Bu Mutia menjelaskan apa yang ia maksud. Pak Nurdin secara seksama mendengarkan dan mencoba mencerna apa yang dimaksud oleh bu Mutia. Aku juga ikut buka suara sedikit saja untuk memperjelas apa yang disampaikan oleh bu Mutia. Pak Nurdin mengangguk pelan-pelan sepertinya sudah mengerti apa yang kami maksudkan."Tapi pak Nurdin biar lebih jelas suruh si Fitri menemui kita saja menjelaskan apa yang menjadi permasalahan di sini," ucap bu Mutia."Untuk apa kamu suruh anakku keluar hah. Cukup suamiku saja yang menjelaskan sepertinya sudah memperjelas semuanya," balas bu Endang ketus."Kamu menyuruh anakku klarifikasi kenapa giliran anakmu tidak mau hah. Dasar manusia ular kamu!" seru bu Mutia kesal sekali.Pak Nurdin akhirnya yang menjelaskan dan kami semua mendengarkan apa yang disampaikan memang cukup jelas sih. Fitri memang di sukai oleh anak pemilik pesantren tapi beliau sudah mempunyai dua istri. Pak Nurdin tidak memberikan ijin kalau anaknay harus menjadi
Aku tersenyum pahit saat bu Endang mengatakan itu kenapa bisa kata seperti itu begitu enteng terucap. Ilmu pengasih seperti apa yang aku pakai ini. Aku berharap bu Endang dapat memegang atau mempertanggungjawabkan kata-katanya."Bu Endang jangan asal bicara ilmu pengasih apa? Atau jangan-jangan bu Endang yang masuk pesantren tubuhnya seperti kebakar karena kebanyakan jin tukang gosip yang menempel!" jawabku."Kurang ajar kamu ya nggak sopan sama orang tua," hardik bu Endang."Saya akan sopan kalau lawan bicara saya juga sopan," jawabku lagi.Para ibu-ibu yang menonton kejadian ini tertawa bersama. Menertawakan bu Endang yang memang suka bergosip, walaupun dia bilang kalimat demi kalimat yang ia lontarkan sudah terverifikasi dan dapat dipertanggung jawabkan sama saja dengan kepo pada masalah orang."Sudah-sudah jangan berdebat lagi, ibu juga jangan asal bicara nanti orang lain tersinggung," pinta Fitri."Coba Fit. Kamu kan sudah lama di pesantren ibunya d
Fitri tersenyum lalu berkata dia pertama kali mengeanl anak pemilik pesantren itu adalah ketika mengajar di kelasnya. Karena sering bertemu karena Fitri timbul kedekatan diantara mereka."Saya pertama kali bertemu dengan beliau saat mengajar di kelas bu. Saya sendiri juga menyukinya makanya mau untuk dinikahi, tapi bapak tidak menyetujuinya," balas Fitri."Ya jelas tidak menyetujuinya, bapak mana yang mau anaknya menjadi istri ketiga. Orang ibunya saja kalau ada istri kedua atau pelakor mulutnya gatal menghiannya. Masa anaknya mau jadi istri ketiga,"ucap bu Mutia sambil terkekeh menertawakan bu Endang.Pak Nurdin mengatakan tidak akan merestui hubungan mereka. Dan akan memindahkan Fitri ke pesantren yang lainnya. Demi kebaikan bersama dan tidak ada lagi hal yang tidak diinginkan pak Nurdin berencana memisahkan mereka.Aku sangat lega mendengar hal ini. Semoga keputusan pak Nurdin adalah keputusan yang terbaik bagi anaknya juga kedua belah piha
Bu Endang ternyata pingsan mungkin sudah tak kuat lagi menahan gejolak yang ada di hatinya. Anak-anaknya membuatnya kecewa."Tenang ibu-ibu, kita bagi dua saja ya. Satu mengurus bu Endang. Satu lagi kelompok ikut kami ke bidan," pintaku."Baik kalau begitu bu Endang serahkan pada kami saja!" seru bu Mutia selaku bu Rt.Akhirnya kami dibagi menjadi dua kelompok. Satu kelompok mengurus bu endang yang pingsan. Kelompok kedua mengurus Fitri untuk menjalani pemeriksaan di bidan."Bu Bidan mohon maaf mengganggu malam-malam begini. Saya ingin melakukan pemeriksaan usg untuk adik kami," pintaku."Baiklah silahkan masuk," jawab bu Bidan.Tak butuh waktu lama bu Bidan memeriksa manual dan juga usg. Setelah aku menjelaskan maksud kedatangan kami untuk apa. Bu bidan tersenyum menatap wajah manis Fitri lalu menasihatinya."Kamu itu masih muda. Masa depan masih panjang untuk apa menipu orang tua. Menikah bukan untuk main-main banyak yang perlu dipersiapkan, a
Aku kembali menyerahkan surat keterangan dari Bidan kepada bu Endang yang masih emosi. Mau tak mau bu Endang harus tahu kalau sebenarnya Fitri tidak hamil, itu hanya sebuah alsan agar bapaknya memberikan ijin menikah. "Bu Endang kalau tidak mau baca dulu ya nggak bakalan tahu apa isinya loh," ucapku. "Apa kamu sedang meledekku hah! Aku tahu isinay pasti adalah sudah berapa usia janin di kandungan Fitri anak durhaka itu," ucap bu Endang. Aku membacakan apa yang tertera di surat itu. Karena isinya menyatakan bahwa Fitri tidak mengandung. Ibu-ibu yang lain kaget bukan main. Kenapa Fitri bisa mengatakan kalau sedang hamil. Sebegitu ngebetkan ingin kawin sehingga membohongi semua orang. "Apa yang ada dipikiranmu Fitri sehingga gampang banget berkata kalau kamu hamil. Memang menikah itu enak apa. Kalau beras dan gas habis bersamaan nanti kamu akan pusing memikirkan masalah yang timbul saat berumah tangga, kamu itu kok nggak berpikir dulu kalau mau bertindak samapi ibum
Aku mengangguk mengerti apa yang dimaksud oleh Nungki. Jika aku menjawab apa yang ibu-ibu itu katakan pasti akan dicap orang yang sombong, tidak sopan dengan orang tua, dan masih banyak drama lainnya. "Kamu benar mereka memang tukang drama. Selesai denagn gosip satunya sibuk mencari gosip yang lainnya. Gemar sekali mencari celah kesalahan orang lain," balasku. "Sudah sampai cepatlah bekerja. Bulan ini terakhir kamu bekerja kan ya," ucap Nungki. Bulan ini tinggal beberapa hari lagi aku bekerja di perusahaan kosmetik yang secara tidak langsung tempatku mencari nafkah juga membiayai kuliahku. Aku mengucapkan terimakasih kepada semua kenangan indah yang pernah aku lalui di sini. Terutama bu Sari yang sering membantuku. Aku bisa mendapatkan mobil untuk bapakku juga karena beliau saat ini mobilnya sudah lunas. "Nungki hati-hati dijalan ya. Aku akan semangat bekerja di hari-hari terakhirku bekerja di perusahaan papimu," ucapku. "Oke bersemangatlah. Aku akan se
Aku tak bawa bekal kebetulan hari ini. Sehingga aku ikut Desi dan Metta keluar makan siang bersama sambil mengobrol apa saja yang ingin kami obrolkan."Wah dari upik abu menjadi seorang putri yang rupawan. Dahulu selalu membawa bekal nasi sama tempe sekarang makan mewah karena dipersunting pangeran kaya yang bodoh mau sama seorang yang hidup di kampung kumuh," celetuk Irma tiba-tiba yang datang mengganggu kami."Alhamdulilah ya ada pangeran yang masih single melamarku. Jadi aku tidak dicap sebagai perebut suami orang sampai kapanpun," balasku.Irma selalu mengangguku jadi aku sekalian saja menyudutkannya. Irma mengatakan dia tidak merebut suami orang padahal ia sudah rela menjadi yang kedua. Istri pertama pak Roni saja yang mau cerai. Menurut Irma itu bukan kesalahannya. Sekarang dia sudah menjadi satu-satunya yang berada di hati pak Roni."Heh kami sekarang hanya hidup berdua dan menjalani biduk rumah tangga dengan bahagia. Kenapa kamu masih mengungkit masa lalu yan
Bu Endang kembali berceramah karena aku menginginkan pesta sederhana saja seperti apa yang adakah oleh Husna. Karena banyak pertimbanagn dan aku tidak ingin banyak menghamburkan uang hanya untuk pesta sehari saja."Maaf bu lihat saja nanti aku pesta nikahannya seperti apa. Karena masih dalam tahap rundingan dengan pihak keluarga calon manten pria," jawabaku."Loh kemarin bukannya di bawain uang lima puluh juta aku dengar diacara lamaran. Masa iya masih rundingan lagi. Seharusnya kalau lima puluh juta mah sudah bisa pesta mewah kalau dikampung ini mah," balas bu Endang.Aku harus menjawab apa ya, iya sih emang lima puluh juta tapi kalau aku ngomong sekarang pestanya akan seperti apa nanti jadi bahan gosip lagi. Aku malas banget sebenernya meladeni bu Endang dan antek-anteknya ini."Terserah ibu dan bapak saja saya mah bu. Manut orang tua lebih baik," jawabku."Heh kamu juga harus punya pilihan sendiri nanti kalau kamu ternyata nggak cocok dengan mak