Bu Endang melotot ke bu Lastri ia lalu melihat ke sekeliling ruang tamu rumahku. Memang benar ada sepuluh dus air mineral tertata rapi di sana.. satu kresek bumbu dapur juga satu kantong kresek besar daging sapi. Ku intip dari balik tirai dapur dan menertawakannya mungkin bu Endang sekarang sudah kena mental.
"Ngapain naroh bahan-bahan katanya resepsi di restauran. Emang kalau di resepsi di gedung gitu makanan bawa dari rumah sendiri. munazir aja kalian ini," balas bu Endang sambil mulutnya moncap mencep."Setidaknya kalau ada yang datang ke rumah ada makanan. Kami juga nanti akan bantu masak rawon, soalnya acara di restauran hanya dua jam saja," balas bu Mutia.Aku dengar saja mereka mematahkan omongan bu Endang yang tak beraturan itu. Senang banget ada yang membuat bu Endang jantungan. Pasti semakin terbakar itu hatinya dengar aku mau resepsi di gedung."Halah kalau begitu kan jadi double pengeluaran, apa nggak sayang-sayang duitnya. Ya mending kalau di rumah saja.Ibuku Mengelus dada karena bu Endang berpikiran jahat tentang uang yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki untuk keperluan yang tidak perlu di luar urusan hajatan pernikahan. Padahal uang yang aku gunakan untuk membelikan kado Husna adalah uangku sendiri."Ya jelas to aku berpikiran seperti itu karena Dara itu kan terbiasa hidup susah iya to, lalu dapat uang banyak lima puluh juta dipakai beli ini itu supaya dianggap wah sama tetangganya warga desa sukma jaya ini toh," ucap bu Endang yang bersemangat sekali."Kalau ternyata uang yang aku gunakan adalah uangku sendiri bu Endang mau bersujud minta maaf padaku nggak?" tanyaku kesal pada bu Endang yang selalu menyulut emosi orang bertutur kata semaunya sendiri tanpa melihat kebenaran yang ada.Bu Endang menatapku kesal ia bersumpah kalau memang aku memakai uang dari hajatan yang diberikan Nungki tidak digunakan sebagaimana mestinya malah dipakai hal yang tidak perlu."Untuk apa aku takut. Kamu mema
Semua orang yang ada di rumahku mendukung apa yang aku katakan barusan. Memang yang namannya bu Endang ini harus di sudutkan terlebih dahulu agar tidak banyak berkata apa-apa. Sudah banyak kejadian yang membuatnya malu tapi tidak pernah kapok dan mengulangi perbuatan yang sama. Harus seperti apa aku mengungkapkan kata-kataku sehingga mudah dicerna oleh bu Endang."Heh Ratna memang belum bisa membelikan mobil atau apapun itu tapi tetap saja dia membuatku bangga denagn prestasinya sekarang juga bekerja di ruamh sakit angkatan dan memakai baju dinas seperti pns," ucap bu Endang yang menurutku tidak nyambung dengan pertanyaan. Prestasi mulu di banggakan lulusan universitas negeri dan jurusan yang paling susah katanya diomong mulu untuk menghina orang lain."Nggak nyambung banget sih jeng. Prestasi mulu diomongin pakai baju seragam pns juga guru honorer pakai seragam pns tapi gajinya tak masuk akal," balas bu Sri."Saya jadi penasaran berapa gaji Ratna yang kat
Bu Endang menertawakan bu Arum yang bertanya kenyataan anaknya bu Arum sekolah apa. Ya jelas bu Endang merasa hapal dan tahu kalau anaknya cuman lulusan smk perawat terus bekerja di rumah sakit. Jelas banget gajinya kecil mana ada lulusan smk yang gajinya gede tutur bu Endang membuat telingaku gatal ingin melempar gelas padanya."Bu Arum ini kok nglawak emang anak bu Arum itu sekolah apa sih. Semua orang kampung sini juga tahu cuma lulusan smk doang langsung kerja. Menang lulusan smk perawat doang ya jangan samakan sama anak saya yang lulusan S1 kerja di rumah sakit bu. Beda bu beda!" seru bu Endang pede sekali."Bu Endang nggak malu ya sepertinya hanya bu Endang yang nggak tahu anak bu Arum dapat beasiswa sekolah di luar negeri dan sudah lulus. Cuman nggak koar-koar kaya bu Endang baru dapat sekolah dalam negeri saja sudah heboh seluruh dunia harus tahu," balas bu Sri.Bu Endang tidak percaya dengan perkataan bu Sri kapan keluar negerinya. Orang selalu lihat ada di
Bu Arum langsung menceritakan bagaimana pengalamannya naik pesawat. Bagaimana pesawat kalau ada awan mendung saat melintas ya seperti jalan terjal yang ada di darat. Lalu saat mau terbang seperti apa suara bisingnya makanya anak bayi di larang naik pesawat karena suara bisingnya bisa merusak gendang telinga."Begitu ibu-ibu rasanya naik pesawat. Saya banyak baca sholawat saat pertama kali naik pesawat namanya juga orang kampung," ucap bu Arum menceritakan kisahnya naik pesawat."Bu Arum ini loh membual banget jadi orang. Naik pesawat itu emang mau kemana sih, biasa naik becak juga sok-sokan nyeritain naik pesawat. Mimpi kali ah!" seru bu Endang.Mungkin bu Endang ini ketinggalan informasi karena memang bu Arum sudah pernah menggunakan moda transportasi udara itu saat anaknya wisuda di luar negeri. Pulang kampung pun juga naik pesawat pernah. Anak bu Arum itu memang hanya terlihat bekerja saja tapi ternyata karena ingin memiliki karir yang lebih makanya sekolah lagi
Yah ada orang ini lagi nggak kapok banget sih ngurusin hidup orang harus berapa kali di ingatkan kalau ngurus surat ke kua sekarang harus berdua dan tidak bisa diwakilkan seperti jaman bu Endang muda dulu."Ayo masuk mobil dan selesaikan urusan kita. Tidak usah pedulikan mulut tetangga yang satu itu," ajak Nungki."Baiklah ayo kita sudah telat belum lagi perjalanan ke sana juga butuh waktu," balasku.Kami sengaja mengabaikan bu Endang yang sudah pasti nanti akan marah dan nyeletuk kata-kata mutiara untuk kami karena tidak menggubrisnya sama sekali."Dasar anak muda jaman sekarang dibilangin orang tua malah ngeyel nyelonong pergi aja. Mana sih orang tuanya ngebiarin anak yang mau nikah berdua-duaan mulu tidak dipingit ya ampun jaman boleh modern tradisi harus tetap dijalankan!" seru bu Endang."Apa sih bu Endang ini pagi-pagi sudah ngedumel sendirian ngurusin hidup orang melulu," ucap ibuku."Eh Bu Siti sebagai orang tua itu bagaimana sih ken
Hatiku kesal karena bu Endang tidak pernah mendengarkan orang lain dan hanya percaya pada pikirannya sendiri. Bisa gila kalau berurusan dengan wanita seperti ini setiap hari. Lebih baik cepat masuk rumah dan istirahat."Sudah Dara jangan ladeni orang yang kurang pengetahuan seperti bu Endang ini, percuma karena bisanya nyinyir doang," balas bu Arum."Eh bu Arum kok bela anak yang salah sih. Emang ada seminar-seminar pra nikah sebelum menikah. Itu paling alasan saja juga sertifikat dan buku buat sendiri di tukang cetak!" seru bu Endang.Bener juga kata bu Arum bu Endang memang kurang pengetahuan dan bisanya hanya mengelurkan kata-kata yang menurutnya benar saja tanpa melihat kenyataan dan fakta yang ada."Kamu jangan gila bu Endang. Lebih baik gunakan ponselnya untuk melihat pengetahuan yang terbaru. Agar ilmu juga terbarui terus jangan gunakan ponsel buat gosip di pesan singkat saja!" seru bu Arum."Iya sudah jelas ada logo kementerian agama RI. bagaimana bi
Bu Endang tertawa dengan pertanyaan ibuku dia mengatakan kalau apa yang perlu di iriin dengan keluargaku. Seorang penjual ikan saja yang mendapatkan keberuntungkan anaknya di nikahi oleh keluarga kaya kalau tidak mendapat suami kaya juga biasa saja. Ketolong sama wajah cantik jadinya memanfaatkan kecantikan untuk menggaet pria kaya."Aku iri sama keluarga bu Siti kok aneh banget. Apa yang mau aku iriin bu. Suamiku pns anakku kerja di rumah sakit bumn, bu Siti cuma penjual ikan yang beruntung saja dikaruniai anak yang super cantik tapi bloon nggak punya prestasi apa-apa iya to. Anak ibu siti si Doni juga cuma pegawai kontrak di pabrik. Nggak level bu sama saya," ucap bu Endang."Alhamdulilah kalau begitu bu, maaf ya bu kami berangkat dulu besok jangan lupa datang ke pernikahan saya ya," ucapku lalu menarik lengan tangan ibu supaya lekas masuk mobil.Aku sudah tak sabar menghadapi bu Endang yang mulutnya kurang ajar itu. Lebih baik segera pergi dari lokasi karena
Bu Endang berdebat dengan bu Sri tapi karena masih banyak pekerjaan yang belum selesai membuat bu Sri mengalah dan menurutnya lebih baik mengerjakan apa yang belum selesai dikerjaan daripada meladeni bu Endang yang banyak omongnya itu. "Bu Sri ini dibilangin kenyataan tapi kok sepertinya musuhin saya dan ngebela bu Siti banget emangnya sama bu Siti di bayar berapa untuk asak di sini hah," jawab bu Endang. "Kami di sini tidak di bayar tapi karena rasa tenggang rasa dan gotong royong antar tetangga yang kata bu Endang sendiri harus saling tolong menolong betul kan ibu-ibu?" tanya Bu Sri pada ibu-ibu yang membantu masak di rumahku. "Betul," seru ibu-ibu berbarengan karena memang itu yang mereka lakukan. Aku tertawa mendengar cerita dari bu Sri yang menelpon ibuku menceritakan kejadian yang ada di rumah karena ibu mempercayakan acara masak di rumah pada bu Sri jadi apa-apa bu Sri laporan ke kami."Ya ampun bu Endang kok merendahkan kita banget ya bu," ucapku sete