Kembali ke kantor bisa disamakan dengan kembali ke medan perang. Grace memperlengkapi dirinya dengan beberapa senjata. Yang pertama untuk menghadang serangan perundungan dari para pegawai yang mulutnya setajam pedang. Yang kedua untuk menghindari keterlibatan dengan Evan.
Grace mengajukan permintaan pada Mario agar mengizinkan Nita menjadi asisten manajer pengganti selama beberapa waktu. Awalnya permintaan itu memberatkan baik Mario maupun Nita. Mario lebih suka Grace karena punya lebih banyak pengalaman dan sangat cekatan. Sementara Nita merasa lebih cakap bekerja di depan komputer daripada di depan publik. Namun dengan alibi yang masuk akal, ia mendapatkan izin tersebut.
Selama kurang lebih satu bulan Grace berhasil menghindari Evan. Setiap kali diminta untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan GM, selalu ada alasan yang berha
Kebaikan bisa datang dari mana saja bukan? Thanks to the mysterious woman in the toilet.
Wejangan wanita yang sampai sekarang tidak Grace ketahui itu membuat dirinya banyak merenung. Secara logika, selama ini hubungannya terhadap Evan hanyalah sebatas sahabat, tidak lebih. Namun yang membuatnya ragu adalah perasaan terselubung yang selama ini membuatnya terus mengharapkan kedatangan Evan kembali. Ia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih. Hanya saja jika dipikirkan lebih lagi, kemungkinan besar Grace saja yang merasakannya. Jika tidak, tentu sikap Evan terhadapnya berbeda. Pada faktanya lelaki itu menunjukkan keacuhan dan tega memperlakukannya sedingin itu. Pikiran Grace selama ini dipenuhi oleh Evan. Hatinya pun menjadi lebih sering gundah ketika pria itu kembali ketimbang saat dia menghilang. Ia merasa bahwa sudah saatnya ia membuka hatinya untuk peluang lain. '...Cari
Seperti impian yang menjadi nyata, pesanan demi pesanan datang. Indah semakin disibukkan dengan membuat kue setiap minggunya. Kue untuk ulang tahun, arisan, acara kantor dan lain sebagainya. Karena itulah Grace selalu pulang kerja tepat waktu demi membantu sang bunda. Tak kalah, Anthony juga turun tangan barang satu atau dua jam di malam hari. Oleh karena itulah Grace merasakan bahwa kedekatannya dengan Anthony mulai dibawa ke level yang berbeda. Pria itu benar-benar menunjukkan ketulusan tanpa desakan untuk membalas perasaannya yang dulu dinyatakannya. Karena itulah Grace mendapatkan rasa nyaman dengan berada di dekatnya. Di hari Minggu sebelum liburan Natal tiba, Grace dan Anthony mengantarkan pesanan kue ke sebuah rumah di area pantai Sanur. Ini adalah pesanan kedua dari pasangan berkewarganegaraan Denmark-Cina. Hanya saja kali ini
[April 2007] ||> Grace'Halo. Aku Grace, orang yang kamu tolong di kecelakaan motor Jumat lalu. Aku belum sempat ucapin terima kasih. Tapi kalau cuma lewat teks, rasanya kurang sopan. Boleh kita ketemu?' ||> Evan'Oh, hai, Grace. Kamu udah sembuh? Gimana mama kamu? Hmm, kita bisa ketemu di deket rumah sakit aja. Satu jam lagi aku bisa kesana.' Grace merasa beruntung karena pemuda itu meninggalkan nomor kontaknya di rumah sakit. Bahkan kata suster yang bertugas, ia bersedia dihubungi jika terjadi sesuatu. Namun keadaan membaik tiga hari kemudian, meskipun sang bunda masih dalam tahap penyembuhan. Sesuai dengan janji yang mereka buat, keduanya bertemu di s
"—terlambat." Anthony berjalan menuju meja. Di tangannya ada sebuah plastik bening hingga terlihat isinya. Ia meletakkannya di sana sebelum mendekati Grace dan Evan.Evan memandang pada Grace tanpa bicara, seakan bertanya siapa lelaki yang baru datang ini."Ah, ya. Hmm, Anthony ini Evan, Evan ini Anthony." Grace memperkenalkan dengan singkat.Anthony terperanjat dan berkomentar, "Oh? Bukannya ...?" tanpa diselesaikan.Grace mengangguk, mengerti apa maksudnya. "Ya, kami ... baikan," beritahunya.Evan menangkap ada sesuatu di antara Grace dan Anthony. Pria itu bahkan terdengar tahu mengenai masalahnya dengan Grace. Karena itulah hatinya menjadi terusik.
Baru berbaikan tapi tiba-tiba berpisah tanpa kata. Lagi. Evan menghilang sejak hari pergantian tahun seperti ditelan bumi. Bahkan Vino sebagai sekretaris tidak mengetahui apa yang terjadi. Selama tiga hari sejak hari kerja dimulai, usaha Grace untuk menghubunginya juga berakhir sia-sia. Apartemennya pun didapati kosong setelah diperiksa. Grace merasa yakin bahwa ada sesuatu yang buruk telah terjadi. Ia harus melakukan sesuatu, entah bagaimanapun caranya. Naasnya, fokusnya teralihkan sepanjang hari di kantor sebagai akibatnya. "Grace, Grace!" Nita harus menyentuhnya sebelum akhirnya berhasil menarik perhatiannya. "Dipanggil Pak Mario tuh." Seperti baru bangun tidur, Grace tampak linglung tapi langsung beranjak dari tempatnya. Ia otomatis berjalan ke tempat Pak
Grace tidak percaya akan apa yang ia dengar. Sejak sang ayah berpisah dengan bundanya, ia sudah tahu alasannya karena perselingkuhan. Tetapi ia tidak pernah mau tahu siapa yang menyebabkannya. Hanya saja begitu mendengar dengan siapa ayahnya berselingkuh, ia pun mematung tak bisa berbicara. "Grace." Evan menyentuh lengan Grace cemas. "Grace, tolong ngomong sesuatu." Tidak membalas perkataan Evan, Grace kemudian menundukkan kepala. Kedua tangannya saling menggenggam erat. Melihat reaksi Grace, Evan menyesal telah menyampaikan kebenarannya seketika itu juga. "Seharusnya aku nggak usah bilang," gumamnya lirih lalu meremas rambutnya. Ia beranjak dari sofa dan berdiri menatap ke luar jendela. 'Kenapa har
"Van, hatiku hancur waktu denger ini. Tapi bukan karena perbuatan ayah. Sejujurnya aku udah nggak pernah peduli sama ayahku. Sama sekali. Mau dia menikah sama siapapun, atau selingkuh lagi, bagiku aku udah nggak punya ayah. Hatiku udah kebal dan nggak akan sakit hati. Tadi hatiku hancur karena ... ini mamamu, yang kamu bilang nggak pernah nyangka akan berbuat gitu. Jadi sekarang, aku mau jalankan peranku sebagai sahabatmu. I'm your support system here. Jangan sembunyi lagi, ayo kita jalani ini sama-sama."~~~Perkataan Grace semalam masih terus terngiang di telinga Evan. Terutama bagian dimana Grace menyatakan bahwa dirinya akan menjadi sistem pendukungnya. Itu menjadi kekuatan tersendiri baginya saat bangun pagi hari tadi. Kini ia kembali ke kantor dengan kondisi yang jauh lebih baik.
Tidak mudah mengubah suasana hati yang buruk menjadi baik kembali. Grace tidak ingin mengacaukan makan malam bersama Evan. Malam ini harus menjadi momen yang menyenangkan. Sahabatnya baru saja melewati masa kritis yang berkaitan dengan permasalahan kedua orang tua mereka.Karena itulah Grace berusaha sebaik mungkin menyambut setiap obrolan yang diangkat oleh Evan di sepanjang perjalanan. Entah hanya dengan tawa singkat, ataupun membalas dengan candaan. Beruntung, hal itu cukup berhasil mengubah suasana hatinya sedikit lebih baik."Wah? Restoran Perancis. Ini kan yang temen-temen bilangfancybanget. Mahal loh, Van—eh, kamu kan GM. Ya nggak mahal sih ya." Grace terkekeh geli, teringat posisi sahabatnya sekarang. Seusai melepaskan sabuk pengaman, ia melangkah kelua