"Tepat seminggu." Wajah Editorku cerah setelah ia selesai membaca naskah yang kukirim. "Apa kau memakai semacam jasa ghost writer?"Aku tahu dia bercanda dan aku tahu hati kecilku sedikit tersinggung. "Maksudnya?""Aku tak punya maksud apa-apa, hanya saja tiga ratus halaman dalam seminggu bukanlah hal yang normal. Atau kau pakai semacam doping." Ya Tuhan, dia terus menggodaku."Ya. Aku banyak minum kopi Toraja. Paling tidak lima gelas sehari dan tanpa gula."Wanita cantik di seberang layar mengangguk. "Aku akan lapor ke atasanku, untung saja kau menepati janjimu, karena aku lelah beradu otot mempertahankan sesuatu yang aku sendiri tak tahu pasti hasilnya."Aku tak bisa menahan tawa melihat komentar editor sial itu. Aku tahu dia tak serius dan jika pun serius, hal tersebut cukup normal bagiku. Tiga ratus halaman dalam seminggu? Aku benar-benar seperti orang gila yang tidur sebentar pun masih bermimpi tentang plot. Sial."Eh, ada o
Susah sekali konsentrasi saat ritme stabil di antara kedua pahaku jadi semakin intens. Pria itu buas dan baru saja bersamaku sejak seminggu, dan kali ini dia mau lebih dari satu ronde.“Seben …, tar.” Aku tersenggal dan berbalik hingga tubuhku berada di atasnya. Semua yang ada di antara kami harus semakin cepat dipompa karena kepalaku juga mulai linglung.“Yes, Jenny. Kau seksi sekali.” Dia memejamkan mata dan pinggulku ditekan keras hingga apa yang ada di antara kami jadi semakin ketat.“Siapa namamu?”Dia membuka mata dan tampak terkejut. Tak lama sampai dia tersenyum dan menaik turunkan pinggulnya. “Aku Ralp. Kau sepertinya tak bisa berpikir. Mau aku yang ada di atas?”“Seb,” Aku melenguh. Rasanya nikmat sekali dan aku sudah berada di puncak, dan setelah itu tubuhku jatuh dan berbalik dengan dia di atasku lagi. “Tunggu! Aku baru keluar,” ujarku dan pria bernama Ralp i
Matahari sudah menembus kamarku saat Ralp meninggalkanku yang baru sadar. Kepala ini berdenyut dan pinggangku linu akibat apa yang terjadi beberapa jam lalu. Tapi yang lebih membuatku panik adalah keterlambatanku dalam temu kangen yang hanya bisa kulakukan paling tidak tiga kali setahun.Tubuhku tergopoh menyambut handuk dan ponselku bordering. Aku tahu teman-temanku tak sabar untuk melihatku di tempat di mana seharusnya aku berada.Jika aku tak mandi, bau dosaku akan sampai ke hidung kawan-kawanku, jadi telat masih jauh lebih baik dari tak wangi, dan egoku juga menuntun untuk mencukur bulu kaki dan memilah beberapa koktail dres yang cocok untuk minum teh di atas tebing.“Aku sangat, sangat minta maaf.” Aku terengah setelah berlari dan teman-temanku bersorak.“Kami pikir kami akan bosan menunggu, tapi pemecah kebekuan pesta akhirnya datang juga.”Aku tertawa dengan tangan di pinggang. “Yah, aku selalu diharapkan kedatangannya.&r
Malam ini punya bulan sempurna berwarna merah. Bulan yang menunjukkan kondisi terbaik kosmos bagi para mahluk supranatural yang dianggap sebagian orang sebagai mitos. Munculnya bulan ini juga dipakai beberapa manusia dalam cult untuk mempersembahkan sesaji mereka di beberapa titik yang dianggap sakral sebagai uang muka untuk mendapat apa yang mereka inginkan.Di malam itu ada tiga bayangan hitam yang mengejar seorang wanita yang berlari di dalam hutan. Hutan itu sebenarnya hutan kawasan yang dilarang untuk disentuh. Tapi seperti banyaknya larangan, hutan itu juga jadi tempat manusia melakukan dosanya yang lebih seperti keintiman yang seharusnya romantis dan manis.Awalnya gadis itu hanya numpang minum di dalam bar di diskotik murah. Ia bertemu tiga pemuda berkaus hitam yang mulai menggodanya dengan minuman dan juga canda ringan. Sampai satu titik di mana pemuda itu membawanya paksa ke dalam hutan yang tadi kujelaskan dan si gadis berlari menghindari mereka.Jika
“Percayalah, Kris, pria itu terlalu menggoda tapi juga aneh di waktu yang sama. Aku terus saja tak bisa tidur tenang setelah tahu dia mengantungi darah di tasnya.”“Tapi kau masih menidurinya.” Kristi tampak tertarik. Dan saking tertariknya, di depannya sudah berjajar beberapa keripik dan juga soda. “Kau ini penganut BDSM atau apa? Kau tak ngeri jika saja dia membunuhmu?”Aku menjerit. “Ngeri. Sangat ngeri. Tapi setiap dia menyentuhku, aku lupa betapa ngerinya aku pada saat itu.”“Kau sakit."Aku terdiam dan mengurut keningku. “menurutmu, apa aku perlu ke psikolog? Sepertinya aku butuh masukan yang serius.”“Kesehatan mental itu penting. Coba saja berobat.” Temanku itu tiba-tiba mengangkat alis dan mengecek gawainya. “Aku harus pergi. Ada kuliah sore hari ini, dan akan sangat tak sopan jika aku telat.”“Bagaimana dengan aku? Bagaimana jika pria it
“Hai, Kak, bisa undur deadline bulan ini?” Aku sibuk dengan laptop dan gawaiku. “Sehari saja. Mungkin aku baru selesai malam nanti.” Aku memutar mataku saat sosok di balik telepon terus mengoceh. “Oke, sore nanti akan selesai.” Lalu panggilan diputus.Aku tengah melakukan proyek menulis di salah satu penerbit. Editor kenalanku punya penawaran untuk proyek international. Ada penerbit luar negeri yang tertarik dengan karyaku dan memintaku membuat sekuel baru dari karya pertama yang kubuat.Sebagai penulis fantasi, aku suka mengeksplor ranah yang biasa yang kemudian kuolah secara tulisan untuk jadi lebih menarik. Konsep ceritaku kali ini adalah vampire namun dengan seting Indonesia.Jika kalian penyuka horror, pasti kalian paham dengan beberapa vampire termasuk yang berasal dari cina. Di Indonesia sendiri, vampire seperti vampire cina juga ada. Ini dimulai dari jaman penjajahan di mana banyak masyarakat cina yang dibawa ke Indone
“Aku datang!” Ralp muncul dengan sebuah bunga merah di tangan dan aku mulai melompat karena terkejut.“Ya Tuhan!”“Kau seksi sekali hari ini.” Ralp hendak menyorongkan bibirnya, tapi aku mengelak dan membawanya keluar. “Mau ke mana?”“Temani aku mencari bahan.”“Aku kira kita akan meneruskan apa yang kita lakukan di hp.”Aku mendesis. Pinggulku linu dan meneruskan hal-hal asik itu tidak akan banyak membantu. “Tangki mobilmu penuh?”“Penuh untuk seharian.” Ralp bergerak untuk membenahi sabuk pengamanku. “Mau ke mana?”“Kau tahu kuburan Taman Indah? Antar aku ke sana.”Ralp mengernyit dan urung memutar roda. “Ke mana?”“Aku bilang kuburan.”“Kau tak punya kerjaan? Ada tempat yang lebih indah dari kuburan.”Kurasakan keningku berdenyut. Aku sedang terburu-b
Tangan Ralp bergerak berbeda dari kesan sensual yang biasa. Dia merengkuh diriku dan meloncat dengan sangat tinggi ketika puluhan vampir mulai menyergap kami. Sepanjang hidupku, mungkin baru kali ini adrenalinku mengalir lebih deras. Aku bahkan tak mampu menjerit dan merengkuh Ralp agar ia mendekapku lebih kuat.Mobil kami masih di tempatnya, ia dibuka dengan gerakan tangan yang terburu-buru dan tubuhku seperti dihentak saat memasukinya."Pergilah. Injak gas sekencang mungkin dan jangan cari pertolongan, itu percuma." Ralp menengok dengan gusar pada sekelompok vampir yang kian mendekat. "Aku akan menyusul mu. Jadi pergi saja dari sini." Aku megap-megap. Kenapa aku harus menurutinya, padahal rasa khawatir di dadaku lebih besar? "Pergi!" Jeritan Ralp membuatku menggerutu sebelum menginjak gas. Satu yang kutangkap dari spionku, gerombolan zombie itu beterbangan setelah kudengar suara dentuman keras.Tak bisa kutahan air mata yang jatuh dan gemetar di seluruh tubuh. Rasanya