Share

Bab 3. Hari Yang Buruk

Ran mengerjapkan mata sambil memulihkan kesadarannya.

Dia mengingat kembali kejadian yang berputar di kepalanya bagaikan rol film lama yang bergerak perlahan.

Ran mencoba bangkit dari posisinya yang tengkurap dan mendapati dirinya serta kamar yang ditempatinya dalam kondisi yang tidak bisa dibilang baik.

Ran mengamati pantulan tubuhnya yang tinggi dan tegap di depan cermin. Air masih menetes membasahi pipinya yang dipenuhi jambang. Tatapan matanya yang biasanya tegas kini berubah redup.

Satu fakta yang didapatnya tadi pagi begitu menghantamnya. Di umurnya yang ke tiga puluh tahun, dia menyandang status sebagai bajingan brengsek karena sudah merusak seorang gadis yang notabene adalah anak dari sahabat mamanya.

Semalam, Ran melihat Mey duduk dengan kepala menyandar pada pilar di depan rest room.

Saat pelayan bar mendekat dan bertanya ingin menawarkan bantuan, Ran mengambil alih dan membimbing Mey yang sempoyongan menuju mobilnya.

“Dia biar saya yang anter,” ujarnya sambil memapah tubuh Mey yang beraroma bunga-bungaan.

Mobil Ran melaju membelah jalanan malam ibukota.

Berkali- kali, Ran menoleh ke arah Mey yang dalam keadaan setengah sadar berbaring lemah di samping kemudinya.

Dia baru tahu kalau wajah perempuan yang sedang mabuk bisa begitu memancing gairahnya. Bibirnya semerah cherry, kulitnya putih bersih sangat kontras dengan slipp dress warna hitam yang dikenakannya. Bagian dadanya yang menggoda sedikit terekspose manakala dress-nya melorot.

Ran mengemudi dalam diam walaupun konsentrasinya mulai terpecah belah akibat Brandy yang diteguknya tadi ditambah dengan pemandangan menggiurkan di sampingnya. Dan akal sehatnya melesat entah ke mana saat mobilnya berbelok bukan menuju rumah Mey melainkan apartemennya.

Saat pertemuan minggu lalu di restoran bersama mamanya juga mama Mey, Ran tidak melihat ada yang spesial pada diri gadis itu.

Mey gadis yang cantik. Rambutnya sepanjang punggung, memiliki wajah oriental dengan tinggi sebatas dagunya. Namun, hampir semua staf yang bekerja di Madiya Group memiliki penampilan yang menarik, termasuk Mey dan rekan-rekannya yang menjadi event organizer dalam acara yang berlangsung di Emperor Hotel miliknya.

Selama beberapa bulan terakhir menjalankan event di hotelnya, mereka hanya saling tersenyum saat berpapasan. Dan pertemuan di restoran tersebut adalah kali pertama Ran berbincang dengan Mey. Ran mengingat kembali percakapannya bersama Mey kala itu.

“Gimana Mey kerja bareng anak-anak Emperor?” tanya Ran sambil menyesap kopi hitamnya.

“Seru, Pak, ehh Ran ... mereka banyak bantu selama aku di sana.” Mey agak tak enak hanya memanggil nama. Namun, setelah diingatkan lagi oleh Ran, mau tak mau dia menurut walaupun masih canggung.

“Mey cantik sekali, sudah ada pacarnya?” giliran Mama Ran yang bertanya.

“Sudah mbak, beberapa kali main ke rumah.” Mama Mey menjawab saat Mey masih terdiam.

Ran menatap agak lama ke arah Mey yang mengangguk dan entah perasaannya saja atau tidak, raut wajah Mey berubah tidak nyaman.

Pertemuan singkat mereka pun ditutup dengan Ran yang mengantar Mey beserta mamanya pulang karena urusan papanya belum selesai dan tidak kunjung datang menjemput. Namun, siapa sangka takdir berkata lain? Pertemuan yang Ran kira hanya sebatas pembicaraan singkat harus berujung rumit dengan posisinya sebagai pihak yang bersalah.

***

Ran tiba di ruang kerjanya saat matahari sudah tinggi. Kepalanya masih berat bagai dihantam bebatuan. Segera dia menyalakan laptop miliknya dan mengakses file vendor luar milik HRD guna mencari data diri Meylinda, gadis 25 tahun yang sudah dirusaknya semalam.

Ran berulang kali membaca rentetan nomor ponsel yang berhasil didapatnya. Sudah satu jam berlalu dan yang dilakukannya hanya diam sembari memandang ponsel. Ran bingung harus mulai dari mana. Meneleponnya, mengirimkan pesan, mendatangi kantornya, atau langsung mendatangi rumahnya?

Ran meremas rambutnya demi mengurangi kepalanya yang tak henti berdentam sejak tadi pagi. Panggilan Riko, asisten pribadinya menghentikan gerakan tangannya.

“Permisi Pak, saya mengingatkan kembali untuk agenda besok yaitu Hotel Roadshow di Singapore selama dua minggu.

Pukul tujuh pagi besok Bapak akan dijemput oleh driver hotel menuju bandara untuk jadwal penerbangan pagi. Kemudian, berlanjut dengan Hotel Roadshow di Bangkok selama dua minggu. Untuk akomodasi dan land arrangement selama di Singapore dan Bangkok, sudah saya siapkan. Begitu juga jadwal acara sudah saya kirim ke email bapak.” Riko menjelaskan dengan tablet di tangan.

Ran baru ingat kalau dia yang mengajukan diri untuk mengikuti Hotel Roadshow selama satu bulan ke depan bersama Dion dan dua manajer lainnya.

Tak lain dan tak bukan adalah untuk menghindari acara pernikahan Bianca sang mantan yang diadakan tiga minggu lagi di hotelnya.

Dia tidak ingin ada di tempat yang sama dengan sang mantan, terlebih melihat Bianca sudah lebih dulu berbahagia setelah berkhianat darinya.

Sungguh dia tidak bisa ikhlas.

Tapi dengan perbuatannya pada Mey semalam, dia tidak mau dianggap sebagai pengecut yang melarikan diri. Membatalkan perjalanan bisnisnya juga mustahil, mengingat semua persiapan sudah rampung dan tak mungkin mencari pengganti dalam satu malam yang mampu menguasai materi presentasi untuk kepentingan roadshow nanti.

Tekad Ran sudah bulat, dia harus membayar kesalahannya. Dia akan bertanggung jawab.

Tak menunggu lama dia menyambar handphone di atas meja dan mulai menekan tombol hijau. Sudah tiga kali panggilannya tidak diangkat. Tak ingin dianggap meneror, Ran pun memutuskan kembali bekerja walaupun dengan fokus yang sangat minim.

***

Pagi ini langit mendung, mentari seolah enggan menunjukkan sinarnya. Ran menatap nelangsa pada kaca mobil yang akan membawanya menuju bandara. Semalam Ran mencoba menghubungi Mey kembali dan mendapati kenyataan bahwa Mey sudah memblokir contact-nya.

Apa yang harus dia dilakukan? Sementara selama satu bulan ke depan, sudah bisa dipastikan dia tidak akan bisa menemui Mey secara langsung. Dalam hati Ran membatin, memangnya dia akan mengangkat teleponmu dengan senang hati?? Apa yang kau harapkan? Kau sungguh tidak tahu diri Ran.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status