Saat aku bertanya undangan dari mana. Nungki memintaku untuk sarapan dahulu karena memang suamiku itu kalau sedang makan tidak mau ada suara sedikitpun."Habiskan makanmu dulu baru kita ngobrol lagi masalah undangan," pinta Nungki seraya menyembunyikan undangan itu. Sontak semua itu membuatkuncuriga undangan dari siapa kok Nungki menyembunyikannya dariku."Oke aku sarapan dulu," sahutku.Selesai sarapan serta mengenuk air minum dalam gelas. Nungki baru memberikan undangan itu kepadaku tanpa bersuara. Aku semakin heran apakah undangan dari mantan sehingga tidak mau buka suara dan di sembunyikan agar aku tak marah. Setelah aku lihat undangan itu aku jadi merasa lega karena bukan dari mantan melainkan dari Ratna."Ya Allah maafkan aku karena telah berburuk sangka pada suamiku tadi," ucapku."Kamu berburuk sangka padaku apa. Bukannya kamu sudah paham kalau lagi makan kita tidak boleh berbicara, ini aturan yang aku buat ya," sahut Nungki.Aku tertawa menertawakan diriku sendiri yang mencur
Aku menoleh ke seseorang yang menepuk pundakku. Ternyata si Husna dan dua anaknya juga suaminya. Terlihat perutnya buncit karena sedang mengandung anak pertama dari lelaki ketiga yang merupakan suami sahnya."Husna lagi jalan-jalan ya," jawabku."Iya Dara. Omong-omong sudah dapat undangan belum dari Ratna?" tanya Husna.Aku mengangguk undangan dari Ratna baru tiba tadi pagi saat aku dan suami sedang sarapan. Tapi kenapa Husna menanyakan itu apa dia mau bergosip."Sudah tadi pagi," jawabku singkat."Masa orang kaya undangannya jelek. Nggak seperti kalau sedang ngomong setinggi langit. Itu sama aja undangan murahan kaya orang kampung," balas Husna."Hus nggak boleh begitu Husna. Sudah biarkan saja dia mau ngapain kek. Yang penting kita jangan sampai seperti dia yang membuat sakit hati tetangganya," ucapku.Karena waktu sudah siang dan mepet aku juga takut telat aku pamit sama Husna untuk segera masuk kerja. "Eh sudah setengah delapan aku masuk dulu ya. Tempat kerjaku di atas nanti lift
Aku tak berbicara diam menatap wanita angkuh di depanku ini. Apa dia yang karyawan baru atau mungkin dia sama seperti Estel seorang wanita yang menyukai suamiku."Kenapa hanya diam saja dan menatapku seperti itu?" hardik perempuan itu lagi."Maafkan saya bu," ucapku lirih."Kamu pikir orang rendahan sepertimu minta maaf saja cukup. Aku manager kepercayaan bos di sini. Aku bisa memecatmu kapan saja jika menyinggungku!" seru wanita yang belum aku ketahui namanya.Krieeet! Ruangan kerja Nungki terbuka dan Nungji marah mendengar suara karyawannya itu. Dia mengatakan kalau wanitalah itulah yang sebaiknya angkat kaki di restorannya karena ia tak akan membiarkan siapapun menghina istrinya. Hanya satu manager Nungki berkata bisa menggantinya dengan yang lain."Beraninya kamu menghina istriku seperti itu. Apa kamu lupa wajah istriku? Dia kemari setelah capek bekerja kamu seenaknya membentak istriku! Sepertinya kamu sudah bosan kerja di sini!" gertak Nungki."Apa bos nggak salah lihat. Masa sih
Kedua wanita itu menertawakan aku yang memang pulang kerja terlihat lusuh dan menganggap aku tidak pantas hidup bareng Nungki."Lusuh seperti ini menandakan aku sibuk kerja mencari uang tidak mengandalkan suami. Sedangkan kalian untuk bersolek ria begitu menggunakan uang siapa?" tanyaku membalas mereka."Kurang ajar kamu berani sekali sombong padaku!" seru nyonya Anna.Nungki memelototi nyonya Anna dan Irma yang tak ada kapoknya menyinggungku. Kenapa mereka ini tak pernah sadar apakah saat mereka meninggal nanti baru akan diam tak membuat sakit orang."Nungki bukan kami yang membuat kekacauan. Yah managermu sendiri yang bilang Dara tak pantas menjadi nyonya bosnya," ucap Irma melihat Nungki sudah seperti marah."Lantas apa pantas kalian menghina istriku. Untuk apa kalian datang ke sini?" tanya Nungki.Nyonya Anna mengatakan kalau Irma sudah hamil sedangkan aku belum juga hamil. Dia mengolok-olokku mengataiku kurang subur, kandungan bermasalah bahkan mandul. Tega sekali mereka ini pada
Nyonya Lala mengatakan pada Nungki kalau seharunya memeriksakan aku yang tak kunjung hamil ini. "Heh Nungki seharunya periksakan istrimu. Siapa yang menhina sudah beberapa bulan tak kunjung hamil. Jangan-jangan dia mandul!" jawab nyonya Lala tegas."Kenapa harus aku saja yang disalahkan ketika tak kunjung hamil. Sebaiknya jaga bicara anda kalau ternyata saja sehat. Saya bisa menuntut anda," sahutku.Nyonya Lala menertawakanku yang katanya panik karena mengakui kalau aku benar-benar perempuan yang tak subur. Bahkan ia mengatakan pada suamiku kalau seharusnya mengganti istri yang bisa melahirkan anak."Nungki lihat dia seperti mengakui kalau tak bisa memberikanmu anak. Lebih baik kamu mencoba berhubungan dengan wanita lain untuk mendapatkan anak," ucap nyonya Lala.Plak! Nungki menampar nyonya Lala yang banyak omong. "Kalau kalian kesini hanya untuk mengolok istriku lebih baik kalian pulang sekarang," balas Nungki.Irma juga ketakutan kalau Nungki marah. Nungki suamiku itu akan melaku
Nyonya Lala meminta ampun pada Nungki ia memohon untuk jangan mengusirnya dari rumah yang telah lama ia tinggali."Nungki kamu tega sekali mengusir kami apa kamu sudah gila sehingga gampang di pengaruhi oleh pihak luar?" tanya nyonya Lala."Pihak luar mana yang kamu maksud. Lagipula itu rumah nenekku. Kalian hanya numpang dan dulu berjanji akan pergi setelah rumah kalian di renovasi. Sekarang sampai beranak cucu masih tinggal di sana keenakan kamu ya!" seru Nungki.Nungki masih keras kepala ia sudah terlanjur kesal karena nyonya Lala selalu menghinaku soal anak. Lagi-lagi karena aku tak kunjung mengandung makanya dia selalu mencemoohku. Sekarang dia mengajak Irma ke restoran sengaja pamer kalau Irma orang yang dia gandeng untuk mengahncurkan rumah tangga paman suamiku yang sekarang sedang mengandung untuk mengolokku yang belum hamil."Dara kamu wanita murahan dan penuh manipulasi. kamu menghasut cucu keponakanku untuk mengusirku iya kan?" tanya nyonya Lala."Masih berani membentak ist
Kenapa nasibku seperti ini. Mendapatkan orang yang banyak uang tidak berarti hidupku nyaman dan bahagia. Dari luar kelihatan hidup nyaman tapi aslinya menahan batin. Suami menerima aku apa adanya, mertua juga baik tapi ada duri dalam keluarga suamiku yang selalu membuatku tak nyaman. "Jangan kamu masukkan hati dan jadikan pikiran yang ada kamu bisa stres," ucap Nungki."Maaf aku belum maksimal bisa melindungimu," imbuh Nungki.Aku mengangguk saja biar kelar masalah. Tapi hati ini masih sakit. Nungki mengajakku makan malam sebelum pulang kerumah."Istirahatlah besok kita mampir ke rumah ibu," ucap Nungki."Oh iya aku juga ingin menengok rumah bu Endang yang mau hajatan," balasku.Kami akhirnya tidur istirahat daripada memikirkan nyonya Lala dan Irma yang nggak masuk akal kalau bicara. Apa hubungannya denganku atas kesialan yang ia dapatkan. Aku hanya beruntung memiliki nungki yang banyak hartanya. Tapi aku tidak aji mumpung aku tetap bekerja untuk diriku sendiri."Badanmu demam Dara.
Nungki mengatakan kalau siang ini aku membaik tidak sakit lagi akan diberikan ijin untuk kerumah ibuku. Tapi jika tidak kunjung membaik Nungki tidak akan memberikan aku ijin untuk pergi berkunjung ke rumah ibu dan menengok bu Endang yang sedang hajatan."Baiklah istirahat dulu. Aku akan bekerja ke restoran dulu setelah itu kita akan berkunjung ke rumah ibu," balas Nungki."Terima kasih Nungki, maafkan aku yang sering merengek ini ya," balasku.Nungki hanya mengangguk tapi aku dengar dari pelayan setelah Nungki pergi ternyata tidak ke restoran melainkan ke rumah nyonya Lala. Dia mengusir nyonya Lala dan anak serta cucu juga menantunya dari rumah yang seharusnya memang punya neneknya. Sudah menempati bertahun-tahun masa iya menjadi betah dan tidak mau pindah. Sudah dikasih hati mereka masih mengusik keluarga Nungki. Mungki suamiku itu sudah lama gerah dan baru saat ini memiliki kesempatan mengusir mereka."Nungki betapa hatimu jahat mengusir saudara yang sedang kesusahan," ucap Mondi.