"Groook ...." Terdengar dengkuran lumayan keras dari arah sofa.Stella menengok untuk menyaksikan sahabatnya itu mendengkur. Semalam Gangga mempraktikkan lagu Rhoma Irama yaitu 'Begadang' untuk mengerjakan artikel."Groook ....""Ma-maaf ya, Mbak Euis. Saya bangunin aja temen saya."Euis tersenyum geli mendengar dengkuran Gangga yang suaranya seperti gergaji mesin bertenaga listrik."Ngga, bangun," kata Stella sembari menepuk pelan lengan gadis itu.Tak sulit dibangunkan, mahasiswa itu membuka matanywa perlahan. "Aku di mana?""Di markas Green Green Lover.""Apa itu?"Teman baik Stella itu rupanya mengalami sedikit disorientasi. Nyawanya belum terkumpul sempurna, masih piknik ke sana ke mari sehingga harus ditunggu agar dia mengenali segala kondisi dengan baik.Gangga mengedarkan pandangan, melakukan scanning terhadap ruangan itu."Oh ...." Gadis itu mulai tersadar."Yok pulang aja, daripada kedengeran suara gergaji mesin.""Ha?!""Itu suara kamu ngorok, keras banget. Dah yuk, cabut."
Linggom mengambil laptopnya, menyambungkan ke internet dan mulai melakukan permintaan Kendrik. Dalam waktu kurang dari 5 menit, Linggom telah mendapatkan data-data utang-piutang Pak Mujiyanto."Kata ente ngehack nggak semudah membalik telapak tangan, ini baru 4 menit 20 detik udah bisa masuk," protes Kendrik."Ini namanya hoki, Wak!"Kendrik melihat sepintas data-data keuangan Pak Mujiyanto. Tak akan bisa selesai mempelajari dalam waktu singkat seperti ini. Matanya pasti akan jereng dan lagi Linggom membutuhkan laptopnya untuk bermain game dan menonton film saat istirahat nanti (tidak untuk bekerja karena dia menggunakan komputer milik kantor dalam bekerja).Setelah mencetak data-data itu, Linggom mempelajarinya. Pak Mujiyanto memiliki banyak sekali barang yang dibeli secara kredit di beberapa lembaga finansial. Bahkan, ember plastik pun dibeli secara kredit.Jangan-jangan beli bakso juga dikreditin. (Kendrik).Beberapa yang membuatnya perih adalah buku untuk anaknya yang dibeli secar
Kendrik mendekati Gangga dan si bapak berhelm oranye."Ngga, lagi ngapain?" Suara Kendrik membuat dua orang di hadapannya menoleh ke arahnya.Gangga mengusap sisa airmata di pipinya."Ini mbaknya nangisin pohon," jawab bapak itu, sotoy. Walau pun ya memang benar.Kendrik mengangguk. Kemudian dia meraih tangan Gangga dan menariknya hingga wajah gadis itu berada di bahu Kendrik. Gangga pun menangis sepuasnya.Melihat pemandangan itu, si bapak proyek mematung di depan Gangga dan Kendrik dengan pandangan kosong."Ehem ...""Oh ya ya, hehe, saya permisi pergi dulu. Sebentar lagi kami tebang lho, Mbak," pamit si bapak berhelm orannye lusuh yang membuat tangis Gangga semakin menjadi.Wuo, tempe bongkrek! Malah bikin dia tambah keras nangisnya. (Kendrik)."Sssttt, cup cup," bisik Kendrik sembari mengusap kepala Gangga.Kendrik kemudian mendudukkan Gangga di bawah pohon itu.Setelah tangis mereda, Gangga berkeluh kesah. "Dalam hitungan jam, pohon ini bakal ditebang. Yang tadinya ada jadi nggak
Dengan langkah cepat Gangga menuju ke area gedung kuliah dan kantor jurusannya di mana dia dan Stella sering menghabiskan waktu. Dia menghubungi sahabatnya itu melalui Chatsapp.📱Gangga: Kamu di mana? Udah denger kabar kalau ada demo komunitas Green Green Lover di rektorat?📱Stella: Aku lagi di jalan mau ke rektorat. Aku lihat rombongan mereka tapi belum tahu kalau mereka mau demo.📱Gangga: Kamu mau ke sana?Langkah Gangga tiba-tiba terhenti karena berpapasan dengan orang yang sedang dia chat. Stella menarik tangan Gangga untuk mengikutinya ke rektorat."Eh eh, main tarik aja. Kalau copot gimana tanganku nih!" protes Gangga."Tanganmu terdiri dari tulang, daging dan otot, bukan dari play dough. Nggak bakal semudah itu protol!"Dari arahnya, Gangga dapat menebak ke mana Stella membawanya. (Dan karena sudah terlihat tulisan besar bertuliskan 'rektorat' juga sih)."Ngapain ke rektorat?""Ya lihat demo lah!""Orang tuh kalau ada demo menghindar, bukannya malah nonton. Mereka itu demo,
"Kita musti ke rumah sakit, Stel.""Kamu juga sakit? Urgent? Tadi katanya kamu takut aku ugal-ugalan.""Ugal-ugalan dikit nggak apa-apa deh."Stella tidak bertanya lebih lanjut kenapa sahabatnya itu tiba-tiba ingin ke rumah sakit. Gadis yang juga seorang penulis novel online amatiran itu pun memacu kendaraannya.Dalam waktu 10 menit, mobilnya sudah terparkir di halaman sebuah rumah sakit, Rumah Sakit Sehat Sehati. Mereka berdua bergegas menuju IGD."Permisi, sekitar 10 menit yang lalu ada ambulan yang bawa korban kerusuhan demo. Dirawat di mana ya, Mbak?" tanya Gangga kepada bagian administrasi IGD.Wanita berbaju putih-putih yang sedang ditanyai oleh Gangga itu tampak kebingungan mencari data."Mohon maaf, sudah selama 30 menit belum ada ambulan atau pasien darurat," kata perawat itu dengan wajah datar.Gangga melongo kemudian mengalihkan pandangan pada Stella."Stel, dapat keterangan dari mana Vano ada di rumah sakit ini?""Nggak dari mana-mana, aku nggak tahu kalau kamu mau ngejar
Kantor FMIPA Universitas Vanguard"Ken, demonya rusuh beneran ni," kata Pak Wardiman."Rusuh gimana, Pak?" tanya Kendrik yang sedang mengetik soal ujian responsi praktikkum yang diampu oleh Prof.Yunandar."Ada yang ketusuk.""Hah?!"Linggom masuk dan bergabung. "Ada dua orang yang luka. Tapi beritanya masih simpang siur.""Bentar-bentar otakku belum connect. Para pendemo itu bikin rusuh dengan nusuk orang? Bener-bener modelan democrazy!""Bukan bray, justru pendemonya kena tusuk.""Kok bisa? Apa penusuk itu semacam petrus kayak jaman sebuah orde di masa jebot?" [petrus=penembak misterius]."Mungkin juga. Kalau demo itu ya gini deh, rawan rusuh. Ada yang ngacau kayak gitu udah nggak ngerti lagi motivasinya apa. Bisa aja black campaign," kata Linggom.Kendrik dan pak Wardiman mengangguk-angguk."Aku jadi inget waktu demo tahun 99, waktu itu umurku masih di bawah 30 tahun, udah punya anak 1. Banyak mahasiswa yang hilang tanpa jejak. Entah gimana nasib mereka, sampai sekarang nggak ada ka
Stella memperhatikan Kendrik dari atas ke bawah. Motornya pun tak luput dari pandangan matanya."Vano," katanya.Kendrik dan Gangga berpandangan. Stella mungkin masih terngiang akan Vano."Aku Kendrik, Stel. K-E-N-D-R-I-K.""Kamu mau nunggu dia sampai boleh dijenguk?" tawar Gangga.Stella tak menjawab, hanya memandangi Kendrik dengan seksama. Gangga dan Kendrik pun berbisik-bisik."Apa perlu dibawa ke psikiater? Kayaknya dia kayak orang linglung gini, Kak," bisik Gangga."Mungkin. Nanti kalau mau anter di ke psikiater, ngomong aja sama aku. Aku ada kenalan psikiater yang dulu ngobatin kakaknya dia.""Heh! Aku nggak sakit! Aku cuma ngelihat Kak Ken mirip Vano."Gangga masih tak mengerti. Pasalnya, kekasihnya itu tidak ada mirip-miripnya sama sekali dengan lelaki pujaan Stella yang kini sedang terbaring di rumah sakit.Stella menangkap sinyal-sinyal keheranan lagi dari wajah dua orang di hadapannya."Aku nggak gila. Kendrik sama Vano nggak mirip mukanya. Ini lho jaket parasut hitam, hel
Jumat, 17 September 202XLaboratorium biologi Universitas VanguardPukul 09.00Kendrik menyiapkan soal-soal yang akan digunakan untuk ujian responsi. Suasana kampus itu kini sedikit ramai oleh orang luar. Entah mereka tersasar dan mengira kampus itu mall atau bagaimana.Setelah peristiwa kemarin, rektor memutuskan untuk menunda sementara eksekusi proyek perluasan kampus. Sebenarnya, jika sudah terjadi kata sepakat antara kampus dengan komunitas itu, proyek bisa segera dijalankan tanpa adanya gangguan lagi.Namun, tertusuknya Vano oleh orang yang belum teridentifikasi itu membuat semuanya menjadi buyar. Banyak pihak berspekulasi. Bahkan ada pihak yang menuduh kampus menyewa orang bayaran untuk menusuk pendemo.Sialnya, spekulasi ini yang lebih populer daripada perkiraan ketidaksengajaan. Mereka tidak akan percaya ada orang yang secara tidak sengaja membawa pisau dapur dan mengira Vano adalah bawang sehingga malah mengiris perutnya. Netijen sudah pintar, Bung!Namun, tuduhan terhadap Un