Ratna mengatakan kalau Nungki tak mau rugi mendapatkan istri yang tak bisa diandalkan. Atau Ratna berpikir tidak ada keuntungan bila menikahiku karena orang tuaku hanya penjual ikan sedangkan Nungki adalah seorang pengusaha besar. Makanya aku harus bekerja agar Nungki tidak malu kalau mengajakku kumpul dengan orang besar lainnya.
"Kalau sayang beneran akan dijadikan ratu di rumah. Mungkin juga dia malu mempunyai istri yang keluarganya tidak bisa dimanfaatkan!" seru Ratna dari pesan singkatnya.
Aku bingung membalasnya lalu membacakan pesan Ratna agar Nungki mendengarnya. Nungki tidak marah malah tertawa lepas. Dia mengatakan kalau tak akan memaksa istrinya di rumah saja atau disuruh bekerja.
"Pemikiran kolot banget dia pikir aku tak kenala siapa calon suaminya itu," balas Nungki.
"Jadi menurutmu aku harus balas pesan dia apa?" tanyaku pada suamiku.
Nungki menyuruhku membalas dengan kalimat yang menohok menurutku sih. Tapi ini bisa menjadikan R
Benar juga kata suamiku teman-teman yang bekerja di bidang kesehatan kadang mengeluh sekolah yang mereka keluarkan memerlukan biaya yang tinggi tapi pada kenyataan di lapangan gaji mereka sangat kecil. "Oke aku tak akan membalasnya lagi," balasku."Kalau begitu bersiaplah jangan capek ya. Aku minta jatah nanti malam," ucap Nungki.Semenjak menikah kehidupan malamku selalu seperti ini melayani napsu suami di atas ranjang. Ya mau bagimana lagi memang kewajiban seorang istri."Ayo masuk rumah dan mandi bersama," ucap Nungki."Baiklah ayo kita mandi bersama," balasku.Sehabis mandi kami menghabiskan waktu bersama sambil nonton dan makan camilan. Sungguh kehidupan rumah tangga yang unik dan mwmbahagiakan kami saling melengkapi satu sama lain."Tidurlah tak usah memikirkan manusia toxic seperti bu Endang dan anaknya itu," ucap Nungki."Oke kalau begitu aku akan segera tidur semoga tak ada lagi manusia yang toxic seperti mereka di kehidupan kita," bala
Apa yang harus aki takutkan kalau kami sudah berkomitmen untuk saling tidak menjadikan beban seorang keturunan. Kami batu saja memulai kami ingin berpacaran dulu setelah menikah. Di kasih cepat atau lambat kami ingin menerimanya."Baru satu bulan bu. Kami masih punya banyak waktu untuk merencanakan semuanya," balasku pada bu Endang."Banyak tahu pasangan suami istri bercerai karena lama mendapat keturunan. Kamu nggak takut?" tanya bu Endang.Aku menghela nafas agar tak emosi. Yah kalau mau selingkuh karena nggak punya anak untuk apa menikah dari awal. Toh kami sudah melakukan tes kesehatan sebelum menikah. Kami dinyatakan sehat oleh tim Dokter.Menikah bukah sekedar untuk mempunyai keturunan belaka. Ada banyak hal yang butuh dipelajari dari kehidupan berumah tangga."Banyak cara untuk mendapatkan keturunan. Saya dan suami akan mempunyai keturunan saat kami siap," ucapku pada bu Endang."Kalau nggak siap punya anak ngapain menikah!" seru bu Endang."M
Ibu memelukku dengan hangat walau sudah menikah aku tetap putri kecilnya. Ibu mengatakan tak usah risau dengan gosip yang bertebaran dari mulut bu Endang."Kita semua tahu kalau bu Endang suka menebar gosip yang tak pasti. Bagaimana ibu bisa membiarkanmu bersedih, sudahlah istirahat dan makan sebelum suamimu menjemput," pinta ibuku."Suamiku akan pulang malam jadi aku nanti akan naik ojek bu," balasku.Ibu mengangguk mengerti karena aku memberitahunya lebih rinci kemana suamiku pergi hari ini. Setelah makan dan mengobrol sebentar dengan ibu dan bapak aku memesan ojek untuk pulang. "Naik ojek? Kok nggak dijemput pakai mobil apa rentalnya sudah tutup?" tanya bu Endang."Iya bu Endang. Hari ini saya naik ojek karena mobil pada kepake semua," jawabku agar bu Endang puas."Kalau Ratna mah, mobil calonnya cuma satu walau jelek nggak apa-apa yang penting mobil sendiri nggak mobil rental," balas bu Endang.Aku hanya tersenyum menanggapi bu Endang yang terus memb
Aku meminta maaf karena kelamaan mengobrol dengan bu Endang. Lebih baik segera pulang dan istirahat daripada mendengar ocehan bu Endang."Jadi pak maaf ya kelamaan mengobrol," ucapku seraya naik motor."Jangan lama-lama bu. Waktu saya terbatas masih nunggu ojekan lagi," balas tukang ojek itu.Ku lirik bu Endang senyum-senyum tipis kearaku yang diomeli tukang ojek. Melihat orang lain kesusahan kok bahagia. Memangnya aku diomeli karena siapa. Keluhku dalam hati kerena kesal dengan bu Endang."Hati-hati di jalan Dara selamat sampai tujuan. Rukun rukun loh sama suaminya," celetuk bu Endang."Ya pastilah rukun sama suami, masa penganten baru sudah berantem emang kami menikah karena skandal kan enggak," jawabku.Entah apa lagi yang akan dikatakan oleh bu Endang. Aku meminta tukang ojek segera jalan meninggalkan bu Endang bisa sakit kepala kalau masih berurusan dengan wanita bermulut lemes satu itu. "Bu kalau saya punya tetangga seperti itu mah bisa cepat
Pelayan itu membicarakan aku yang dulu bekerja di perusahaan pak Maulana. Waktu itu baru lulus smk dan sudah dengan lancar mendapatkan posisi dan gaji yang istimewa. Ia juga menuturkan kalau aku juga di berikan hak istimewa untuk sekolah dan gampang banget ijin untuk pulang cepat menuntut ilmu."Jadi begitu ceritanya makanya aku bilang dia pasti menggunakan cara licik untuk menikah dengan bos kita," ucap pelayan tukang gosip itu."Nyonya Irma yang pelakor itu ya. Kamu kenapa percaya sama dia jangan-jangan dia menceritakan dirinya sendiri lagi," balas pelayan satu lagi.Pelayan di rumah ini ada tiga orang wanita yang tugasnya membersihkan rumah. Belanja dan mengurus cucian kotor. Mereka bertiga biasanya akur dan selalu bersama tapi entah kenapa malam ini aku mendengar gosipan dari mereka yang menyudutkanku.Irma benar-benar kelewatan bagaimana bisa membicarakan keburukan ku kepada para pelayan di rumahku. Bicara keburukan tapi itu tidak sesuai fakta
Nungki mendapat telepon dari adik iparku si Lucki. Sepertinya ada yang penting karena Nungki berteriak histeris saat menerima telepon."Apa dibawa ke rumah sakit mana? Apa yang terjadi?" tanya Nungki."Ya sudah kalau begitu aku dan Dara segera kesana," imbuhnya.Aku menanyakan ada apa. Siapa yang dirawat di rumah sakit. Bikin merinding saja kalau denger kata rumah sakit."Ayo siap-siap ke rumah sakit nenek sedang di rawat," ajak Nungki."Makan dulu selesaikan. Baru jalan biar kamu nggak masuk angin," balasku.Nungki sepertinya nggak selera makan tapi harus makan takutnya nanti masuk angin di jalan atau sakit. Aku akan pusing nantinya karena mengurus suami yang sakit dan keluarga yang juga ada yang sakit pula."Sudah selesai ayo bersiap!" seru Nungki."Baiklah aku akan ambilkan mantelmu," balasku.Aku sudah rapi memakai baju hangat. Mantel Nungki juga sudah aku bawakan. Dompet dan segala keperluan lainnya aku bawa kalau dibutuhkan.Sampai
Wanita paruh baya yang ternyata adalah kakaknya nyonya Leni sangat dengan pak Roni. Beliau terus menyerangku dan menuduhku yang macam-macam mulai dari tidak menghormati pak Roni sebagai paman Nungki hingga ada nenek dari keluarga suami sakit tidak ijin kerja dan mementingkan mencari uang."Mohon maaf bibi kalau saya menikah hanya karena uang. Saya tidak mungkin bekerja setelah menikah. Sepertinya tuduhan bibi tentang saya itu salah saya ini kan baru masuk kerja baru jadi belum bisa ijin. Kalau saya tidak menghormati keluarga suami mana mungkin saya cepek pulang kerja ke rumah sakit," jawabku."Banyak alasan memangnya aku percaya padamu begitu saja. MInta uang lima puluh juta masih resepsi di restoran Nungki. Nggak mau modal kamu!" seru kakak nyonya Leni yang bernama Lala ituNungki naik pitam dan meminta kakak neneknya untuk diam saja jika tidak mengetahui yang sebenarnya dalam kehidupan rumah tangga kami. Aku mencoba menenangkan Nungki yang sedang emosi itu. Ti
Nungki masih marah dan terus mengomel di hadapan kakak neneknya juga keluarganya. Nungki tidak habis pikir sudah membuat ulah dan membela yang salah masih saja tidak punya pikiran kalau yang mereka hina adalah istri dari keluarga yang mereka tumpangi. "Aku ini kakak nenekmu Nungki. Sudah sewajarnya kalau saudara itu saling tolong menolong apalagi nenekmu kan lebih kaya dariku!" jawab nyonya Lala. "Lalu kalian ini sudah membantu nenekku apa. Sudah ada timbal balik belum dari kalian untuk nenekku?" tanya Nungki. Suamiku itu terus marah menanyakan apa yang sudah keluarga nyonya Lala lakukan untuk membalas kebaikan yang nyonya Leni berikan. Yang ada mereka semua hanya terus meminta uang dan tidak mau tahu apa yang sedang dialami oleh nyonya Leni. Setiap datang hanya meminta uang tidak pernah bertanya kabar atau tentang kondisi kesehatan nyonya Leni. Mengunjunginya untuk mengobrol tidak pernah. "Sekarang nenekku sakit kalian malah berani membuat kegaduhan menghi