Share

Bab 5. Takdir

Hari ini, Ran tiba di Jakarta setelah perjalanan bisnisnya selama satu bulan.

Selama itu pula, dia selalu menerima laporan dari Riko asistennya untuk memantau kegiatan Meylinda.

Menurut informasi yang didapat Riko dari orang Madiya, Mey masih bekerja seperti biasa.

Tidak ada perubahan signifikan yang berarti. Namun, Ran tidak bisa untuk tidak gundah, entah kenapa firasatnya mengatakan semuanya tidak baik-baik saja.

Bagaimana keadaan Mey yang sesungguhnya?

Dari bandara, Ran langsung menuju hotel mengingat tiga puluh menit lagi meeting bersama Madiya akan dilaksanakan. Mey harusnya ikut serta karena mereka terlibat project bersama. Jadi, Ran ingin memastikan secara langsung keadaan perempuan itu.

“Lancar Ran roadshownya? Rajin amat udah langsung ngantor, Dion aja kagak ikutan meeting,” kata Romi saat mereka bertemu di loby.

“Aman kok.. yukk,” Ran mengacungkan jempolnya dan menepuk pelan bahu Romi sambil menuju ruangannya.

Ran duduk di kursi kebesarannya sambil pikirannya menerawang jauh. Sebulan sudah sejak kejadian itu. Benaknya hanya dipenuhi oleh pikiran mengenai keadaan Mey.

Perasaan bersalah menghantuinya setiap saat. Ran menoleh ketika suara pintu diketuk dari luar dan Riko muncul dari balik pintu.

Tak menutupi lagi rasa penasarannya, setelah membalas salam Riko dia langsung bertanya, “Orang-orang Madiya Group sudah datang?”

“Sudah Pak,” Riko terlihat memendam sesuatu sebelum mengatakan hal yang mengagetkannya.

“Tapi pak, per hari ini Meylinda mengundurkan diri dari Madiya. Alasannya belum jelas karena mendadak,” lanjutnya.

“Apa??” Ran tidak bisa menyembunyikan kekagetannya. Namun perkataan Riko berikutnya berkali kali lipat lebih mengagetkannya.

“Mm, Pak. Gosip di bawah katanya Meylinda hamil karena ada anak front office yang melihat dia membeli test pack di apotek.”

Ran memejamkan matanya sambil meremas pena di tangannya.

Penjelasan Riko sudah tidak sepenuhnya Ran dengar.

Sebelum-sebelumnya, Ran tidak pernah mau tahu apalagi percaya dengan yang namanya gosip. Tapi, untuk gosip kali ini sepertinya lebih mendekati kebenaran. Terlebih, dia adalah pelaku utama yang menjadi penyebab semuanya terjadi.

“Lihat! Ran tidak hanya merusaknya kini, kau bahkan sudah membuatnya hamil,” Batin Ran seolah mengejek dirinya sendiri.

Kepala Ran mendadak berat, merasa tidak akan bertemu dengan sosok yang ditunggunya.

Ran pun angkat kaki dan mantap mengemudikan kendaraannya menuju tempat yang sudah lama ingin dikunjunginya.

***

Ran mengamati rumah lantai dua bercat white lily dari dalam mobilnya.

Tamannya asri dipenuhi berbagai bunga dan tanaman hias. Ran memutuskan turun dari mobil dan memencet bel yang dibuka oleh wanita tua sepertinya asisten rumah tangga mereka.

“Cari siapa ya?”

Sang asisten mempersilakan masuk setelah Ran menyebutkan satu nama yang terus mengganggu pikirannya selama ini.

Memasuki ruang tamu, langkahnya terhenti melihat Mama Mey yang menatapnya dengan pandangan kaget bercampur amarah. Dengan langkah tergesa, Mama Mey mendatanginya dan mencengkeram lemah kedua lengannya. Dia menggoyangkan badan tegap Ran sambil menahan isak tangisnya agar tidak keluar.

“Kenapa nak Randy? Kenapa? Apa salah Mey sama kamu?? Kenapa kamu jahat sama Mey??”

Sungguh lidah Ran kelu. Dia hanya menundukkan wajah tidak berani menatap wajah tua di depannya. Hatinya seolah teriris. Ran masih mempertahankan posisinya hingga sebuah pekikan membuat pandangannya teralih dan menoleh ke sumber suara.

“Mamaaaa … Aku nggak mau … aku nggak mau…” Mey berteriak di ujung tangga sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.

Sontak Mama Mey melepaskan cengkeraman tangannya dan bergegas menghampiri Mey diikuti papanya yang muncul dari ruang tengah.

“Bawa Mey masuk, Ma,” hardik papanya yang setelah itu menatap tajam Ran yang masih berdiri menatap kepergian Mey.

“Apa yang kau inginkan?” Suara papa Mey berat dan tegas sambil tidak melepaskan tatapan tajamnya yang menelisik Ran sedari tadi.

Kini mereka berdua sedang duduk berhadapan di ruang tamu.

“Saya minta maaf,” Ran bersuara setelah sekian lama terdiam.

“Apa kau tahu dampak perbuatan bejatmu? Kau sudah merusak hidup Mey!!” teriak papanya yang sudah tidak bisa lagi menahan amarah.

“Saya akan bertanggung jawab.” Ran mengeluarkan niatnya yang selama ini dipendamnya. Melihat Mey yang tadi begitu rapuh dan ketakutan membuat dadanya kian nyeri.

***

Tamparan keras mendarat di pipi kirinya ketika mengutarakan maksud dan tujuannya datang. Saat ini, Ran berada di kediaman orang tuanya yang selama di Bali dibiarkan kosong dan hanya dibersihkan asisten rumah tangga.

Mereka memutuskan menetap di Bali dan menjalankan bisnis restoran yang ditolak mentah-mentah oleh Ran.

Dia memilih untuk tetap tinggal di Jakarta seorang diri dan menjalankan bisnis yang beberapa di antaranya sempat gagal, hingga kemudian tercipta bisnis hotel bersama sahabatnya yang sepertinya lebih menjanjikan dan memberikan keuntungan.

“Dasar anak tidak tahu diri, bikin malu sajaaa!!! Jadi, ini hasilnya? Kau menolak tinggal bersama kami supaya bisa hidup bebas? Kalau sudah begini apa kau merasa hebat??”

Papanya sudah tidak bisa menahan amarah lagi, semua sumpah serapahnya keluar begitu mendengar penuturan Ran.

Merasa kesal hati kepada anak tunggalnya yang pembangkang. Sebelum bisnis hotelnya, Ran memiliki bisnis di bidang otomotif dan transportasi yang gulung tikar sebelum berkembang.

Tak terhitung berapa kerugian yang diderita papanya mengingat Ran masih meminjam modal usaha. Karenanya ketika Ran ingin bisnis hotelnya disponsori, papanya menolak dengan keras dan sejak saat itu Ran bertekad untuk membuktikan bahwa dia mampu menjalankan bisnis tanpa bantuan orang tuanya sepeser pun.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status