Irma terlihat gemetaran karena merasa salah. Pak Roni berani menjamin kalau Irma tidak salah dan akulah pembuat onar yang sesungguhnya. "Aku berani bertaruh kalau istriku tidak salah," balas pak Roni."Baik cepat tolong putat cctv dan kita lihat bersama," pinta Nungki.Bagaian IT memutar cctv yang ada lalu kami melihat bersama ternyata memang Irma biang keladi semua ini. Tidak usah berkata dengan melihat orang bodohpun bisa menilai siapa yang salah kok."Tidak mungkin ada asap kalau tidak ada api. Pasti ada yang membuat istriku marah terlebih dahulu sehingga mendamprat Dara," balas pak Roni."Benar itu Nungki kamu tidak bisa melihat dari salah satu sisi saja. Aku tidak bersalah Roni hanya ingin melindungi aku saja sebagai wanita yang ia cintai," balas Irma.Nungki meminta bodyguard yang ia bawa untuk menyelesaikan masalah ini dengan caranya sendiri. Karena lapor polisi percuma karena Irma tidak takut dipenjara. Baginya berurusan dengan polisi sudah bias
Nungki menyemangatiku agar tidak patah semangat. Ia juga mendoakan agar aku mendapatkan nilai terbaik.Dengan jantung berdetak keras aku memasuki ruangan sidang dan menyerahkan proposal tugas akhir ke dosen penguji."Silahkan dimulai," ucap satu Dosen pembimbing."Baik bu Terima kasih," balasku.Aku memulai presentasi di depan dua Dosen penguji. Selesai presentasi Dosen memberikan beberapa pertanyaan. Kenapa aku jadi ngeblank dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang seharuanya mudah. "Kamu ini mengerjakan sendiri apa tidak sih kenapa nggak bisa menjawan?" tanya Dosen penguji."Bisa kok bu," jawabku."Bisa apa kenapa susah berkata-kata? Ya sudah deh kamu nggak lulus!" tegas dosen penguji."Bu berikan saya perntanyaan lagi pasti nanti saya bisa jawab!" pintaku.Aku menangis tersedu-sedu dalam ruangan sidang. Beberapa pertanyaan lagi dilontarkan dan aku bisa menjawab walau terbata. "Bagus tadi kenapa apa kamu grogi?" tanya dosen penguji.
Irma menuduhku yang tidak masuk akal. Aku yang menggunakan ilmu pelet, naik ke atas ranjang Nungki dan berbagai macam tuduhan jelek lainnya.Aku juga tidak tahu Dokter ini untuk apa. Nurut dulu deh supaya Irma semakin marah."Ini untuk visum karena mau melaporkan kalian ke pihak berwajib," ledek Nungki."A-apa ini tidak masuk akal. Kak kamu tega menjebloskan aku ke penjara?" tanya pak Roni."Tergantung dari hasil pemeriksaan Dokter ya," jawab pak Maulana.Bu Rina mengajakku naik ke lantai atas ke kamar Nungki untuk pemeriksaan. Sampai kamar bu Rani meminta Dokter perempuan saja yang memeriksaku."Jadi bu Rani meminta kami untuk mengobati memar di pipi calon menantunya ya?" tanya Dokter."Iya Dok. Oh iya Dara karena mertua saya sudah termakan omongan Irma kalau kamu sudah tak suci lagi. Maka aku meminta Dokter keluarga kemari untuk memeriksamu. Aku yakin kamu masih bersih kok," ucap bu Rina.Bu Rina menjelaskan semuanya kalau nanti hasil pemeriksa
Aku tersenyum dan mengibaskan rambutku yang sedikit masih basah ini. Sampai bagian rambut saja dipermasalahkan sama tetangga."Emang aku habis DP kok bu. Bukankah itu syarat untuk orang yang akan menikah?" tanyaku."Heh gadis tak tahu malu. Belum sah ya nggak boleh enak-enak dong," jawab bu Endang sedikit kencang.Sedikit terpancing pasti setelah ini akan ada orang dari tetangga lainnya yang datang mengahmpiri bu Endang. Ya siapa lagi kalau bukan ibu-ibu tukang gosip yang mendengar suara kencang bu Endang ini. Aku sudah tahu kalau ini adalah kode agar teman-temannya menghampiri dan ikut nimbrung mengolokku."Eh-eh ngomonngin DP apa nih bu Endang. Kalau belum sah ya belum boleh bergaul dong!" seru bu Mutia."Ini nih anak gadis resmi lamaran aja belum masa sudah main basah-basahan gini lihat nih," ucap bu Endang menunjukku.Bu Mutia sibuk melihat rambut yang masih agak basah sampai matanya melotot seperti itu. Entah apa yang ada dipikirannya saat in
Bapak keluar rumah dan bertanya kebenaran apa yang diucapkan oleh bu Endang. Bapak kalau sudah marah akan membuat ibu-ibu itu ketakuan."Loh pak Harun ini gimana toh, biasanya kalau seorang gadis tahu-tahu mau menikah padahal sebelumnya tidak ada kepikiran menikah ya harus dicurigai toh," jawab bu Endang."Jadi besok kalau si Ratna atau Fitri menikah patut saya curigai juga?" tanya bapakku."Ya enggak gitu juga pak," balas bu Endang.Bu Endang merangkai kata agar bapakku tidak terlalu marah. Sedikit penjabaran kalau memang aku sudah hamil makanya buru-buru minta nikah. Padahal biasanya aku ini kalau disinggung untuk menikah secepatnya akan menghindar dan menjawab nanti dulu karir dulu. Itu menurut pengamatan bu Endang."Bu Endang bener loh pak Harun. Anakmu si Dara itu 'kan paing anti membicarakan soal menikah usia muda lalu untuk apa sekarang tiba-tiba menikah cepat?" tanya bu Mutia."Kalau hamil dan lahir duluan bayo yang di kandung
Rombongan keluarga Nungki memasuki area rumahku. Disambut dengan hangat oleh keluarga yang ada di rumahku. Banyak sekali barang bawaan yang dibawa tak luput dari sorot mata ibu-ibu tukang gosip di lingkunganku tinggal. "Banyak amat sih barang yang dibawa untuk lamaran," bisik bu Endang. "Iya semuanya barang mahal kelihatannya. Lihat saja semua keluarganya yang datang. Borjuis semua," bisik bu Mutia. Nada sumbang itu tetap saja terdengar olehku. Yang seperti ini saja diomongin apalagi yang biasa saja. Jadi aku itu memang serba salah mau bener mau salah mau apa saja tetap jadi bahan gosip manusia seperti bu Endang itu. "Kamu dengar nggak tadi dibawain uang berapa?" tanya bu Mutia mencolek bu Endang. "Aku same keselek dengernya. Banyak banget uangnya, itu uang hasil ngutang bank atau tabungan dia," jawab Bu Endang. Tuh 'kan dibawain uang banyak aja masih jadi bahan gosip. Di katain utang bank lah terlalu mewah untuk orang kampung sepertiku lah. Anak t
Hidup bertetangga itu saling gotong royong saling membantu satu sama lain. Menurut para tetanggaku itu keluargaku tidak menerapkan prinsip gotong royong di suatu lingkungan. Mereka mempermasalahkan hari lamaranku yang mengambil katring dari luar bukan masak sendiri bayar tukang masak tetangga juga tukang cuci piring dari tetangga sendiri. "Pak kalau punya hajat itu lihat tetangga sekeliling, bagi-bagi rejeki maksudnya ada tukang masak dekat rumah tukang cuci piring juga. Pak Harun malah ambil katring untuk acara lamaran putrinya sepertinya takut makanannya habis dibawain pulang tukang masak sama tukang cuci piring ya," jawab Bu Endang. "Haha ... jadi begitu masalahnya ya. Bu Endang lihat dong di atas meja hidangan ada tulisan apa? Itu adalah masakan dari restoran calon menantu saya, begitu saja kok di ributin sih bu," ucap bapakku sambil tertawa. Bu Endang dan bu Mutia melihat meja prasmanan yang memang ada keterangan dari restoran mana. Di sana jelas tertulis re
Bu Endang menatap bapakku tajam. Ingin aku tertawa keras tapi takut nanti akan membuat malu bu Endang. Aku sangat suka dengan gaya bapak membalikkan kalimat bu Endang tadi yang mengingatkan untuk ingat ada tetangga yang berprofesi sebagai tukang masak. "Loh kenapa harus ingat tetangga pak Harun?" tanya Ratna."Kata bu Endang aku makai jasa katring karena nggak mau ingat ada tetangga yang tukang masak juga takut masakannya dibawa pulang sama yang masak," jawabku."Ibu ini gimana sih. Kalau aku mah mendingan katring sudah terima beres nggak capek," balas Ratna.Ratna menggerutu kesal dengan pemikiran ibunya yang masih kolot. Emang enak apa ya ibu dan anak ini sedikit merasa malu karena ada perbedaan pendapat."Ratna nggak boleh begitu kita ini hidup bertetangga ya harus gotong royong minta bantuan tetangga. Itung-itung bagi rejeki gitu loh!" seru bu Endang."Bagi-bagi rejeki apa sih bu yang ada kita jadi tekor. Enak kaya Dara gini katring biaya murah makananny