agar tidak jadi bahan gibah tetangga. Walau sudah terlanjur setidaknya harus berhasil membawa orang tuaku masuk rumah dulu. "Pak, bu ayo pulang malu di lihat tetangga!" ajakku tegas. "Halah darimana saja kamu dari munjul. Apa takut terbongkar kedokmu sebagai ayam kampus beneran!" seru bu Mutia. "Heh bu Mutia sadar diri dong. Ngatain anak orang sembarangan. Suruh anakmu kerja jangan jadi pemuda pengangguran kalau naksir anak perempuan yang cantik dan pekerja keras kaya Dara. Cinta ditolak kok menebar fitnah," balas bu Endang tegas dan langsung ngena di hati bu Mutia.