Aku kembali menyerahkan surat keterangan dari Bidan kepada bu Endang yang masih emosi. Mau tak mau bu Endang harus tahu kalau sebenarnya Fitri tidak hamil, itu hanya sebuah alsan agar bapaknya memberikan ijin menikah. "Bu Endang kalau tidak mau baca dulu ya nggak bakalan tahu apa isinya loh," ucapku. "Apa kamu sedang meledekku hah! Aku tahu isinay pasti adalah sudah berapa usia janin di kandungan Fitri anak durhaka itu," ucap bu Endang. Aku membacakan apa yang tertera di surat itu. Karena isinya menyatakan bahwa Fitri tidak mengandung. Ibu-ibu yang lain kaget bukan main. Kenapa Fitri bisa mengatakan kalau sedang hamil. Sebegitu ngebetkan ingin kawin sehingga membohongi semua orang. "Apa yang ada dipikiranmu Fitri sehingga gampang banget berkata kalau kamu hamil. Memang menikah itu enak apa. Kalau beras dan gas habis bersamaan nanti kamu akan pusing memikirkan masalah yang timbul saat berumah tangga, kamu itu kok nggak berpikir dulu kalau mau bertindak samapi ibum
Aku mengangguk mengerti apa yang dimaksud oleh Nungki. Jika aku menjawab apa yang ibu-ibu itu katakan pasti akan dicap orang yang sombong, tidak sopan dengan orang tua, dan masih banyak drama lainnya. "Kamu benar mereka memang tukang drama. Selesai denagn gosip satunya sibuk mencari gosip yang lainnya. Gemar sekali mencari celah kesalahan orang lain," balasku. "Sudah sampai cepatlah bekerja. Bulan ini terakhir kamu bekerja kan ya," ucap Nungki. Bulan ini tinggal beberapa hari lagi aku bekerja di perusahaan kosmetik yang secara tidak langsung tempatku mencari nafkah juga membiayai kuliahku. Aku mengucapkan terimakasih kepada semua kenangan indah yang pernah aku lalui di sini. Terutama bu Sari yang sering membantuku. Aku bisa mendapatkan mobil untuk bapakku juga karena beliau saat ini mobilnya sudah lunas. "Nungki hati-hati dijalan ya. Aku akan semangat bekerja di hari-hari terakhirku bekerja di perusahaan papimu," ucapku. "Oke bersemangatlah. Aku akan se
Aku tak bawa bekal kebetulan hari ini. Sehingga aku ikut Desi dan Metta keluar makan siang bersama sambil mengobrol apa saja yang ingin kami obrolkan."Wah dari upik abu menjadi seorang putri yang rupawan. Dahulu selalu membawa bekal nasi sama tempe sekarang makan mewah karena dipersunting pangeran kaya yang bodoh mau sama seorang yang hidup di kampung kumuh," celetuk Irma tiba-tiba yang datang mengganggu kami."Alhamdulilah ya ada pangeran yang masih single melamarku. Jadi aku tidak dicap sebagai perebut suami orang sampai kapanpun," balasku.Irma selalu mengangguku jadi aku sekalian saja menyudutkannya. Irma mengatakan dia tidak merebut suami orang padahal ia sudah rela menjadi yang kedua. Istri pertama pak Roni saja yang mau cerai. Menurut Irma itu bukan kesalahannya. Sekarang dia sudah menjadi satu-satunya yang berada di hati pak Roni."Heh kami sekarang hanya hidup berdua dan menjalani biduk rumah tangga dengan bahagia. Kenapa kamu masih mengungkit masa lalu yan
Bu Endang kembali berceramah karena aku menginginkan pesta sederhana saja seperti apa yang adakah oleh Husna. Karena banyak pertimbanagn dan aku tidak ingin banyak menghamburkan uang hanya untuk pesta sehari saja."Maaf bu lihat saja nanti aku pesta nikahannya seperti apa. Karena masih dalam tahap rundingan dengan pihak keluarga calon manten pria," jawabaku."Loh kemarin bukannya di bawain uang lima puluh juta aku dengar diacara lamaran. Masa iya masih rundingan lagi. Seharusnya kalau lima puluh juta mah sudah bisa pesta mewah kalau dikampung ini mah," balas bu Endang.Aku harus menjawab apa ya, iya sih emang lima puluh juta tapi kalau aku ngomong sekarang pestanya akan seperti apa nanti jadi bahan gosip lagi. Aku malas banget sebenernya meladeni bu Endang dan antek-anteknya ini."Terserah ibu dan bapak saja saya mah bu. Manut orang tua lebih baik," jawabku."Heh kamu juga harus punya pilihan sendiri nanti kalau kamu ternyata nggak cocok dengan mak
Aku tertawa lagi dengan tinglah lucu bu Endang yang tak tahu malu itu. Kondangan bukan soal gede-gedean isi amplop menurutku disaat seperti adalah kesempatan berbaur dengan warga yang lainnya. Toh kita memang mahkluk sosial yang harus bersosiali dan membutuhkan pertolongan orang lain."Maaf bu isinya rahasia biar mantennya saja yang membuka," balas ku sambil berlalu dan pergi."Kamu gila ya Dara. Besok kamu itu menikah kalau ngasih yang gede biar baliknya juga gede," balas bu Endang lagi.Lebih baik pergi saja karena bu Endang sudah mulai rese. Mending sekarang aku bersiap ke pukesmas untuk tes kesehatan bersama Nungki. Mempersiapkan persyaratan pernikahanku."Akhirnya selesai tes kesehatannya," ucap Nungki."Tanganku sakit," keluhku karena habis suntik tetanus."Nanti kompres air anget saja sama minum obatnya sampai rumah," balas Nungki.Kami melanjutkan berkeliling melihat pernak pernik souvenir sampai model undangan. Ke tempat weding organizer juga mel
Aku menggelengkan kepalaku itu tidak terlalu mahal karena sebagian besar memakai tempat sendiri dan weding organizer juga menggunakan jasa keluarga tapi ya tetap bayar."Nggak bu uang yang kemarin di berikan kita untuk bayar weding organizer sama aula restoran. Selebihnya sponsor," jawabku."Oh jadi begitu nanti uangnya sama bapakmu ya. Tadi kamu ini survey tempat ya?" tanya ibu lagi."Iya kami berdiskusi untuk pernikahan ini. Bagaimanapun pernikahan adalah berdua bukan satu orang saja," ucapku.Bapak mendengar percakapan kami dan langsung memberikan uangnya. Bapak lega karena sudah tak repot seperti orang-orang yang mau hajatan berbelanja apa saja. Mikirin tenda dan yang lainnya. Kalau masakan katring ya bisa santai yang di rumah."Bapak serahkan ke kalian berdua saja ya. Kalau begitu ini uangnya," ucap bapakku."Terima kasih ya pak sudah percaya pada kami berdua," balasku."Ibu tenang saja nggak usah khawatir. Yang lain pada mikir belanjaan ini d
Ku tertawakan saja apa yang dipikirkan oleh bu Endang itu. Mau nikah di kua saja mau ijab qabul doang emang urusan sama dia apa. Uang pakai dana dari mempelai pria yang diberikan dan uang simpanan orang tuaku. Untuk apa mereka usil. "Ya nggak apa-apa bu nikah kua doang. Mungkin uangnya yang kemarin buat dp rumah," balas bu Sri. "Lima putuh juta loh masa nikah kua doang kalau pesta di kampung mah sudah megah banget," balas bu Endang lagi. Aku ingin tahu besok bu Endang itu mantu seperti apa. Dari lamaran sampai mau hajat selalu aku dikritik aku ingin tahu kehebohan apa nanti ketika ada yang melamar Ratna atau Fitri. Akankah meriah dan heboh sekali atau paling megah se kampung ini. "Dara kamu sudah sampai kenapa llesu sekali, hari ini terakhir kerja di sini ya," ucap Desi yang memelukku pagi ini. "Iya nanti jangan kangen sama aku ya. Biasa ada ibu-ibu rempong tadi dijalanan," jawabku pada Desi dan membalas pelukannya. Aku dan Desi mengobrol sebentar
Wajah Irma jadi pucat karena mendengar pertanyaan Metta. Aku hanya tertawa saja bagiku mau ada aku atau tidak itu sama saja karena irma akan tetap membuat ulah dan bertengkar kepada siapapun juga."Karena aku akan berkuasa dan menjadi ratu saat Dara tidak ada puas kamu atas jawabanku!" seru Irma."Jadi kamu merasa tidak mampu menyaingi Dara ya. Aku tahu kok kalau kamu memang tidak mampu dari dulu untuk menandingi Dara level kamu dan Dara beda," ucap Metta sambil tertawa.Irma kesal atas ucapan Metta dan menatapku sinis ia mengacungkan jari tengah untukku. Dia sepertinya sangat dendam padaku. Tapi itu tidak berarti untukku karena aku sebentar lagi tidak bekerja di sini. Semoga Irma akan berubah sikapnya juga akan berperilaku yang sangat baik kedepannya."Irma kamu jangan membenciku terlalu dalam. Karena saat kamu membenciku otakmu akan dipenuhi memori tentangku. Kamu akan rugi sendiri, lebih baik kita damai saja," ucapku pada Irma."Aku tidak