Pak Rt menyunggingkan senyuman. Beliau meminta untuk musyawarah kembali ke rumah bersama keluarga. Mungkin ini terkait laporan polisi yang aku ajukan ke kantor atas tuduhan pencemaran nama baik.
"Tidak bu, mumpung bapak dan ibu Dara ada di rumah kami ingin bicara secara kekeluargaan saja kok," ucap pak Rt.
"Apa pak rt meminta agar Dara mencabut laporan polisi yang sudah dibuat. Jangan ngadi-ngadi pak. Ini untuk menjadikan pelajaran untuk kita semua agar tidak saling menghujat sembarangan!" seru bu Endang.
Bu Mutia langsung sewot mendengar mulut bu Endang itu. Bagaimana bisa bu Endang berkata jangan menghujat sembarangan padahal bu Endang sendiri suka berkata sembarangan dan menjengkelkan kepada warga yang lainnya.
"Ngaca dong bu Endang gimana sih. Bu Endang 'kan suka ngomong nggak jelas juga sampai orang sakit hati!" seru bu Mutia.
"Itu kan dulu bu karena khilaf aja, emang kenapa sih orang juga ada salahnya. Sekarang kehidupan sudah berbeda. Dunia
Au menyipitkan mata mendengar jawaban pak rt yang terlalu tebelit-belit itu. kenapa harus menunggu minggu depan. Pak rt dan bu Mutia terlihat saling tatap dan kemudian gagap menjawab pertanyaan ibuku. "Anu bu Siti anu ...," ucap pak rt gagap dan kelihatan bingung menjawab. "Kalau tidak jelas silahkan pergi dari rumah saya. Jalani saja persidangan yang sudah menanti untuk anak anda," ketus ibuku. Bapakku juga sependapat dengan ibuku. Beliau meminta pak rt dan istriny pulang karena tidak jelas kedatangannya untuk apa. Lebih baik puang dan dinginkan pikiran karena saat ini anaknya juga sedang terkena kasus lain. Mungkin bisa menjernihkan pikiran dan melapangkan dada di rumah sebelum mengurus masalah yang lain karena akan membuat pusing kepala saja dan tidak akan pernah selesai masalah jika pikiran kacau dan hati tidak tenang dalam menyelesaikannya. "Tunggu dulu dong bu Siti gitu aja marah. Bener-bener ya kalian itu tidak ingin diajak damai," cele
Irma kaget dan tampak marah mendengar apa yang aku katakan. Mungkin saja itu benar apa yang aku katakan sehingga Irma terdiam sejenak meloto ke arahku.Biasanya ia akan segera membantah sepertinya hari ini Irma seperti menahan dan tak ingin sembarangan berkata."Kamu sekarang mulai berani padaku ya! Dahulu kamu cupu dan pura-pura kalem. Sekarang sifat asli kamu mulai kelihatan," seru Irma."Orang itu ada batas sabarnya. Aku muak menjadi orang lemah dan ditindas oleh orang murahan sepertimu, oh iya kok pertanyaanku nggak dijawab. Siapa yang aku laporkan polisi sehingga kamu ikit nggak terima?" ucapku tegas.Irma mundur selangkah demi selangkah. Tapi aku maju selangkah mengokutinya yang mundur satu langkah. Aku sekarang akan balik menyerang setiap orang yang menindasku.Menjadi orang baik akan terus disakiti juga ditindas oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab. Mereka puas kalau orang ditindas tidak melawan.Apa mereka pikir mereka itu he
Irma geregetan mungkin mendengar pertanyaanku. Orang seperti Irma ini yang aku herankan kenapa tak pernah kapok ya melakukan kejahatan."Kau ini sungguh keyerlaluan. Kau sengaja membuatku bicara pekerjaan sampingan yang aku lakukan. Kamu wanita rubah!" gertak Irma."Kau yang pertama melakukan kejahatan padaku. Kau yang duluan menggangguku kenapa seakan jadi aku yang jahat dan kau yang tertindas?" tanyaku dengan santai.Irma terlihat menggertakkan giginya. Aku semakin sengaja ingin membuatnya marah. Seseorang jalang yang meneriaki orang lain sebagai jalang. Kurang ajar sekali dia ini, coba mau menjawab apa lagi dia ini?"Aku hanya bertanya baik-baik kau yang terus menekanku untuk membuka aib di depan umum 'kan. Kau yang melakukan trik murahan Dara bukan aku," ucap Irma."Aku yang menggunakan trik kotor. Bagaimana mungkin aku yang sedari tadi sibuk bekerja bisa membuat keributan. Orang yang suka mencari kebenaran biasanya adalah pelaku yang sesungguh
Antrean terlalu panjang seperti ini mengapa membuatku kesal. Seperti sia-sia tadi aku buru-buru dan menyiapkan segala sesuatunya dengan cepat. Ternyata sampai kampus banyak sekali yang sudah bersusah payah untuk sampai ke titik ini."Dara kenapa kamu duduk di sini?" tegur seorang temanku."Aku sedang menyerahkan hasil akhir skripsiku. Tapi antrean banyak begini. Kamu juga satu dosen pembimbing denganku 'kan?" tnayaku."Kau salah mengantre. Dosen pembimbing kita ada disana, bukan disini," temanku menunjuk satu ruangan yang ada disana.Aku jadi malu karena bisa salah ruangan. Mungkin karena mengantuk dan terlalu bersemangat. Saatnya menuju ruang dosen untuk segera mengumpulkan naskah skripsiku. Hatiku bergetar hebat dan selalu berdoa semoga aku bisa lanjut sidang."Bagimana Dara hasilnya?" tanya temanku yang sudah selesai bimbingan."Aku sudah selesai bimbingan dan juga di acc menuju sidang tapi harus banyak revisi," jawabku."Kalau beg
Husna menatapku tajam. Sepertinya dia sangat marahh dengan apa yang aku tanyakan tapi 'kan jika kau tidak bertanya nanti bagaimana kalau beneran dia tidak menyayangi anaknya sendiri dan sibuk bermesraan dengan lelaki manapun yang dia suka.Aku hanya memikirkan nasib bocah yang dilahirkan oleh Husna. Bayi itu nanti akan tumbuh besar dan ketika melihat anak-anak yang lain bersama sang ayah namun dia sendiri tidak bagaimana rasanya."Halah itu urusan belakangan Dara. Nanti aku tinggal bilang bapaknya sudah mati atau apalah kecuali lingkungan sini ada yang ember mulutnya kaya ibu-ibu di warung sini nih. pasti sudah pada heboh ngomongin aku yang hamil lagi 'kan," celetuk Husna yang aku rasa otaknya sudah gila."Heh Husna kamu memang benar-benar nggak punya hati nurani ya. Mau sampai kapan kamu seperti ini terus. Kalau ada kejadian kedua seperti ini apa kamu mau melahirkan anak tanpa suami untuk yang ketiga kalinya, terus nggak dinikahin lagi?" tanya bu Endang yang ke
Bu Endang kesal sekali mendengar apa yang dikatakan oleh Mamat. Sudah tidak mau bertanggung jawab masih saja mengatakan hal yang menjengkelkan. Perut sudah besar seperti ini kenapa di suruh menggugurkan. Dasar lelaki tak punya hati."Heh kamu ini pemuda tidak punya otak ya. Ini perut juga sudah besar apa tidak ada sedikitpun kamu menyesal menghamili anak orang. Kamu tidak takut karma yang akan datang. Kamu punya adik perempuan juga apa tidak takut akibat ulahmu adikmu akan bernasib sama dengan wanita yang kau campakan ini nantinya?" tanya bu Endang."Itu urusan belakangan bu. Adik saya saya jaga ketak tidak boleh sembarangan mengenal pria!" seru Mamat yang berhati busuk itu.Bu Endang masih melawan kata-kata Mamat yang menyakiti hati seluruh wanita. Tapi Husna sekarang mengeluarkan suaranya. Ia sudah tidak mau dihina lagi sama Mamat ia memutuskan untuk tetap melahirkan anaknay walau tanpa pertanggungjawaban Mamat."Bu Endang sudah cukup. Kita pulang saja
Ternayata itu adalah pak Hansip warga kami. Beliau melerai kedua belah pihak agar tidak ada yang bertengkar sampai jambak-jambakan lagi."Bu mutia duluan yang melakukan kejahatan pak. Dia mau jual anak saya katanya!" seru bu Endang sambil membetulkan kerudungnya."Halah bu Endang duluan yang ikut campur urusan anak saya yang hamil lagi," jelas bu Mutia sewot."Anakmu hamil lagi?" tanya pak hansip terkaget-kaget.Pak Hansip yang kaget itu refleknya sungguh lucu. Aku terpingkal saat ia mencengkram lengan tangan bu Mutia lalu di suruh duduk di bale-bale dan di introgasi."Biasa saja pak Hansip. Memang benar kok kami semua tadi habis ke rumah si lelaki itu tapi nggak mau tanggung jawab lagi," jawab bu Sri."Bu Mutia apakah betul apa yang dikatakan oleh bu Sri barusan?" tanya pak hansip.Bu Mutia membetulkan apa yang dikatakan oleh bu Sri. Ia juga mengomel warga desa sukma jaya itu suka ikut campur terlalu dalam urusan pribadi tetangganya.
Pak hansip desa kami pergi sampil memberikan kode dari tangannya. Tapi aku tidak tahu apa artinya itu. Ibu-ibu pada ngomel dan tertawa lagi karena tingah lucu pak hansip. Beliau itu memang kalau sore apalagi malam suka keliling sekitaran desa untuk patroli. Aku rasa pak hansip kabur karena melihat sesuatu yang membuatnya takut."Walah ada ibu-ibu cantik di sini pantesan hansip saya kok nggak nongol-nongol, sampai lupa di mintai tolong apa," ucap pak rw yang berkeliling menggunakan motor."Eh pak rw memangnya pak hansip dimintai tolong apa pak?" tanya bu Endang."Ya sesuatu yang bersifat rahasia pokoknya," balas pak Rw."Jangan-jangan pak rw punya istri muda ya?" tanya bu Endang lagi menyelidik.Pak rw tersenyum sinis pergi meninggalkan ibu-ibu yang masih sibuk bergosip. Beliau menyalakan motor dan kembali berkeliling desa. seperginya pak rw dari lingkungan tempatku tinggal mereka kembali sibuk bergosip."Bu kok suami saya nggak pulang-pulang