Mereka tiba di Bali sekitar pukul sebelas siang dan langsung menuju restoran milik orang tua Ran di sekitaran Canggu. “Nggak ada yang sakit kan Mey?” tanya Ran sambil mengelus perut Mey saat mereka di dalam mobil. Mey hanya menggeleng, sebaliknya dia justru merasa sangat bersemangat. “Ini pertama kali kamu ke Bali?”“Iya Ran, makanya aku excited banget,” jawab Mey. Sesampainya di restoran, mereka disambut dengan pelukan hangat oleh orang tua Ran. Tubuh Mama sedikit lebih kurus dari pertemuan terakhir mereka. Tepat dua bulan sejak pernikahan mereka digelar, Mama divonis menderita penyakit jantung sehingga harus melakukan serangkaian pengobatan juga beberapa larangan dalam beraktivitas. “Duh kangen banget sama menantu Mama,” kata Mama sambil mengelus kepala Mey. “Kehamilan kamu sehat kan Mey? Maaf ya Mey, Mama…,” kalimat Mama terhenti karena sedetik kemudian air matanya sudah menetes tanpa diminta. “Jangan sedih Ma, yang penting Mama sehat dulu,” tenang Mey. Ran yang tengah bers
“Mey, ikut olahraga nggak?” tanya Ran ketika Mey sudah membuka matanya. Mey yang masih memeluk bantal hanya menggeleng, dengan pandangan yang masih samar dia melihat Ran sudah mulai bersiap-siap. Bagaimana bisa berolahraga? Semalam dirinya sulit tidur begitu Ran keluar kamar. Entah kenapa pikirannya kemana-mana saat mengetahui Ran selalu melihat ponsel dan mengabaikan dirinya. Mey bangun ketika jam menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Sewaktu makan malam kemarin, Mama Ran sudah mewanti-wanti dirinya agar tidak usah enak hati jika ingin bangun siang hari ini. “Mey istirahat yang cukup ya Nak, nggak usah bangun pagi besok, Mey pasti masih capek,” begitu katanya. Mey menghela nafasnya pelan. Dia sungguh bersyukur memiliki mertua seperti orang tua Ran. Selain menyayanginya dengan tulus, mereka bukan tipikal mertua yang suka mencampuri urusan anak menantunya.Merasa telah cukup tidur, dia pun memutuskan pergi membersihkan diri sebelum turun menunggu kedatangan Ran. Mey keluar dari
Saat usahanya mencari kedua perempuan tersebut belum berhasil, langkah Mey terhenti oleh panggilan seorang wanita. “Mbak Meylinda…” Mey hanya mengernyitkan dahinya karena merasa tidak mengenal wanita tersebut. “Saya Wanda, temen Vera,” ujarnya sambil mengulurkan tangan. “Panggil Mey aja, kalo boleh tahu ada apa ya?” tanya Mey sambil masih sempat mengedarkan pandangannya. “Kata Vera, Mey punya usaha florist ya? Aku mau minta bantuan sih sebenernya, kalo nggak keberatan ngobrol sambil duduk yuk, aku janji cuma sebentar,” ajaknya. Mey pun menurut, mereka terlibat perbincangan yang cukup serius. Jadi, Wanda yang juga memiliki usaha florist dan lebih sering menerima pesanan hand bouquet, kerap kali kehabisan stock bunga import seperti bunga daffodil yang justru selalu ada di Meyra Florist. “Aku udah sering order daffodil di florist kamu Mey, tapi kan jadi dapet harga konsumen. Maunya sih special price gitu, hehe.” Wanda sangat berterus terang di pertemuan pertama mereka. Maka ketik
Mey tersadar saat tubuhnya menyentuh benda empuk nan lembut. Aroma hutan pinus bercampur rokok seketika merasuki indra penciumannya. Mencoba membuka kelopak matanya yang berat, Mey mendapati sosok Ran menjulang tinggi di hadapannya. “Ke ... kenapa kamu di sini?” Suara Mey terbata dan lemah, selemah tubuhnya yang enggan bergerak barang satu sent pun. Entah kenapa gestur tubuh Ran memberikan alarm tanda bahaya baginya. “Ini kamarku.” Suara Ran berat dan serak.Perkataan Ran menyadarkan otaknya yang buntu bahwa ini memang bukan kamarnya. Namun, belum sempat Mey beranjak, Ran yang sudah sepenuhnya kehilangan kendali mendekat dan berada di atas Mey dengan memangku kedua tangannya.“Apa yang kau lakukan? To ... tolong jangan lakukan ini padaku ... ” Mey mulai ketakutan saat wajah Ran mulai mendekat dengan tatapan mata yang tidak lepas dari wajahnya.Permohonan Mey tidak memengaruhi Ran sama sekali. Matanya justru tertuju pada bibir merah Mey yang malah membangk
Malam ini Ran berada di bar Emperor Hotel, hotel yang didirikannya bersama tiga orang sahabatnya Dion, Romi, dan Ariel. Setelah berhasil melaksanakan event Dekka Corp, perusahaan multinasional yang mengambil tempat di hotelnya, malam ini diadakan syukuran sekaligus pemberian reward kepada semua team yang sudah membantu kesuksesan event tersebut.Emperor Hotel baru sembilan bulan diresmikan.Namun, berkat promosi yang luar biasa dari team marketingnya, Emperor mulai berkembang pesat dan diperhitungkan di berbagai kalangan. Mereka berempat mau tak mau harus terjun langsung mulai dari awal hingga akhir terutama saat ada event-event besar demi menghindari komplain.Ran kembali menghisap rokok dan menghembuskannya perlahan. Berharap penat dalam benaknya terhempas bersama kepulan asap rokoknya. Ingatannya berputar saat minggu lalu team salesnya menyodorkan list client yang akan menggunakan hotelnya sebagai lokasi acara. Salah satunya adalah seorang pejabat yang akan melaksana
Mey senang bukan main saat Emperor Hotel mengundangnya bersama team dari Madiya Group tempatnya bekerja untuk mengikuti acara syukuran makan malam sebagai reward atas keberhasilan mereka. Betapa tidak, kerja sama akan berlanjut beberapa bulan ke depan dengan agenda berbagai meeting dan exhibition yang mengambil lokasi di Emperor Hotel dengan Madiya Group sebagai event organizernya. Tinggal enam bulan lagi, genap dua tahun Mey bekerja di sana yang itu artinya dia akan sign contract sebagai karyawan tetap. Selain bonus dan gaji yang diterima lebih besar, jenjang kariernya juga lebih terbuka lebar. Dan keberhasilannya bersama Emperor Hotel dalam acara kemarin tentu akan memberikan poin plus untuk perkembangan kariernya. Mey dan teman kantornya sudah berdandan dan menyiapkan gaun andalan mereka agar tampil proper dalam acara perayaan tersebut. Mereka ingin menikmati perayaan malam ini hitung-hitung membayar waktu dan tenaga mereka yang sudah terkuras. Bagaimana
Ran mengerjapkan mata sambil memulihkan kesadarannya. Dia mengingat kembali kejadian yang berputar di kepalanya bagaikan rol film lama yang bergerak perlahan. Ran mencoba bangkit dari posisinya yang tengkurap dan mendapati dirinya serta kamar yang ditempatinya dalam kondisi yang tidak bisa dibilang baik. Ran mengamati pantulan tubuhnya yang tinggi dan tegap di depan cermin. Air masih menetes membasahi pipinya yang dipenuhi jambang. Tatapan matanya yang biasanya tegas kini berubah redup. Satu fakta yang didapatnya tadi pagi begitu menghantamnya. Di umurnya yang ke tiga puluh tahun, dia menyandang status sebagai bajingan brengsek karena sudah merusak seorang gadis yang notabene adalah anak dari sahabat mamanya. Semalam, Ran melihat Mey duduk dengan kepala menyandar pada pilar di depan rest room. Saat pelayan bar mendekat dan bertanya ingin menawarkan bantuan, Ran mengambil alih dan membimbing Mey yang sempoyongan menuju mobilnya.“Dia biar say
Mey terduduk di lantai sembari memeluk lutut. Air matanya luruh bersama guyuran shower di atasnya. Dia tidak ingat persis mengapa bisa berakhir di ranjang Ran. Tapi, satu hal yang pasti adalah dirinya sudah tak lagi utuh. Setelah lelah menangis dan kedinginan, dia bangun dan menatap bayangannya di cermin dan mendapati sosok yang menyedihkan. Dengan rambut berantakan dan mata sembab serta beberapa tanda di tubuhnya, dia merasa jijik pada diri sendiri. Sekuat apa pun dia menggosok hingga tubuhnya sakit, bekas itu masih ada. Mey tidak tahu mana yang lebih mendominasi, sakit pada beberapa bagian tubuhnya atau sakit pada hatinya.Bersyukur tidak ada orang di rumah. Kemarin, Mama dan papanya pergi ke Bandung selama dua hari menghadiri pernikahan kerabat. Mey merasa kotor, malu, takut, dan juga marah pada dirinya sendiri. Dia juga marah pada keadaan dan juga pada Randy, hingga berteriak histeris meratapi nasib buruknya.Teringat kembali dengan keja