Share

Bab 7. Nelangsa

Meylinda POV

Kubanting pintu kamarku menahan amarah dalam dada.

Aku muak dengan pertemuan ini. Aku benci berada dalam situasi menyakitkan ini. Segera, kulepas dress yang melekat di tubuhku dan menggantinya dengan kaos rumahan, entah kenapa aku jadi membenci warna hijau.

Setelah malam naas itu, aku melihatnya lagi.

Dia duduk di depanku bersama kedua orang tuanya. Jarak kami begitu dekat hanya dibatasi sebuah meja. Udara di sekelilingku mendadak hilang. Dadaku sesak menahan segala rasa.

Aku ingin berteriak di depannya, menampar, dan melayangkan pukulanku berkali-kali.

Sayangnya, itu hanya ada dalam ekspektasiku.

Kenyataannya, aku malah menyambut kedatangannya. Menerima pernikahan yang ditawarkannya. Aku bagaikan pesakitan yang tidak punya pilihan.

Kini, statusku berubah menjadi wanita malang yang menyedihkan. Aku keluar dari pekerjaanku. Padahal, tinggal menunggu hitungan bulan aku akan sign contract sebagai karyawan tetap. Tapi, dengan janin yang ada dalam perutku bagaimana mungkin aku bisa bekerja.

Peraturan Madiya Group yang melarangkehamilan dan menikah selama dua tahun menghalangi niatku untuk masih tetap bekerja.

Sudah jelas, dalam beberapa bulan ke depan, perutku akan semakin membesar. Hamil tanpa ikatan pernikahan, lebih mustahil lagi. Bagaimana bisa aku juga keluargaku menahan malu, belum lagi mendengar gunjingan orang-orang? Sedangkan untuk menggugurkannya?

Aku menggelengkan kepalaku, menghalau pikiran buruk itu merasukiku.

Masih teringat ekspresi kaget semua staf kantor serta pimpinan perusahaan tempatku bekerja. Semuanya begitu mendadak. Tak ada angin dan hujan, aku melepas pekerjaanku begitu saja di saat berbagai peluang berdatangan kepadaku.

Kembali aku menunduk memandang perutku dengan perasaan kesal. Kenapa semua ini harus kulalui?

Randy POV

Aku terpaku menatap sosok Mey yang terus menunduk berjalan pelan menuruni tangga. Rambut panjangnya dibiarkan terurai hanya dihiasi jepit sebagai pemanis. Make up nya natural dengan dress berwarna hijau sepanjang betis.

Tak kualihkan barang sejenak pandangan mataku padanya.

Wajahnya terlihat lebih tirus dibanding terakhir kali aku melihatnya di bar. Apakah kehamilannya begitu memengaruhi selera makannya?

Hari ini aku dan kedua orang tuaku datang dalam rangka perkenalan keluarga sambil membicarakan lebih lanjut pernikahan kami.

Setulus hati kusampaikan permohonan maafku dan niat baikku yang akan membina rumah tangga bersamanya. Tapi seperti yang sudah aku duga, dia berdiri dan pergi begitu saja segera setelah mendengarku berbicara.

Aku maklum atas responsnya padaku. Malah, seharusnya aku menerima hal yang lebih buruk lagi dari itu, seperti tamparan, cakaran, pukulan dan sumpah serapah lainnya.

Aku hanya bisa menunduk lesu, sambil berharap seiring berjalannya waktu Mey bisa menerima permohonan maafku dan menerima dengan tangan terbuka usahaku untuk membahagiakannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status