Nungki mengangguk ia mengatakan kalau akan memnerikan emas batangan itu pada bu Endang sebagai kado istimewa dari kami berdua."Tentu saja karena dia selalu menggosipkan istriku maka aku akan membalas perbiatannya dengan membawakan hadiah spesial seperti ini," jawab Nungki."Ta-tapi bu Endang tak seperti yang kamu pikirkan. Pasti juga akan dicibir olehnya," ucapku.Bapakku kenapa jadi mendukung Nungki melakukan itu. Menurut bapakku bu Endang akan panas apalagi saat memberi ada banyak orang yang melihat. Bu Endang akan panas sendiri karena banyak orang yang memuji kami."Kamu jangan tak enakan jadi orang Dara. Biarkan saja bu Endang makin kelojotan melihat kado yang kamu berikan," ucap bapakku."Tuh kan bapak saja sudah mengijinkan yuk ah kita kesana sekarang," ajak Nungki.Aku terpaksa menuruti suamiku. Jantungku rasanya berdetak kencang saat melangkahkan kaki menuju rumah bu Endang. Ibu-ibu yang tadinya enggan menegok rumah bu Endang tiba-tiba berkumpul bersama ada di sana. Aku semak
Nungki terlihat kesal wajahnya mendengar bu Endang menghinaku orang kaya baru dan tukang pamer karena memiliki suami kaya dan baru bisa memakai perhiasan. "Bagus dong bu Endang istri saya memakai perhiasan sekarang. Soalnya saya sebagai suami betulan merawat istri saya dengan baik," balas Nungki suamiku."Halah siapa yang tahu kalau perhiasan yang dipakai Dara adalah perhiasan imitasi!" seru bu Endang.Nungki menertawakan bu Endang yang sudah terlihat panas. Suamiku itu mengatakan kalau surat pembelian emasnya dia bawa dan bisa di tunjukkan kalau apa yang diberikan pasaku tidak pernah imitasi."Ini suratnya dari perhiasan yang dipakai istriku. Ya suka-suka saya mau beliin istri saya perhiasan yang seperti apa! Saya lelaki kaya betulan punya uang mau apa saja istri saya pasti akan saya berikan!" tegas Nungki."Maksudnya apa kamu menunjukkan surat segala. Kamu mau pamer kalau bisa beli emas buat istrimu. Apa kamu sengaja menghina saya di depan umum," ujar bu Endang menggebu-gebu.Nungk
Nungki meminta pak Nurdin membuka kadonya di hadapan banyak orang. Karena bu Endang sudah membuat lelucon yang tidak enak didengar di telinga."Buka saja pak. Biar semua orang tahu dengan apa yang kami bawa," ucap Nungki."Loh ya ndak enak toh dek Nungki," balas pak Nurdin."Buka saja pak. Istri bapak meremehkan kami. Masa ia kami memberi orang hanya sekedae kondom saja. Buat apaan tidak berharga sama sekali," ucap Nungki.Pak Nurdin akhirnya membuka paper bag yang kami bawa. Lalu para tetangga yang sudah ada di situ melihatnya. "Waduh ini toh emas batangan. Kok kecil ya kaya silet. Mahal dong kalau begini ya. Pak Nurdin beruntung sekali!" seru bu Sri."Coba lihat dong pak. Oh ini emas batangan," ucap bu Arum.Semua orang mengatakan kalau Nungki orang yang royal. Bu Endang semakin kesal karena merasa tersaingi lagi. "Emang kalian ke sini niat mau pamer doang kan. Ngasih emas batangan yang warga sini tidak pernah melihatnya lalu biar di sanjung dan dipuja," ucap bu Endang."Bu Endang
Bu Endang menimpali karena para ibu-ibu di sini selalu memuja dan memuji keluarga kami. Padahal yang berprestasi itu adalah Ratna. yang pantas di sanjung itu adalah Ratna."Kamu bisa saja ngelesnya ya bu Arum. Kamu dan para komplotanmu itu selalu memuji Dara dan suaminya. Baru bisa beli emas batangan begitu saja pada heboh nggak ketulungan. Emang berapa sih harganya. Kalau palsu bagaimana. Kaya saya nggak mampu beli aja!" seru bu Endang."Ya belilah kalau mampu. Kalau asli ada hologramnya bu. Ada barcode scannya bisa di cek saja. Masa kalah sama tukang sayuran kaya saya punya investasi emas batangan sampai lima puluh gram loh," ucap bu Sri. Bu Endang memusuhi bu Sri jadinya. Bilang katanya tukang bual tukang bohong. Tukang tipu suka adu domba buat apa sih pamer-pamer. "Sudahlah bu Endang, bu Sri jangan adu debat terus. Saya dan suami saya niat baik datang ke sini bukan untuk ribut seperti ini," ucapku."Halah Dara kamu mah sama saja. Pengen banget di akui sebagai istri orang kaya. N
Bu Endang sedikit berubah raut wajahnya karena mendengar pertanyaan Nungki. Ia mengatakan kalau tidak jadi di gedung. "Saya tidak jadi di gedung mengingat rundingan kerabat di rumah saja. Biar semuanya bisa menikmati masakan di hajatan saja. Biar ngirit juga soalnya setelah menikah nanti banyak keperluan yang akan di tanggung pengantin," ucap bu Endang."Bilang saja nggak ada duitnya," sahut bu Sti.Bu Endang terlihat adu mulut sama bu Sri perihal nggak jadi nikahan di gedung. Mau nikahan di gedung atau tidak yang penting sah tidak ngutang. Tidak ngerepotin tetangga juga. Itu adalah pembelaan dari bu Endang."Mulut kamu kok beracun sih. Emangnya yang punya uang cuma kamu doang hah?" tanya Bu endang kesal."Loh kalau ada duitnya mah sudah nikah di gedung terus pakai tukang riasnya yang mahal. Ngapain juga loh ngomong bebelit begitu. Banyak omong tapi kenyataan kosong," balas bu SrI.Suasana tidak seperti yang ku bayangkan mendingan sekarang aku melerai mereka kemudian pulang. Tinggal
Bu Endang mendengus kesal atas pertanyaan bu Sri. Karena hari sudah sore dan larut bu Endang istirahat karena besok adalah acara pernikahan anaknya tercinta. Gadis paling berprestasi yang selalu ia banggakan."Ratna kamu adalah gadis cantik di kampung ini. Di dandani mangklingi," ucap bu Endang memuji anaknya."Ya jelas dong bu. Aku ini putri paling cantik di kampung ini. Walau nikahan hanya di rumah dandanan dari MUA yang aku pilih pasti yang paling baik," balas Ratna memuji dirinya sendiri.Acara akad tiba. Akhirnya Ratna sah menjadi istri orang. Tamu dari besan sudah pulang. Mendadak sepi rumah bu Endang."Undangan yang katanya seribu orang itu mana sih?" tanya bu Sri sambil kipas-kipas wajahnya."Iya sesumbar mulu undangan seribu orang. Katanya di rumah saja biar teman kerja Ratna pada datang. Mana sih aku juga ingin cuci mata melihat Dokter, perawat dan petugas medis lainnya yang cakep-cakep," balas bu Arum.Rumpian tetangga mulai terdengar. Aku dan Nungki masih di tempat nikahan
Nungki hanya mengatakan kalau selama ini bu Endang selalu menindasku. Lalu selalu menggunjing keluargaku. Kami semua tahu kalau bu Endang saat kami menggelar acara resepsi. Dia yang paling depan menghujat apa saja yang kami lakukan. Sekarang mungkin dia sedang mendapatkan karma atas perbuatannya tempo hari."Itu aku menertawakan orang yang gemar menggunjing orang. Segala makanan dan riasan dan tega juga dikomentari orang. Emang enak apa dia perlakukan seperti itu sama tetangga," balas Nungki."Iya juga sih tapi kan kasihan Nungki. Sudah yuk kita salaman kasih selamat. Lalu kita pulang saja," pintaku.Aku dan suamiku memberikan selamat kepada pengantin yang berada di atas altar pengantin. Kami berfoto bersama kemudian segera pulang. Daripada mendengarkan bisik-bisik tetangga yang beracun lebih baik segera pulang saja. Nanti juga ada yang mengabari lewat telepon atau chat pesan singkat."Selamat ya Ratna sudah menjadi istri sah sekarang. Semoga langgeng sampai kakek nenek ya," ucapku."
Bu Lasti mengatakan memang itu adalah daging burung dara bukan daging ayam. Memang ada ayam tapi tidak banyak. Yah mungkin memang dananya tidak ada. Ada sih tapi ya mungkin sedikit."Memang itu burung dara siapa bilang ayam," balas bu Lastri."Pantas kecil sekali. Ya ampun kalau aku pasti sudah malu banyak omong ini itu tapi ya begitu deh. Tidak sesuai kenyataan," ucap bu Sri.Mereka saling mengobrol dan membicarakan keburukan bu Endang yang sedang hajatan. Ketika sore tiba memang datang orang dari rumah sakit tapi hanya sedikit saja. Mereka kembali menggunjing di pojokan."Eh tahu nggak sih kalian kalau teman Ratna sudah pada datang?" tanya bu Arum."Yang sebelah mana teman Ratna? Apakah banyak yang datang rumah sakit kan besar pasti temannya banyak ya," balas bu Mutia yang sudah tidak sabar ingin mengetahui seperti apa teman Ratna.