Dengan langkah cepat Gangga menuju ke area gedung kuliah dan kantor jurusannya di mana dia dan Stella sering menghabiskan waktu. Dia menghubungi sahabatnya itu melalui Chatsapp.📱Gangga: Kamu di mana? Udah denger kabar kalau ada demo komunitas Green Green Lover di rektorat?📱Stella: Aku lagi di jalan mau ke rektorat. Aku lihat rombongan mereka tapi belum tahu kalau mereka mau demo.📱Gangga: Kamu mau ke sana?Langkah Gangga tiba-tiba terhenti karena berpapasan dengan orang yang sedang dia chat. Stella menarik tangan Gangga untuk mengikutinya ke rektorat."Eh eh, main tarik aja. Kalau copot gimana tanganku nih!" protes Gangga."Tanganmu terdiri dari tulang, daging dan otot, bukan dari play dough. Nggak bakal semudah itu protol!"Dari arahnya, Gangga dapat menebak ke mana Stella membawanya. (Dan karena sudah terlihat tulisan besar bertuliskan 'rektorat' juga sih)."Ngapain ke rektorat?""Ya lihat demo lah!""Orang tuh kalau ada demo menghindar, bukannya malah nonton. Mereka itu demo,
"Kita musti ke rumah sakit, Stel.""Kamu juga sakit? Urgent? Tadi katanya kamu takut aku ugal-ugalan.""Ugal-ugalan dikit nggak apa-apa deh."Stella tidak bertanya lebih lanjut kenapa sahabatnya itu tiba-tiba ingin ke rumah sakit. Gadis yang juga seorang penulis novel online amatiran itu pun memacu kendaraannya.Dalam waktu 10 menit, mobilnya sudah terparkir di halaman sebuah rumah sakit, Rumah Sakit Sehat Sehati. Mereka berdua bergegas menuju IGD."Permisi, sekitar 10 menit yang lalu ada ambulan yang bawa korban kerusuhan demo. Dirawat di mana ya, Mbak?" tanya Gangga kepada bagian administrasi IGD.Wanita berbaju putih-putih yang sedang ditanyai oleh Gangga itu tampak kebingungan mencari data."Mohon maaf, sudah selama 30 menit belum ada ambulan atau pasien darurat," kata perawat itu dengan wajah datar.Gangga melongo kemudian mengalihkan pandangan pada Stella."Stel, dapat keterangan dari mana Vano ada di rumah sakit ini?""Nggak dari mana-mana, aku nggak tahu kalau kamu mau ngejar
Kantor FMIPA Universitas Vanguard"Ken, demonya rusuh beneran ni," kata Pak Wardiman."Rusuh gimana, Pak?" tanya Kendrik yang sedang mengetik soal ujian responsi praktikkum yang diampu oleh Prof.Yunandar."Ada yang ketusuk.""Hah?!"Linggom masuk dan bergabung. "Ada dua orang yang luka. Tapi beritanya masih simpang siur.""Bentar-bentar otakku belum connect. Para pendemo itu bikin rusuh dengan nusuk orang? Bener-bener modelan democrazy!""Bukan bray, justru pendemonya kena tusuk.""Kok bisa? Apa penusuk itu semacam petrus kayak jaman sebuah orde di masa jebot?" [petrus=penembak misterius]."Mungkin juga. Kalau demo itu ya gini deh, rawan rusuh. Ada yang ngacau kayak gitu udah nggak ngerti lagi motivasinya apa. Bisa aja black campaign," kata Linggom.Kendrik dan pak Wardiman mengangguk-angguk."Aku jadi inget waktu demo tahun 99, waktu itu umurku masih di bawah 30 tahun, udah punya anak 1. Banyak mahasiswa yang hilang tanpa jejak. Entah gimana nasib mereka, sampai sekarang nggak ada ka
Stella memperhatikan Kendrik dari atas ke bawah. Motornya pun tak luput dari pandangan matanya."Vano," katanya.Kendrik dan Gangga berpandangan. Stella mungkin masih terngiang akan Vano."Aku Kendrik, Stel. K-E-N-D-R-I-K.""Kamu mau nunggu dia sampai boleh dijenguk?" tawar Gangga.Stella tak menjawab, hanya memandangi Kendrik dengan seksama. Gangga dan Kendrik pun berbisik-bisik."Apa perlu dibawa ke psikiater? Kayaknya dia kayak orang linglung gini, Kak," bisik Gangga."Mungkin. Nanti kalau mau anter di ke psikiater, ngomong aja sama aku. Aku ada kenalan psikiater yang dulu ngobatin kakaknya dia.""Heh! Aku nggak sakit! Aku cuma ngelihat Kak Ken mirip Vano."Gangga masih tak mengerti. Pasalnya, kekasihnya itu tidak ada mirip-miripnya sama sekali dengan lelaki pujaan Stella yang kini sedang terbaring di rumah sakit.Stella menangkap sinyal-sinyal keheranan lagi dari wajah dua orang di hadapannya."Aku nggak gila. Kendrik sama Vano nggak mirip mukanya. Ini lho jaket parasut hitam, hel
Jumat, 17 September 202XLaboratorium biologi Universitas VanguardPukul 09.00Kendrik menyiapkan soal-soal yang akan digunakan untuk ujian responsi. Suasana kampus itu kini sedikit ramai oleh orang luar. Entah mereka tersasar dan mengira kampus itu mall atau bagaimana.Setelah peristiwa kemarin, rektor memutuskan untuk menunda sementara eksekusi proyek perluasan kampus. Sebenarnya, jika sudah terjadi kata sepakat antara kampus dengan komunitas itu, proyek bisa segera dijalankan tanpa adanya gangguan lagi.Namun, tertusuknya Vano oleh orang yang belum teridentifikasi itu membuat semuanya menjadi buyar. Banyak pihak berspekulasi. Bahkan ada pihak yang menuduh kampus menyewa orang bayaran untuk menusuk pendemo.Sialnya, spekulasi ini yang lebih populer daripada perkiraan ketidaksengajaan. Mereka tidak akan percaya ada orang yang secara tidak sengaja membawa pisau dapur dan mengira Vano adalah bawang sehingga malah mengiris perutnya. Netijen sudah pintar, Bung!Namun, tuduhan terhadap Un
Kafe Tropica, kompleks koperasi mahasiswaRandu, Lio dan Kendrik sedang duduk di satu meja yang sama. Kendrik memandangi Lio, wartawan yang beberapa waktu lalu dia datangi. Kedatangannya ke kampus Vanguard sungguh sangat istimewa meski tidak pakai telur."Kok Mas bisa ada di sini juga?" tanya Kendrik."Panggil Lio aja nggak usah 'Mas'. Dia ini lagi aku seret biar ikut ngeliput kampusmu," jawab Randu. Sedangkan Lio hanya diam dengan tatapan kosongnya. "Hidupnya sekarang kayak zombie," bisik Randu kepada Kendrik.Memang benar, Lio seperti tidak memiliki jiwa. Dia bak selongsong peluru tanpa mesiu. Semenjak kehidupan percintaannya kacau, hidupnya pun ikut morat-marit.Paling tidak sekarang dia menggunakan kaos kaki bersih dan wangi. Dulu kaos kaki beraroma dahsyatnya telah berperan serta membangunkan Kendrik dari pingsan. Namun, di lain hari, kaos kaki itu menyebabkan tuannya sendiri pingsan sehingga akhirnya dia membeli yang baru."Ngapain ngeliput kampus ini?" tanya Kendrik seolah tida
51. Keselamatan Nomor SatuMalam hariGangga dan Kendrik sengaja berkeliaran di seputar kampus. Mereka menggunakan pakaian dan segala perkakas yang sama dengan saat terjadi penusukan. Randu dan Lio mengawasi mereka dari tempat tersembunyi.Krik ....Krik ....Krik ....Seperti dugaan Randu, hari ini tidak ada tanda-tanda penyerangan sama sekali. Mereka pun berkumpul kembali."Aku mau balik ke Gunung Timur. Lio masih di sini. Dia nginep di tempat saudaranya," pamit Randu."Lah, nanti kalau kami diserang lagi, gimana, Bang?"Mau minta bantuan si zombie itu kan nggak mungkin. Dia dari tadi diem-diem doang. (Kendrik)."Kamu kok jadi manja gitu? Kan udah aku kasih taser gun. Lagian pacarmu diserang aja bisa nangkis.""Kalau kami kena, terus gimana dong, Bang?" Gangga khawatir."Kalau luka ya diobatin, kalau mati yang dimakamin. Nanti aku doain setiap hari terus aku bantu usut kasus ini.""Bang!""Lha terus gimana?"Kendrik dan Gangga saling berpandangan kemudian kompak menghela napas bersa
52. Melebar Ke Mana-manaKafe TropicaStella memasuki kafe kampus itu dengan kesal. Dia menerobos keramaian kemudian memesan segelas minuman sembari membuka laptopnya untuk melanjutkan kegiatan menulis novel.Dia mengetik dengan tekanan yang keras. Untung saja laptopnya bermerk Apelin, merk ternama yang tidak mudah rusak meski berbody tipis. Hentakan jarinya di atas keyboard menimbulkan bunyi yang lumayan keras.Dia berhenti sejenak dan menundukkan kepala.Jadi, aslinya yang diincer itu Kak Ken? Dan Vano harus nerima getahnya? Kek Ken penyebabnya! Vano harus luka dan Kak Ken masih cengar-cengir pacaran nyantai sama Gangga! (Stella).Dia meluapkan kekesalan dengan mengetik lebih cepat. Percayalah, emosi dapat meningkatkan kinerja. Maka dari itu, saat emosi, gunakan tenaganya untuk bekerja karena jauh akan lebih cepat selesai.(Coba kalau lagi emosi, ke dapur terus nyuci, pasti kilat. Simbah jamin! Soalnya pengalaman heheh).~Selasar gedung D04, FBS"Aku juga nggak tahu kenapa dia mara