Evan tidak mau menghabiskan banyak waktu untuk menyeleksi sekretaris eksekutif yang baru. Setelah kedua kandidat tersisa melewati ujian terakhir, ia memilih yang laki-laki karena terbukti lebih unggul. Hal ini jelas menutup kesempatan bagi Grace sama sekali untuk menggagalkannya.
Namun Grace yakin bahwa ia tetap punya akses untuk terhubung dengan sahabatnya, baik menjadi sekretarisnya atau tidak. Lagi pula ia adalah seorang asisten manajer HRD yang akan senantiasa berurusan dengan GM.
Hari itu berjalan seperti biasanya. Hampir tidak ada yang berbeda. Grace selesai mengerjakan semua tugasnya hari itu dan bersiap untuk pulang.
"Grace, lo beneran nggak ikut hangout malam ini? Friday night loh ini." Nita berusaha membujuk koleganya yang selalu menolak
Grace-Evan atau Grace-Anthony? đź¤đź’•
Sudah sekitar dua bulan lebih semenjak Evan menjadi GM di hotel ini. Belum ada perubahan berarti dari setiap usaha yang Grace kerahkan untuk mematahkan sikap dinginnya.Yang terjadi justru pekerjaannya bertambah banyak. Perombakan sistem di sana sini serta pergantian staf juga dilakukan. Mau tidak mau Grace jadi terforsir bekerja dan menjadi terlalu lelah untuk mengejarnya.Terlepas dari keinginan memajukan hotel, Evan memiliki tujuan lain yaitu menjauhkan Grace darinya. Untuk beberapa waktu terakhir usahanya cukup berhasil. Ia merasa cukup senang.Tetapi entah bagaimana melihat Grace cukup sering dijemput oleh lelaki yang tampak begitu akrab dengannya itu menimbulkan perasaan aneh di benak Evan. Pasalnya Grace yang ia kenal tidak mudah bergaul sedekat itu dengan laki-laki. Sebelum ia
"Berhenti." Emosi Grace naik ketika Evan tidak memberikan jawaban. "Berhenti aku bilang!"Evan tidak mempedulikannya. Ia tetap menjalankan mobilnya."Kamu bilang kita nggak bisa bersahabat lagi kaya dulu, jadi tolongstopmobilnya. Aku mau turun," ucap Grace memaksa. Namun perutnya terasa tidak nyaman sehingga ia memilih untuk memakai nada rendah. "Please, Evan."Evan menghentikan laju mobilnya, tetapi ia mengunci sentral semua pintu mobil sehingga tidak bisa dibuka.Setelah Grace melepaskan sabuk pengamannya, ia mencoba membuka pintu tapi tidak bisa. "Buka kuncinya," perintahnya."Grace. Denger. Kita memang nggak bisa lagi kaya dulu. Tapi bukan berarti ak
Ada berbagai macam cara yang Grace terus lakukan dalam melaksanakan 'Operasi Menggangu Evan' setiap harinya. Mulai dari hal kecil seperti mengambil pekerjaan OB untuk membawakan minuman untuk Evan sampai mengurus segala sesuatunya di departemen HRD yang memerlukan kontak dengan GM.Banyak desas-desus mengenai tindakan Grace yang semakin terlihat ini. Di antaranya adalah menggoda pimpinan untuk mendapatkan promosi. Sementara subjek pembicaraan justru tidak mempedulikannya, sang kolega terdekat sudah mengomel selama satu jam terakhir."Tenang aja, Nit. Semua bakalan baik-baik aja. Kalau memang sampai terdesak banget, baru aku akan buka kalau Evan itu sahabat aku." Grace menyahut dengan santai.Nita memasang wajah datar sambil memperdengarkan desahan. "Lo tuh emang ngeyel ya anaknya," tuk
"Grace, kamu kelihatan belum sehat loh." Indah, sang bunda tampak khawatir melihat putrinya masih lemas.Di sepanjang akhir minggu Grace paling banyak menghabiskan waktu dengan berdiam diri di dalam kamar. Paling jauh ia akan duduk di teras rumahnya. Ia berusaha memulihkan dirinya agar kenangan buruk itu tidak mengusik pikirannya. Pasalnya ia perlu fokus bekerja, terutama pada tiga bulan terakhir sebelum tahun berganti."Grace nggak papa, Bun. Lihat nih, udah bisa senyum lebar kan?" Grace mempertontonkan deretan gigi rapinya.Indah menggeleng-geleng heran akan kegigihan Grace. Ia tahu betul sang putri tidak pernah ingin membuatnya khawatir. Namun yang mengherankan, gadis itu memang membuktikannya. Kesedihan yang dialaminya berlalu dengan cepat dan senyuman semringah akan datang kembali
"Jadi cewek nggak punya harga diri banget sih si Grace? Mana nggak sopan gitu panggil Pak Evan pakai nama doang.""Iya. Dia pikir Pak Evan mau sama dia? Baru juga dikasih kesempatan bicara sekali udah ngelunjak.""Cewek rendahan, tinggal di kampung. Nggak level banget kali sama Pak Evan yang lulusan Oxford."Ucapan-ucapan itu semakin membabi buta diperdengarkan dalam beberapa hari berikutnya. Bukan hanya di belakang Grace, tetapi juga di depannya. Ia semakin merasa muak dijadikan bulan-bulanan. Emosinya hampir-hampir meledak dan fokusnya jadi sempat teralihkan. Namun ia masih bisa menahan diri untuk memproklamirkan dirinya sebagai sahabat lama Evan.Beruntung Mario adalah manajer yang bijaksana. Sedari awal ia sudah menciptakan atmosf
"Grace, ada Anthony tuh." Indah menyentuh Grace yang sedang bersandar malas di sofa.Meskipun bukan hari libur atau akhir minggu, Grace akhirnya meminta satu hari libur dengan alasan sakit. Beruntung ia mendapatkan izin dari Mario yang memang merasa bahwa dirinya perlu istirahat.Semalam Grace menghabiskan waktu yang lama untuk menangis di kamar. Ketika bangun lebih lambat kira-kira pukul delapan pagi, ia hanya sarapan sedikit lalu duduk di sofa. Di depannya TV menyala, tetapi ia sama sekali tidak menontonnya.Grace menoleh pada Bundanya. "Suruh masuk aja, Bun. Grace lagi sulit gerak. Mungkin karena haid," ia beralasan. Padahal sebenarnya haidnya sudah selesai minggu lalu.Indah merasa ada hal buruk yang sudah terjadi. Tetapi putrinya
Kembali ke kantor bisa disamakan dengan kembali ke medan perang. Grace memperlengkapi dirinya dengan beberapa senjata. Yang pertama untuk menghadang serangan perundungan dari para pegawai yang mulutnya setajam pedang. Yang kedua untuk menghindari keterlibatan dengan Evan. Grace mengajukan permintaan pada Mario agar mengizinkan Nita menjadi asisten manajer pengganti selama beberapa waktu. Awalnya permintaan itu memberatkan baik Mario maupun Nita. Mario lebih suka Grace karena punya lebih banyak pengalaman dan sangat cekatan. Sementara Nita merasa lebih cakap bekerja di depan komputer daripada di depan publik. Namun dengan alibi yang masuk akal, ia mendapatkan izin tersebut. Selama kurang lebih satu bulan Grace berhasil menghindari Evan. Setiap kali diminta untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan GM, selalu ada alasan yang berha
Wejangan wanita yang sampai sekarang tidak Grace ketahui itu membuat dirinya banyak merenung. Secara logika, selama ini hubungannya terhadap Evan hanyalah sebatas sahabat, tidak lebih. Namun yang membuatnya ragu adalah perasaan terselubung yang selama ini membuatnya terus mengharapkan kedatangan Evan kembali. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih. Hanya saja jika dipikirkan lebih lagi, kemungkinan besar Grace saja yang merasakannya. Jika tidak, tentu sikap Evan terhadapnya berbeda. Pada faktanya lelaki itu menunjukkan keacuhan dan tega memperlakukannya sedingin itu. Pikiran Grace selama ini dipenuhi oleh Evan. Hatinya pun menjadi lebih sering gundah ketika pria itu kembali ketimbang saat dia menghilang. Ia merasa bahwa sudah saatnya ia membuka hatinya untuk peluang lain. '...Cari