“Ya Tuhan Mey!!!” teriak Ivan sambil menghampiri Mey.“Minum dulu Mey.” Ivan menyodorkan air mineral yang ada di atas meja segera setelah Mey duduk. Mey tidak punya pilihan selain menerimanya dan mulai minum sedikit demi sedikit. Ketika dirasa kontraksinya belum usai, Mey mulai mengelus perutnya sambil mengatur nafas. Ivan yang melihat pergerakan Mey, segera berdiri dan membantu memberi pijatan pada punggungnya.“Apa yang kamu…” “Tenang Mey, aku hanya bantu kamu. Dulu juga aku sering pijetin Mbak Risa waktu kontraksi dia kumat,” potong Ivan.Mey hendak melarang, namun pijatan Ivan ajaibnya mampu mengurangi nyeri pada perutnya. Tentu saja Ivan bisa bersikap siaga seperti ini, karena dulu saat mereka bersama Ivan lah yang sering mengurus Mbak Risa, kakaknya yang tengah hamil dan tinggal berjauhan dengan sang suami.“Usahakan kamu jangan panik Mey, kalau mengalami kontraksi seperti ini lagi,” tambahnya.“Mm, cukup Ivan… Udah mendingan kok,” kata Mey sambil merubah posisinya.Iv
“Kenapa belum tidur?” Ran tiba tiba saja sudah berada di belakangnya. “Iya nih, belum bisa tidur. Kamu kenapa bangun?” tanya Mey. Ran menatap Mey agak lama sebelum ikut menyusul untuk duduk di sebelahnya. “Aku belum tidur Mey, jujur aku kepikiran sama sikap kamu hari ini,” ungkap Ran. Mey masih diam mencerna kalimat Ran. Seharusnya dia sudah menduga jika Ran pasti akan mempertanyakan sikapnya. Ran tipe pria yang tidak suka memendam masalah, sebisa mungkin dia akan menyelesaikan dan membicarakannya hingga menemukan solusi. “Tapi kalau kamu belum mau cerita nggak apa-apa. Aku hanya nggak mau hal itu berpengaruh sama kondisi kamu Mey. Aku sayang kamu,” kata Ran sambil menggenggam jemari Mey.Mata Mey seketika berbinar. “Terima kasih Ran,” ucapnya sambil tersenyum dan menghambur ke pelukan Ran. Cukup sudah segala keraguan yang sedari tadi menderanya. Harusnya kebersamaan mereka selama ini sudah lebih dari cukup untuk membuktikan betapa Ran menyayanginya dan akan selalu melindunginya
Sejak permohonan maafnya diterima, Ivan jadi lebih sering berkunjung ke florist. Entah membeli bunga, kebetulan lewat atau sedang pergi mencari sesuatu, yang jelas dia selalu punya alasan untuk mampir. Seperti siang ini, Ivan datang dengan membawa satu kotak berisi siomay yang memang menjadi makanan kegemaran Mey. Mey yang baru tiba, berpapasan dengannya di pintu masuk. “Ivan…?” “Hey Mey, aku kebetulan lewat abis beli siomay di tempat langganan kita dulu,” katanya sambil menunjuk bag paper yang dibawanya. “Masih jualan ya? Aku beberapa kali lewat sana selalu tutup,” katanya sambil meletakkan tas di meja dan duduk di kursi kebesarannya. “Penjualnya sempet sakit. Nih buat kamu,” katanya sambil menyerahkan bungkusan yang sudah dia bawa. “Serius??? Makasi banget ya Ivan, btw ini harus aku bayarkah?” tanya Mey dengan jahil. Dia pun mulai membuka bungkusnya dan matanya berbinar melihat siomay favoritnya. Ivan lantas tergelak, tidak menyangka bahwa Mey bisa menebak motifnya. “Temenin
Pukul sembilan pagi, Mey sudah tiba di florist. Dia ada janji bertemu dengan Bianca juga rekannya yang hendak menggunakan jasa Meyra Florist untuk event yang akan perusahaan mereka adakan. Ini merupakan suatu keuntungan besar bagi florist yang dikelola Mey karena nama Meyra Florist akan semakin dikenal khalayak luas. “Makan siang kamu biar aku yang traktir ya Bianca,” kata Mey usai mereka menyelesaikan pembahasan kontrak kerja sama.“Makasi Mey, tapi aku udah keduluan janji sama suamiku.” kata Bianca.“Baiklah kalau begitu. Makasi ya Bianca, aku bener-bener hutang budi sama kamu karena udah terus support florist,” kata Mey sungguh-sungguh.Bianca dengan segudang relasinya selalu merekomendasikan Meyra jika mereka memerlukan florist. Entah bagaimana cara Mey membalas semua kebaikan Bianca padanya? Apa yang harus dia berikan? Sementara, Bianca sendiri sepertinya sudah memiliki segalanya.“Santai aja Mey, yang aku lakukan bukanlah suatu hal yang besar,” katanya sambil tertawa dan un
Ran sendiri tidak menyangka, jika meeting yang dihadirinya berjalan lebih cepat dari yang seharusnya. Berhubung lokasi hotel tempat meetingnya digelar berdekatan dengan bandara, dia pun memutuskan untuk memajukan penerbangan dan kembali pulang.Saat driver Emperor menjemputnya, dia langsung meminta dibawa ke florist karena ingin menjemput Mey terlebih dahulu. Selama perjalanan, Ran berusaha keras mengenyahkan pikiran-pikiran buruk yang hinggap di kepalanya. Namun otaknya lagi-lagi tertuju pada rekaman cctv tersebut. [“Untuk rekaman cctv yang bapak minta, sudah saya kirim ke email.”] Begitu bunyi pesan yang masuk ke ponselnya dari salah satu staf mekanik Emperor, yang jugamenangani pemasangan cctv di florist. Awalnya dia menatap ragu pada layar monitor di depannya. Jika dia melakukan ini, tidakkah artinya dia meragukan Mey? Tapi untuk mengabaikan file yang saat ini sudah berada di depan matanya, sungguh terasa sulit baginya.Ran pun mulai mengarahkan mouse ke sembarang tanggal yang
Sudah tidak terhitung berapa kali Mey melirik jam dinding juga ponsel yang selalu dia bawa. Entah kenapa, hari ini berjalan sangat lambat padahal Ran baru pergi selama dua jam. Mey ingin meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antaranya dan Ran. Dia ingin membuat Ran percaya bahwa memang benar antara dirinya dan Ivan tidak ada apa-apa. “Dulu aku pernah dikhianati…” Mey kembali mengingat kata-kata yang tadi diucapkan Ran. Sorot luka dan kekecewaan tergambar jelas pada wajahnya. Jadi itu yang menyebabkan Ran begitu marah padanya? Ran pasti mengira jika Mey sama dengan mantan kekasihnya yang memilih orang lain dan berpaling darinya.Mey menghembuskan nafasnya sambil mengelus pelan perutnya, janin yang dulu sempat tidak dia inginkan keberadaannya. Janin yang juga mengikat dirinya pada Ran. Namun seiring berjalannya waktu, tanpa Mey sadari Ran sudah mampu mengikat hatinya. Dengan antusias Mey menghampiri pintu yang terbuka dari luar. Dia sudah mandi dan sudah bersiap hendak memasak untuk
Mey menjalani harinya dengan lesu. Dia merasa kepala dan matanya sangat berat, namun untuk pergi tidur juga tidak mungkin mengingat ini masih pagi. Dia pun membiarkan Bu Ana memasak sendiri di dapur sementara dia memeriksa laporan florist di ruang tamu. “Sarapan dulu Nak Mey,” panggil Bu Ana. Mey menoleh kemudian mengangguk.“Mey agak mual Bu, mau makan buah dulu. Bu Ana nggak apa-apa kan kalo Mey makannya nanti aja?” tanya Mey.Dia sendiri tidak tahu kenapa mual yang sudah lama hilang kini datang lagi. Apa karena semalam dirinya kurang tidur? Setelah menghabiskan sarapan buahnya, Mey pergi ke kamar karena kepalanya sedikit pusing. *** Ran tiba di hotel dan memulai briefing bersama jajaran manajemen juga panitia yang terlibat dalam event yang diadakan di Emperor hari ini. Dirinya sungguh tidak ada niatan untuk menghindari Mey, dia sendiri merasa bersalah ketika melihat mata Mey yang seperti ingin menangis tadi. Tapi di sisi lain, Ran masih merasa kesal dengan sikap Mey. Bisa-bisan
Mey memilih memejamkan mata ketika Ran memerangkap bibirnya dan melumatnya dengan ahli. Ciuman rasa vanila stawberi yang membuat keduanya terbuai selama beberapa saat. Ran membuka mata dan menjauhkan bibirnya sambil ibu jarinya mengusap pelan jejak basah pada bibir Mey. Senyum malu-malu yang menyambutnya membuat Ran mendekatkan kembali wajahnya. “Jadi, kita udah baikan?” tanya Mey saat wajah Ran hanya berjarak beberapa senti darinya. “Menurut kamu?” bisik Ran yang entah mengapa di telinga Mey terdengar begitu seksi. Mey tersenyum cerah sambil menatap mata Ran yang hitam dan tegas. Entah dorongan darimana, dengan tanpa tahu malu Mey menarik rahang kokoh milik Ran untuk mendekat padanya dan membiarkan Ran mengulang kembali ciuman mereka. “Aku minta maaf Ran, aku nggak akan nutupin apapun lagi dari kamu,” kata Mey.Saat ini mereka sudah duduk bersama dengan kepala Mey yang bersandar pada lengan Ran. Ran menghela nafas pelan, dengan penuh rasa sayang dia mengelus kepala Mey dan melab