Aku menggelengkan kepalaku itu tidak terlalu mahal karena sebagian besar memakai tempat sendiri dan weding organizer juga menggunakan jasa keluarga tapi ya tetap bayar.
"Nggak bu uang yang kemarin di berikan kita untuk bayar weding organizer sama aula restoran. Selebihnya sponsor," jawabku."Oh jadi begitu nanti uangnya sama bapakmu ya. Tadi kamu ini survey tempat ya?" tanya ibu lagi."Iya kami berdiskusi untuk pernikahan ini. Bagaimanapun pernikahan adalah berdua bukan satu orang saja," ucapku.Bapak mendengar percakapan kami dan langsung memberikan uangnya. Bapak lega karena sudah tak repot seperti orang-orang yang mau hajatan berbelanja apa saja. Mikirin tenda dan yang lainnya. Kalau masakan katring ya bisa santai yang di rumah."Bapak serahkan ke kalian berdua saja ya. Kalau begitu ini uangnya," ucap bapakku."Terima kasih ya pak sudah percaya pada kami berdua," balasku."Ibu tenang saja nggak usah khawatir. Yang lain pada mikir belanjaan ini dKu tertawakan saja apa yang dipikirkan oleh bu Endang itu. Mau nikah di kua saja mau ijab qabul doang emang urusan sama dia apa. Uang pakai dana dari mempelai pria yang diberikan dan uang simpanan orang tuaku. Untuk apa mereka usil. "Ya nggak apa-apa bu nikah kua doang. Mungkin uangnya yang kemarin buat dp rumah," balas bu Sri. "Lima putuh juta loh masa nikah kua doang kalau pesta di kampung mah sudah megah banget," balas bu Endang lagi. Aku ingin tahu besok bu Endang itu mantu seperti apa. Dari lamaran sampai mau hajat selalu aku dikritik aku ingin tahu kehebohan apa nanti ketika ada yang melamar Ratna atau Fitri. Akankah meriah dan heboh sekali atau paling megah se kampung ini. "Dara kamu sudah sampai kenapa llesu sekali, hari ini terakhir kerja di sini ya," ucap Desi yang memelukku pagi ini. "Iya nanti jangan kangen sama aku ya. Biasa ada ibu-ibu rempong tadi dijalanan," jawabku pada Desi dan membalas pelukannya. Aku dan Desi mengobrol sebentar
Wajah Irma jadi pucat karena mendengar pertanyaan Metta. Aku hanya tertawa saja bagiku mau ada aku atau tidak itu sama saja karena irma akan tetap membuat ulah dan bertengkar kepada siapapun juga."Karena aku akan berkuasa dan menjadi ratu saat Dara tidak ada puas kamu atas jawabanku!" seru Irma."Jadi kamu merasa tidak mampu menyaingi Dara ya. Aku tahu kok kalau kamu memang tidak mampu dari dulu untuk menandingi Dara level kamu dan Dara beda," ucap Metta sambil tertawa.Irma kesal atas ucapan Metta dan menatapku sinis ia mengacungkan jari tengah untukku. Dia sepertinya sangat dendam padaku. Tapi itu tidak berarti untukku karena aku sebentar lagi tidak bekerja di sini. Semoga Irma akan berubah sikapnya juga akan berperilaku yang sangat baik kedepannya."Irma kamu jangan membenciku terlalu dalam. Karena saat kamu membenciku otakmu akan dipenuhi memori tentangku. Kamu akan rugi sendiri, lebih baik kita damai saja," ucapku pada Irma."Aku tidak
Aku tak menggubrisnya kemarin perasaan sudah bertanya tentang pingitan ini deh kenapa harus mulai lagi apa karena lagi ada banyak tamu yang berkumpul di rumahku bu Endang sengaja mencari sensasi."Ya kan saya kerja bu. Ini jaman sudah modern orang juga ngurus surat harus berdua nggak bisa di wakili," balasku sembari berjalan masuk rumah."Dasar anak jaman sekarang kalau di bilangin aturan turun temurun selalu ngeyel," ucap bu Endang sewot.Bodoh amat lah mau ngomong apa aku sudah capek kerja masa ngladeni orang model bu Endang begitu. Masuk rumah banyak ibu-ibu lingkungan yang bertamu ke rumah."Assalammualaikum, ibu dara pulang wah lagi ada tamu ya bu," ucapku ketika masuk rumah."Walaikumsalam iya nih ibu-ibu pada bertamu tanya tentang nikahan kamu," jawab Ibuku.Tetangga pada mau naruh-naruh barang belanjaan, air mineral juga uang untuk yang akan hajatan. Tradisi di lingkunganku tinggal kalau ada orang hajatan akan memberikan sesuatu yang di taroh nanti ka
Bu Endang melotot ke bu Lastri ia lalu melihat ke sekeliling ruang tamu rumahku. Memang benar ada sepuluh dus air mineral tertata rapi di sana.. satu kresek bumbu dapur juga satu kantong kresek besar daging sapi. Ku intip dari balik tirai dapur dan menertawakannya mungkin bu Endang sekarang sudah kena mental."Ngapain naroh bahan-bahan katanya resepsi di restauran. Emang kalau di resepsi di gedung gitu makanan bawa dari rumah sendiri. munazir aja kalian ini," balas bu Endang sambil mulutnya moncap mencep."Setidaknya kalau ada yang datang ke rumah ada makanan. Kami juga nanti akan bantu masak rawon, soalnya acara di restauran hanya dua jam saja," balas bu Mutia.Aku dengar saja mereka mematahkan omongan bu Endang yang tak beraturan itu. Senang banget ada yang membuat bu Endang jantungan. Pasti semakin terbakar itu hatinya dengar aku mau resepsi di gedung."Halah kalau begitu kan jadi double pengeluaran, apa nggak sayang-sayang duitnya. Ya mending kalau di rumah saja.
Ibuku Mengelus dada karena bu Endang berpikiran jahat tentang uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki untuk keperluan yang tidak perlu di luar urusan hajatan pernikahan. Padahal uang yang aku gunakan untuk membelikan kado Husna adalah uangku sendiri."Ya jelas to aku berpikiran seperti itu karena Dara itu kan terbiasa hidup susah iya to, lalu dapat uang banyak lima puluh juta dipakai beli ini itu supaya dianggap wah sama tetangganya warga desa sukma jaya ini toh," ucap bu Endang yang bersemangat sekali."Kalau ternyata uang yang aku gunakan adalah uangku sendiri bu Endang mau bersujud minta maaf padaku nggak?" tanyaku kesal pada bu Endang yang selalu menyulut emosi orang bertutur kata semaunya sendiri tanpa melihat kebenaran yang ada.Bu Endang menatapku kesal ia bersumpah kalau memang aku memakai uang dari hajatan yang diberikan Nungki tidak digunakan sebagaimana mestinya malah dipakai hal yang tidak perlu."Untuk apa aku takut. Kamu mema
Semua orang yang ada di rumahku mendukung apa yang aku katakan barusan. Memang yang namannya bu Endang ini harus di sudutkan terlebih dahulu agar tidak banyak berkata apa-apa. Sudah banyak kejadian yang membuatnya malu tapi tidak pernah kapok dan mengulangi perbuatan yang sama. Harus seperti apa aku mengungkapkan kata-kataku sehingga mudah dicerna oleh bu Endang."Heh Ratna memang belum bisa membelikan mobil atau apapun itu tapi tetap saja dia membuatku bangga denagn prestasinya sekarang juga bekerja di ruamh sakit angkatan dan memakai baju dinas seperti pns," ucap bu Endang yang menurutku tidak nyambung dengan pertanyaan. Prestasi mulu di banggakan lulusan universitas negeri dan jurusan yang paling susah katanya diomong mulu untuk menghina orang lain."Nggak nyambung banget sih jeng. Prestasi mulu diomongin pakai baju seragam pns juga guru honorer pakai seragam pns tapi gajinya tak masuk akal," balas bu Sri."Saya jadi penasaran berapa gaji Ratna yang kat
Bu Endang menertawakan bu Arum yang bertanya kenyataan anaknya bu Arum sekolah apa. Ya jelas bu Endang merasa hapal dan tahu kalau anaknya cuman lulusan smk perawat terus bekerja di rumah sakit. Jelas banget gajinya kecil mana ada lulusan smk yang gajinya gede tutur bu Endang membuat telingaku gatal ingin melempar gelas padanya."Bu Arum ini kok nglawak emang anak bu Arum itu sekolah apa sih. Semua orang kampung sini juga tahu cuma lulusan smk doang langsung kerja. Menang lulusan smk perawat doang ya jangan samakan sama anak saya yang lulusan S1 kerja di rumah sakit bu. Beda bu beda!" seru bu Endang pede sekali."Bu Endang nggak malu ya sepertinya hanya bu Endang yang nggak tahu anak bu Arum dapat beasiswa sekolah di luar negeri dan sudah lulus. Cuman nggak koar-koar kaya bu Endang baru dapat sekolah dalam negeri saja sudah heboh seluruh dunia harus tahu," balas bu Sri.Bu Endang tidak percaya dengan perkataan bu Sri kapan keluar negerinya. Orang selalu lihat ada di
Bu Arum langsung menceritakan bagaimana pengalamannya naik pesawat. Bagaimana pesawat kalau ada awan mendung saat melintas ya seperti jalan terjal yang ada di darat. Lalu saat mau terbang seperti apa suara bisingnya makanya anak bayi di larang naik pesawat karena suara bisingnya bisa merusak gendang telinga."Begitu ibu-ibu rasanya naik pesawat. Saya banyak baca sholawat saat pertama kali naik pesawat namanya juga orang kampung," ucap bu Arum menceritakan kisahnya naik pesawat."Bu Arum ini loh membual banget jadi orang. Naik pesawat itu emang mau kemana sih, biasa naik becak juga sok-sokan nyeritain naik pesawat. Mimpi kali ah!" seru bu Endang.Mungkin bu Endang ini ketinggalan informasi karena memang bu Arum sudah pernah menggunakan moda transportasi udara itu saat anaknya wisuda di luar negeri. Pulang kampung pun juga naik pesawat pernah. Anak bu Arum itu memang hanya terlihat bekerja saja tapi ternyata karena ingin memiliki karir yang lebih makanya sekolah lagi