4. Gloomy Sunday
29 Mei 20XX, malam hari
Gangga sudah sedikit tenang berada di kamarnya yang berukuran 3x3 meter, dengan cat dinding yang sudah terkelupas di sana sini. Dia hanya duduk di tempat tidur, diam.
Dunia seolah berputar begitu lambat. Metabolisme tubuhnya juga seolah berhenti. Dia tidak mampu bergerak cepat, lututnya terasa lemas.
Kamu jahat Kubis! Tega banget ninggalin aku. (Gangga).
Dia membuka tas sekolah yang tadi digunakannya. Dirogohnya 2 benda pemberian Bisma, bunga melati putih dan sebatang coklat.
Diletakkannya dua benda itu di dadanya. Buliran bening di matanya menetes lagi meski tak sederas tadi.
Bisma bodohh. Kenapa ngasih aku barang yang dua-duanya berumur pendek kayak gini. Melati ini dalam beberapa jam sudah layu. Coklat ini dalam beberapa bulan sudah tak layak dikonsumsi. Kenapa kamu nggak ngasih sesuatu yang bisa aku simpan lama? (Gangga).
Dia bingung, akan diapakan kedua benda itu. Akan diletakkan di toples dan ditambahkan formalin? Atau hanya akan dibuang? Dan bagaimana dengan coklatnya? Akan dia makan atau ditunggu hingga berjamur?
Suara ponsel mengaburkan imajinya. Diusapnya layar benda berbentuk balok pipih itu. Dengan hati yang perih, dia membaca pesan demi pesan yang membuat matanya kembali berair.
📱Erlin: Besok kita bareng ke pemakaman Bisma ya.
📱Yunda: Pemakaman Bisma jam 13.00
📱Group kelas:
Telah meninggal dunia dengan tenang teman seperjuangan kita, Aditya Bisma Wibowo pada tanggal 29 Mei 20XX dan akan dimakamkan besok hari Minggu, 30 Mei 20XX di pemakaman umum Neglo, kecamatan Sentul, Kabupaten Praga.Diharap kehadiran teman-teman di rumah duka di Neglo, kecamatan Sentul, Kabupaten Praga.📱Gin: Ngga, tadi Gustyo udah ke rumah kamu kan?
📱Gustyo: Ngga, gimana keadaan kamu? Maaf tadi nggak bisa nunggu sampai kamu sadar, aku harus kabarin teman lain dan guru sebelum bikin pengumuman di grup kelas.
Gangga menyesal kenapa tadi pagi dia terburu-buru untuk pulang. Padahal, Bisma terlihat enggan untuk beranjak dari duduknya.
Dia berharap ini semua hanya mimpi. Dia berharap segera bangun dari mimpi buruk ini.
Ini mimpi buruk...
Sangat buruk...
~
Minggu, 30 Mei 20XX
Dengan pakaian gelap, Gangga berangkat ke rumah duka tempat Bisma disemayamkan. Dalam perjalanannya dengan sebuah bus, dia terus berpikir apa yang nanti akan dia ucapkan jika bertemu dengan ayah ibu Bisma.
Sampai di sana, Gangga menempati kursi di luar rumah beratap tenda. Teman-teman lain sudah berada di sana, namun Gangga tidak ingin bergabung dengan mereka. Dia menyendiri di deretan belakang.
Tidak seperti yang dibayangkannya, ayah ibunya bahkan tidak nampak di sana.
Beberapa menit kemudian, terdengar jeritan keras. Ibunya.
Tak pernah ada kata 'mudah' dalam melepas kepergian seseorang apalagi itu anak tercinta. Begitu pula dengan dirinya. Meski dia tidak terikat darah dengan Bisma, rasanya berat.
Saat ini yang dirasakan oleh Gangga adalah penyesalan tiada tara.
Andai saja kemarin dia mengajaknya mampir lebih lama...
Andai saja kemarin dia melarangnya pergi...
Andai saja...
Namun pertanyaan juga bermunculan.
Misalnya benar dia mengajaknya mampir lebih lama, akankah Bisma terhindar dari musibah ini?
Misalnya benar dia melarangnya pergi, Bisma akan hidup hari ini?Ataukah, Bisma terhindar dari kecelakaan namun tetap akan meninggal dalam kejadian yang versinya sama sekali berbeda?
"Mbak Gangga."
"Oh, ya?" Gangga menoleh ke arah datangnya suara. "Nuria?"
Gadis yang lebih muda dari Gangga itu langsung menghambur ke pelukan Gangga. Nuria adalah adik sepupu Bisma yang juga bersekolah di Pura Mahardika, 1 tahun di bawah Bisma dan Gangga.
Dengan berlinangan air mata, Nuria berkata, "Maafkan segala salah Mas Bisma."
Gangga tak mampu menjawab, hanya anggukan disertai air mata yang menetes.
Setelah keduanya tenang, Nuria mulai bercerita.
"Kemarin Mas Bisma pamit ke Gunung Timur. Terus siangnya, kami dapat kabar kalau dia kecelakaan. Dan nggak tertolong. Utamanya karena gegar otak. Tapi tubuhnya juga udah remuk."
"Sssttt, nggak usah diceritain detailnya kalau nggak kuat, Nur."
Sembari menyeka air mata, Nuria tetap bersikeras melanjutkan. "Nggak, Mbak harus denger semua karena ini amanah."
Gangga mengernyit.
"Dia bilang, kalau suatu saat ada apa-apa lalu dia nggak bisa hubungin Mbak Gangga, aku harus cerita."
Gangga akhirnya mengangguk.
"Keadaanya, menyedihkan Kak. Perutnya ..."
Gangga mengangguk kemudian memeluk Nuria lagi.
"Mbak mau lihat jenazahnya?"
"Entahlah Nur, aku takut nggak kuat."
"Kalau gitu, kita ke kamarnya ya."
Gangga menggeleng. "Jangan Nur, ada bapak ibunya."
"Mereka ada di kamar mereka sendiri kok, nggak di kamar Mas Bisma. Setelah ini, mungkin Mbak nggak akan ke sini lagi kan? Nggak mungkin muncul di depan Bude Harsi (ibu Bisma), pasti dia bakal ingat lagi sama Mas Bisma kalau ketemu Mbak Gangga."
Gangga pun mengikuti langkah Nuria. Dan untuk yang pertama kali, dia memasuki kamar Bisma. Selama ini, dia hanya di ruang tamu jika mengunjungi sahabatnya itu.
"Nur, aku boleh ambil kalung ini?" Gangga mengambil kalung hitam berliontin uang kuno di atas meja belajarnya.
Nuria mengangguk. "Ambil aja Mbak, itu kemarin yang dipakai pas kejadian. Kalau bajunya lagi dipelukin sama Budhe dan Pakdhe."
Terdengar kembali jeritan ibunya dari kamar sebelah yang tertutup rapat. Terdengar pula suara orang yang berusaha menenangkan.
Gangga melanjutkan tur di kamar Bisma. Di cermin, tertempel sebuah foto berenam saat bertamasya bersama. Wajah Gangga menghiasi foto itu juga.
Terlalu, aku bahkan nggak punya foto ini. (Gangga).
Dia mengeluarkan ponsel dan memotret foto itu. Dia juga merekam suasana kamar Bisma dalam foto dan video.
"Nur, aku keluar dulu. Aku nggak kuat," kata Gangga sembari terisak.
Dia kembali duduk di deretan kursi beratapkan tenda. Sembari menatap kalung hitam kenang-kenangan yang dia berikan pada Bisma.
~
Jenazah pun memasuki waktu untuk dimakamkan. Kepala pemerintah setempat memberikan kata pengantar. Tak lupa, dia menyebutkan prestasi-prestasi Bisma selama di sekolah.
Pada ujian kelulusan, nilai Bisma sangat bagus. Dia bahkan meraih ranking 2 kelas paralel.
Gangga tersenyum bangga mendengar prestasi sahabatnya disebutkan.
That's my man. (Gangga).
Ketika peti mulai diangkat oleh 6 bapak-bapak, suara ibu Bisma dari dalam kamar semakin meraung, menyayati hati setiap pelayat yang datang tak terkecuali dirinya.
Rasanya tak ikhlas melepas kepergian orang terkasih. Namun, bukankah setiap yang berjiwa memang suatu saat menemui waktunya?
Time will heal
Time will heal
Time will heal
Gangga yakin akan kuat menghadapi. Ini bukan pertama kalinya dia kehilangan. Telah banyak saudara yang mendahului. Meski saat ini dia masih lemah menghadapi kenyataan, suatu saat pasti dia bisa melupakan peristiwa ini.
Tapi tidak dengan kenangan indah. No one heals or erases good memories. Bisma akan selalu hidup di hati Gangga. Pun di hati orang tuanya yang pastinya tak akan sedetik pun melupakan Bisma.
Selamat jalan sahabat. Tenang di sana.
~
Sunday is gloomy, my hours are slumberless
Dearest, the shadows I live with are numberlessLittle white flowers will never awaken you('Gloomy Sunday', Composed by Rezco Seress/ Sung by Billie Holiday)
Minggu yang suram, waktuku tanpa terlelap
Sayang, bayangan yang hidup bersamaku tak terhitungBunga putih kecil takkan pernah membangunkanmuBersambung ...
Bersambung ...
Jogja, 22 September 20215. Life Must Go On30 Mei 20XXSore hari setelah pemakamanGroup chat di aplikasi Chatsapp ramai berbincang masalah camping perpisahan yang akan diadakan Minggu depan di sebuah pantai di Gunung Timur. Beberapa tidak setuju acara itu tetap dilanjutkan. Beberapa yang lain mengatakan bahwa itu adalah moment mengenang Bisma.Gangga hanya menyimak pesan chat di group itu. Baginya, meski acara itu tetap diadakan, dia tidak akan datang. Hatinya tak akan kuat.~Pukul 15.00"Ngga, kamu ke kos hari ini kan? Udah jam 3!"Gangga terkejut. "Astaga! Jam 3?!"Besok dia harus mengikuti serangkaian kegiatan orientasi di kampus dan sudah sore dia belum juga beranjak.Bu Rasti mengangsurkan amplop coklat kepadanya. "Ini untuk biaya bulanan."Gangga mengangguk. "Makasih, Bu. Aku berangkat dulu, takut kehabisan bus.""Ya, hati-hati."Pamit yang cukup singkat
6. Badut Fakultas1 Juni 20XXSeleksi penerimaan pegawai, hari kedua"Hei, kenapa psikologis kita musti dites tes segala?" seloroh Linggom."Ya iyalah, itu buat nyingkirin kandidat kurang waras macam kamu.""Biarin nggak waras, biar begini, ada yang mau sama aku. Buat apa keren-keren tapi jomblo hahaha. Tos dulu Bro."Kendrik tidak menanggapi tangan Linggom yang terangkat dan mengajak ber-high five itu. Dia malah menatap lawan bicaranya dengan mata sedikit melotot."Kenapa Bro, ayo tos dong akh kita udah laku." Linggom sedikit menyadari ekspresi Kendrik. "Ups, apa kamu kaum jones? Jomblo ngenes?"Sekali lagi Kendrik memelototi lawan bicaranya."Sorry Mas Bro, kirain udah punya gandengan. Udah jangan melotot, bikin merinding aja."Rasanya tertampar begitu keras mendapati rekannya yang terkesan ugal-ugalan malah sudah memiliki pasangan. Jiwa jomblonya terusik dan meronta-meronta.Aku masih m
7. A New Rival Malam hari Hari ini cukup melelahkan untuk fisik sekaligus pikiran Gangga. Dia harus malu di depan mahasiswa-mahasiswa lain. Dan parahnya, semua menikmati kekonyolan keadaannya. Gangga mengetik chat kepada Bisma. 📱Gangga: Bis, kemarin aku lupa nggak bawa slayer jadi harus beli mahal. Sekarang aku salah beli mi cup. Tapi nggak apa-apa sih. Mi cup isi double yang dikumpulin sebagai tugas ospek itu ternyata disumbangin ke panti asuhan oleh panitia ospek. Ikhlas. 📱Gangga: Oh iya, aku jadi badut fakultas, tahu! Aku tadi nyanyi dan semua ngetawain keindahan suaraku. Padahal suaraku kan indah ya kan? Setuju? Dasar, mereka aja yang nggak ngerti seni. Wajah Gangga memanas. Tak kuat menahan kerinduan akan sahabatnya, ia pun menangis. Entah karena hari ini begitu menguras emosi dan tenaganya atau karena apa, tangis Gangga tidak terkontrol. Dia terus terisak hingga mengeluarkan suara sedikit keras. ~ Rumah saki
8. Duka Dalam Yang TersembunyiDisplay UKM, rektorat Universitas Vanguard"Eh Kak Adam.""Kamu baru datang?"Gangga mengangguk sembari mengatur napas.Adam melihat jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 20.25."Sini lihat buku UKM kamu."Gangga menyerahkan buku UKMnya yang masih bersih suci tanpa noda. Mahasiswa baru ditugaskan untuk mengisi buku UKM itu dengan profil singkat setiap UKM disertai cap sebagai bukti mereka menghadiri acara display.Tapi Gangga terlambat datang sehingga mustahil menulis profil dan cap dalam waktu 35 menit."Kosong?""Iya, gimana dong Kak. Katanya kurang 1 aja bakal kena hukuman.""Ya udah, gini aja. Kamu tunggu di sini. Kalau kamu sendiri yang muter, nggak bakal selesai. Biar aku aja."Adam bergegas menuju ke stand-stand UKM dan meminta cap. Dalam waktu 15 menit, semua cap sudah didapatkan."Ini bukumu.""Makasih banget ya Kak. Teru
9. Ternyata Itu CintaTak lama mata Gangga menitikkan air mata."Lhoh, kenapa? Aku nyinggung ya?""Nggak kok, Kak. Bisma, temenku itu udah meninggal 1 bulan yang lalu.""Ya ampun, maaf banget Ngga. Aku bener-bener nggak tahu."Gangga mengusap air matanya dan kembali berlatih presentasi.Stella datang menghampiri mereka berdua dengan membawa makanan dan minuman."Hey, Kak Ken, kamu apain temenku kok nangis begitu?" protes Stella yang melihat sisa-sisa air mata di sudut mata Gangga."Enggak kok, Stel. Aku aja yang cengeng," bela Gangga.Mereka bertiga agak lama terdiam karena Gangga juga mengalihkan perhatian pada latihan presentasinya besok."Ehm, mata kuliah apa sih yang buat presentasi besok?" Kendrik mencoba mencairkan suasana."Sprechen für Anfänger," jawab
10. Pohon BismaSenin, 6 Juli 20xxGedung D03Gangga telah menyadari perasaan yang selama ini dipunyai untuk Bisma adalah cinta. Entah apakah Bisma juga memiliki perasaan yang sama terhadapnya atau tidak. Semua pertanyaan tentang itu hanya sebatas rasa penasaran yang sudah tak dapat lagi dipastikan. Dia tidak lagi bisa bertanya kepada yang bersangkutan.Tangannya memegangi handout materi presentasinya dengan Stella. Sembari berlatih, pikirannya bercabang ke mana-mana."Siap, Ngga? Masih 30 menit lagi.""Belum Stel. Aduh gimana ya, aku nervous banget dan nggak konsen.""Mikirin apa?"Gangga tidak menjawab, dia hanya tersenyum. Meski pun dia dan Stella terbilang dekat, dia tidak pernah bercerita mengenai Bisma."Ya udah, coba merem, fokus. Tenang. Bu Omih Sutia, dosen Sprechen für Anfänger itu baik. Kita udah 3 kali pertemuan dan dia nggak killer kok. Kayaknya dink, siapa tahu kalau presentasi berubah jadi
11. Tawa PertamaRumah Kendrik, Malam hariKendrik menatap langit-langit kamar dan mengingat percakapannya dengan Gangga tadi siang. Sangat bahagia hatinya mengetahui bahwa Gangga akan sering berada di dekatnya, di pohon itu. Namun dia juga kesal dengan keisengan gadis itu mengerjai dirinya.Dia pun tak ingin kalah dari gadis itu.📱Kendrik: Minta nomernya Gangga, Stel.📱Stella: Aku tanya dulu sama orangnya, boleh apa nggak.📱Kendrik: Eh jangan tanya. Gini, kamu kasih aja, nanti kalau dia marah atau ternyata nggak ijinin, aku janji bakal hapus nomer dia. Kalau perlu aku block sekalian. Gimana?📱Stella: Halah. Ya udah deh. Tapi bener lho ya, kalau orangnya marah, Kak Ken hapus nomernya. Janji??!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!📱Kendrik: Iya, akh, buruan dong.📱Stella: Nggak mau buru-buru. Terserah aku dong.
12. Rindu Itu MenyesakkanAdakah di sana kau rindukan akuMeski kita kini ada di dunia berbedaBila masih mungkin waktu kuputarKan kutunggu dirimu('Mengenangmu' - Kerispatih)****Jum'at, 9 Juli 20xxHari ini adalah 40 hari kepergian Bisma. Gangga menghabiskan waktu dengan duduk di bawah pohon di dekat laboratoium. Dia memandangi foto, bunga melati kering, kalung, coklat dan tulisan-tulisannya tentang Bisma di buku binder.Kendrik mendatanginya. Sejak tahu di belakang laboratorium adalah HIMA sastra Jerman dan terdapat pohon favorit Gangga, dia menjadi rajin mengamati pohon itu, menunggu kalau-kalau Gangga datang ke sana."Hai, Kubis. Aku boleh duduk di sini sama Gangga nggak? Apa? Boleh? Makasih ya," kata Kendrik, berbicara pada pohon besar itu kemudian duduk tanpa aba-aba di samping Gangga.Gangga menutup buku binder yang sedang diperhatikannya. "Apa, Kak?!""Galak amat sing, Mbyak, aku kan u