Ballroom Emperor Hotel sudah dipenuhi meja bundar dengan kursi, sementara di bagian depan berdiri panggung dengan konsep yang modern dan megah. Perayaan anniversary yang rutin diadakan tiap tahunnya, diawali dengan berbagai pertunjukan, pembagian door prize, pemberian awards bagi karyawan yang berprestasi dan diakhiri dengan galla dinner sebagai acara puncak.Mey dan Ran berada satu meja dengan ketiga rekan-rekannya yang malam ini membawa pasangan masing-masing. Nena, istri Romi yang duduk di sebelah Mey pun memulai pembicaraan ketika Ran berikut ketiga rekannya maju ke panggung memberi sambutan.“Dulu waktu aku hamil trimester pertama, hampir sama kayak kamu Mey, ga pernah kemana-mana karena takut mual.”“Iya, sekarang udah mendingan karena udah masuk trimester kedua,” Mey menjawab seolah membenarkan dugaan Nena.“Jadi bisa dong ikut pergi sama kita.-kita. Ran sendirian terus kalo ada acara invitation,” tambahnya.Sekarang Mey mulai paham kemana arah pembi
“Boleh aku menciummu?” Pertanyaan serta bahasa tubuh Ran yang tidak Mey duga, membuat kinerja otaknya berantakan. Seharusnya Mey menolak, atau langsung bangkit dari posisinya.Tapi, yang dia lakukan malah membalas tatapan mata Ran yang menguncinya. Mey hanya mengerjapkan matanya yang justru malah membuat Ran semakin mendekat.“I guess yes,” kata Ran dengan berbisik.Detik berikutnya Mey merasakan bibir hangat Ran mengecup lembut bibirnya sementara tangan Ran yang semula menggenggam tangannya kini sudah berpindah ke bahunya. Rasa panas menjalari tubuh dan wajahnya manakala Ran menjauhkan wajahnya setelah bibir mereka bersentuhan selama beberapa saat.“Masuk yuk Mey, kita makan dulu,” ajak Ran sambil menggandeng tangannya. Mey sendiri hanya bisa pasrah berjalan mengikuti Ran sambil menormalkan detak jantungnya akibat sikap manis Ran.***Mey memandang wajahnya sambil meraba bibirnya. Semalam Ran menciumnya, tidak,,, lebih tepatnya mengecup bibirnya. Dia
“E… ehh,” “Kenapa Mey?” tanya Ran dengan khawatir.“Enggak, ini kayaknya bayinya gerak,” Mey mengelus perutnya untuk memastikan lagi.“Hah… Beneran?”Ran takjub sekaligus terharu, dia hanya bisa memandang perut Mey penuh arti.“Mmm, pegang aja Ran, kata dokter udah bole diajak ngobrol kan?” Ran menatap Mey tidak percaya, dengan ragu dia menyentuh perut Mey yang membesar. Pandangannya tertuju pada perut buncit Mey, dimana buah hatinya berada. Ran menghela nafasnya sebelum mengucapkan kalimat yang membuat Mey nyaris meneteskan air mata.“Sehat-sehat ya nak, daddy’s here…”Entah kenapa Mey begitu yakin, kalau kelak, Ran akan menjadi sosok ayah yang baik dan bertanggung jawab bagi anak mereka. Terlepas dari awal ikatan ini bermula, Mey perlahan-lahan mulai bisa menerima kehadiran Ran. Sudah seminggu terakhir Mey disibukkan dengan bisnis barunya di Meyra Florist. Selain bertemu orang-orang baru, dia juga mendapat tambahan pengetahuan berupa merangkai bunga, walaupun masih tehnik yang sed
Saat ini, Mey sedang berbelanja keperluan sehari-hari dan mamanya turut serta menemani. Ketika sedang asyik melihat-lihat, matanya tak sengaja melirik ke arah granola, cookies untuk ibu hamil juga kacang mente berbagai merk. Seketika dia teringat Bianca yang mungkin saja menyukai cemilan sehat ini. Dia pun mengambil beberapa untuk dirinya juga untuk Bianca. Mey ingin memberikannya sebagai ucapan terima kasih, karena berkat bantuan Bianca, Meyra Florist mendapat tambahan pelanggan tetap yaitu perusahaan yang bergerak di bidang jasa wedding organizer. Sesampainya di florist, dia pun mengemas sendiri bingkisan yang akan dia berikan untuk Bianca, menjadi sebuah flower box gift yang indah. Tak lupa di sematkan kartu ucapan juga pita sebagai pemanis. Setelah menyelesaikan makan siangnya, dengan diantar sopir florist, Mey menuju alamat sebuah bakery shop yang diberikan Bianca. Dari perbincangan tempo hari, usaha bakery tersebut adalah hadiah pernikahan dari keluarga suaminya yang mau tak m
"Dia itu siapa?"“Ahh, lupakan saja Mey. Harusnya aku mengajak kamu berkeliling bakery shop aku dan mencicipi semua kue yang ada, bukannya malah mendengarkan aku yang sedang ngelantur ini,”jawab Bianca yang tersadar sudah menahan Mey untuk mendengarkan curhatan dirinya yang tengah galau. “Nggak apa-apa kok Bianca, aku senang walau hanya menjadi pendengar yang baik. Btw, Ini sudah lebih dari cukup kok,” kata Mey sambil mengambil satu lagi chocolate croissant dan segera melahapnya. "Terima kasih Mey, kamu benar-benar tulus dan baik hati. Mungkin lain kali aku akan cerita banyak," kata Bianca penuh haru.Mey pun pamit undur diri karena memang dari awal tujuannya datang tidaklah lama. Setelah mendapat dua bingkisan berisi aneka cake dan roti dia pun pergi meninggalkan bakery shop milik Bianca. Ini sudah hari keempat Ran berada di Lombok untuk urusan bisnisnya. Selama itu pula, Mey merasa ada separuh hatinya yang hilang. Kalau boleh jujur, Mey merindukan Ran ada di sisinya. Dia tidak ta
“Hah??? Mmm… “Belum sempat Mey melanjutkan ucapannya, Ran sudah lebih dulu membungkam bibirnya dengan ciuman yang lembut. Alih-alih mendorong Ran atau menghentikan ciuman mereka yang baru saja dimulai, Mey memilih memejamkan matanya dan menikmati bibir hangat Ran yang melumat pelan bibirnya. Sempat terlintas dalam benaknya untuk membalas ciuman Ran, namun . . .Tok… Tok… Tok“Mey!!! Ada kurir ekspedisi minta fotokopi KTP” panggil Mamanya yang sedikit berteriak dari balik pintu.Mey pun segera membuka matanya dan melepaskan ciuman singkat mereka dengan panik.“I... Iya Ma, sebentar,” katanya sambil melangkah keluar.Sementara Ran yang masih terbuai dan menikmati momen romantis mereka hanya bisa menatap nanar ke arah pintu kamarnya, dimana Mey dan Mamanya tengah berbincang.Setelah makan bersama orang tuanya, Mey masih melanjutkan obrolan mereka di ruang tamu.“Kita balik sekarang ya Mey,” sela Papanya sambil melihat ke arah jam dinding.“Eehh, Ran jangan dipanggil, siapa tahu
Mey tiba di apartement sekitar pukul lima sore dan mulai bersiap-siap karena dia hanya memiliki waktu sekitar dua jam lagi sebelum Ran datang. Dia segera meletakkan kue di kulkas dan mengambil box gift dengan gantungan kunci di dalamnya. Ketika melihat tudung saji, dia baru menyadari jika hanya masak sop daging yang menurutnya terlalu biasa untuk disajikan sebagai menu perayaan ulang tahun. Jadi, dia memesan menu makan malam secara online yang menurutnya spesial.Tepat pukul setengah tujuh, semua persiapan sudah selesai dan tinggal menunggu Ran datang. Sambil menunggu, Mey menonton televisi dan berpikir kira-kira bagaimana reaksi Ran nantinya? Apakah terlalu berlebihan untuk hubungan mereka yang tidak sedekat suami istri pada umumnya? Atau, terlalu sederhana mengingat status sosial Ran yang seorang pengusaha sukses? Bunyi pesan masuk pada ponselnya, segera membuyarkan lamunan Mey.“Aku pulang telat ya Mey, makan malem aja duluan.”Seketika Mey menunduk lesu, seharusnya dia sud
“Ini …” Mey menghentikan ucapannya. Bagaimana tidak, slide selanjutnya menampilkan foto dirinya saat sedang memasak, berbelanja di supermarket, kontrol kehamilan, juga pada saat di florist. Semuanya diambil secara candid dan menampilkan berbagai ekspresi, mulai dari dia yang sedang melamun, kebingungan sampai tersenyum. Entah memang Ran yang jago mengambil gambar ataukah memang kamera pada ponsel Ran yang begitu canggih? Sebab semua foto Mey begitu indah. Dia sendiri takjub melihat foto-foto dirinya yang begitu natural.Dari sekian banyak foto, ada satu foto yang menarik perhatian Mey. Yaitu, foto dirinya yang sedang menunduk sambil mengelus perutnya dan dikelilingi bunga-bunga di florist. Untuk apa Ran mengabadikan foto dirinya dan menyimpannya? Dia bahkan sama sekali tidak sadar kapan Ran mengambil semua foto tersebut?Saat sudah selesai melihat slide terakhir, Mey pun menekan tombol keluar dan melihat folder foto dirinya diberi judul emoticon hati berwarna merah yang seketika meni