Share

Bab 4. Terpuruk

Mey terduduk di lantai sembari memeluk lutut. Air matanya luruh bersama guyuran shower di atasnya.

Dia tidak ingat persis mengapa bisa berakhir di ranjang Ran. Tapi, satu hal yang pasti adalah dirinya sudah tak lagi utuh.

Setelah lelah menangis dan kedinginan, dia bangun dan menatap bayangannya di cermin dan mendapati sosok yang menyedihkan. Dengan rambut berantakan dan mata sembab serta beberapa tanda di tubuhnya, dia merasa jijik pada diri sendiri.

Sekuat apa pun dia menggosok hingga tubuhnya sakit, bekas itu masih ada.

Mey tidak tahu mana yang lebih mendominasi, sakit pada beberapa bagian tubuhnya atau sakit pada hatinya.

Bersyukur tidak ada orang di rumah. Kemarin, Mama dan papanya pergi ke Bandung selama dua hari menghadiri pernikahan kerabat.

Mey merasa kotor, malu, takut, dan juga marah pada dirinya sendiri. Dia juga marah pada keadaan dan juga pada Randy, hingga berteriak histeris meratapi nasib buruknya.

Teringat kembali dengan kejadian satu bulan yang lalu saat dia bertengkar hebat dengan Ivan, pria yang sudah menjalin kasih dengannya selama satu tahun.

Ivan sosok pria yang baik dan sopan juga humoris. Pria itu dikirim ke Jepang untuk meninjau proyek kerja sama oleh kontraktor tempatnya bekerja.

Seminggu sebelum keberangkatannya, Ivan mengutarakan niatnya untuk memiliki Mey seutuhnya demi menguatkan jalinan kasih mereka yang akan berjauhan.

“Kita juga udah setahun Mey, pulang dari Jepang aku langsung ngelamar kamu. Aku akan pake pengaman Mey, kamu ga usah takut,” ujarnya dengan mantap.

Mey kaget juga kecewa, pasalnya dari awal dia sudah mengemukakan prinsipnya menolak sex before marriage dan Ivan sudah setuju.

Jadilah mereka menjalani pacaran sehat yang hanya nonton dan makan. Ciuman pun hanya sebatas di bibir. Mey tidak peduli anggapan bahwa prinsipnya dibilang kuno. Toh, yang menjalani dan merasakan kehidupannya dia sendiri. Dia juga tidak pernah menghakimi mereka yang biasa having sex meskipun belum menikah.

Emosi pun menguasai keduanya.

Merasa mampu mencari pengganti masing-masing, kata putus pun terucap dan hubungan mereka berakhir begitu saja. Padahal, Mey sudah memantapkan hati kalau Ivan adalah pilihan terakhirnya.

Ivan bahkan sudah akrab dengan kedua orang tuanya. Kedekatan itulah yang juga membuat Mey belum menceritakan kalau hubungannya dengan Ivan sudah berakhir.

Mereka sudah menganggap Ivan seperti anak sendiri, tidak etis rasanya menjelaskan alasan yang menurutnya sangat privat di hadapan orang tuanya.

“Mama beli baju buat Ivan, tapi kenapa lama ga main ke rumah ya Mey?” tanya mamanya kala itu sambil menunjukkan baju kemeja berwarna khaki.

“Mm itu ma, dia ke Jepang ada tugas kantor, emang mendadak makanya ga sempat bilang. Mey juga ga ikutan nganter kok,” dalihnya. Dia harus memikirkan waktu yang tepat untuk mengatakan pada orang tuanya.

Tapi kini, takdir seolah menertawakannya.

Dirinya yang kemarin mati-matian memegang teguh prinsipnya di depan Ivan, kini malah sudah tidur dengan pria yang belum terlalu dikenalnya.

Mey merasa menjadi manusia paling munafik di dunia.

***

Mey menatap marah pada deretan angka yang muncul pada ponselnya.

Mey tidak perlu mengangkatnya untuk tahu bahwa Ran adalah orang yang telah menghubunginya.

Menyebut namanya saja, Mey geram bercampur takut. Bagaimana jika bertemu nanti? Sungguh dia tidak bisa membayangkan!

Terlebih lagi, dia masih terlibat beberapa project bersama Emperor Hotel mulai bulan depan. Mey kalut dan entah lah segala rasa berkecamuk dalam dadanya.

Bagaimana dia bisa bersikap baik-baik saja seolah tidak terjadi apa-apa? Ingin dia bercerita tapi entah kepada siapa. Mey merasa malu juga hina.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status