Selepas makan siang Hans kembali bekerja. Dirinya memang lebih sibuk dari biasanya karena ada beberapa proyek yang dia kerjakan. Ditambah lagi Anjas yang baru saja mengabarinya bahwa sore nanti temannya itu ada urusan di Bali jadi ia pun mengambil alih pekerjaan Anjas.
Kopi hitam menjadi teman setianya dikala pekerjaan menumpuk seperti sekarang ini. Terkadang ia pulang saat hampir menjelang tengah malam. Saat tengah konsentrasi membaca dokumen kepala Hans tiba- tiba terasa pusing dan perutnya mual. Tak tahan dengan rasa mualnya dengan langkah tertatih ia berjalan ke arah toilet untuk memuntahkan isi perutnya.
Hoek... hoek
Makanan yang baru saja ia makan sudah ia muntahkan semua hingga hanya air yang keluar dan meninggalkan rasa pahit di pangkal lidah. Kepalanya semakin berkunang, keringat dingin mulai keluar serta perutnya terasa melilit. Dengan menyeret langkah dan berpegangan pada dinding, akhirnya Hans berhasil membuka pintu ruangannya."Nina... to
Jessica melangkah mendekati ranjang Hans diikuti Nina dari belakang."Kok bisa keracunan ya Bu? Apa dari makanan tadi siang?" Nina terlihat berpikir keras terlihat dari kerutan di keningnya."Entahlah Nin," jawab Jessica sambil membetulkan selimut Hans."Apa saya harus memeriksa sisa makanan tadi siang?""Resto tempat membeli makanan tadi siang sudah langganan atau baru?" tanya Jessica sambil berbalik ke arah Nina."Sudah langganan Bu. Setiap hari saya yang memesankan makanan termasuk saat berdua dengan Pak Anjas," jelas Nina."Kalau begitu tidak perlu diperiksa. Sudah berkali- kali beli disitu dan baik- baik saja, baru kali ini begini. Biarkan saja, kasian restonya kalau kita tuntut. Anggap saja Hans sedang sial," kata Jessica kemudian mendudukkan pantatnya di sofa ruang perawatan Hans.Mendengar penuturan Jessica, Nina hanya mengangguk. 'Ada benarnya juga kata Bu Jessica. Kasian restonya kalau sampai pelanggan lain tahu, nanti b
Tak butuh waktu lama bagi Hans untuk pulih. Satu hari satu malam opname di rumah sakit dan satu hari istirahat di rumah sudah cukup membuatnya bosan. Pagi ini dia bersiap- siap untuk pergi bekerja meskipun wajahnya masih sedikit pucat. "Kamu mau kemana Hans? Kamu masih sakit!" sampai di ruang makan Hans sudah disambut dengan omelan Jessica.Wanita di depannya ini semenjak ia sakit begitu bawel soal kesehatannya. Bahkan saat dia bekerja dan Hans istirahat di rumah wanita ini 2 jam sekali akan menelepon untuk sekedar menanyakan makanan dan obat yang harus Hans konsumsi."Aku sudah sembuh, Jes. Dan aku akan bekerja hari ini. Aku sudah bosan di rumah," jawab Hans santai tak menghiraukan kekesalan Jessica kemudian mendudukkan dirinya di kursi makan."Tapi wajahmu masih pucat Hans," bantah Jessica."Ini karena tidak terkena sinar matahari," jawab Hans singkat membuat Jessica menggelengkan kepala."Mulai hari ini tak ada makan siang da
Dari kejauhan Faira melihat Rayan dan Brandon berdiri di depan ruang perawatan Reyna. Dengan perlahan dia mendekat ke arah keduanya."Kalian sudah lama? Kenapa tidak masuk?" tanyanya pada kedua pria itu.Brandon menoleh dan tersenyum menanggapi pertanyaan Faira sedangkan Rayan hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun. Memang hubungan Rayan dan Faira sedikit merenggang karena intensitas pertemuan mereka yang semakin berkurang bahkan mereka sudah tiga hari ini tidak bertemu."Aku mau masuk. Kalian tidak mau ikut?" tanya Faira lagi.Brandon hanya menggeleng sementara Rayan berjalan mengekor di belakang Faira."Halo Rey... kangen aku gak?" sapa Faira pada Reyna yang terlentang di ranjangnya."Faira?" Reyna masih mengenali Faira dan tersenyum ke arahnya."Iya ini aku. Aku kangen banget kita mask bareng lho. Kamu cepet sembuh ya," Faira mengajak ngobrol Reyna seperti biasa tak menganggap Reyna 'sakit'."Aku gak sakit,
Melihat keadaan Reyna saat berkunjung kemarin membuat Rayan mengurangi intensitas kedatangannya ke rumah sakit. Dia tak tega melihat keadaan Reyna yang terikat dan terkadang meraung histeris saat melihat dirinya. Ketika datang seminggu sekali Rayan hanya akan melihat Reyna dari jauh. Meskipun begitu dia selalu menanyakan perkembangan Reyna pada dokter Tommy.Menjalani hari- hari tanpa Reyna membuatnya merasakan kekosongan dalam hidupnya. Pernah beberapa kali dirinya sempat berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya kepada keluarga Reyna namun diurungkannya. Ponsel Reyna pun Rayan yang pegang. Setiap hari ia akan mengirim pesan pada Mama Reyna agar mereka tak curiga. Sesekali juga ia membalas pesan dari om Anjas.Faira yang merasa terabaikan karena intensitas pertemuan mereka semakin berkurang, memilih untuk memberi jeda pada hubungan mereka. Rayan tak bisa memaksa Faira bertahan karena memang ia tak sempat menyisihkan wakt
Tiga tahun kemudianWaktu berlalu begitu cepat. Waktu terus berjalan meninggalkan kenangan. Kenangan buruk maupun kenangan indah merupakan sebuah pembelajaran dalam hidup untuk lebih baik ke depannya."Kamu gak kerja, Rey?" tanya Rayan yang sudah rapi dengan kemeja lengan panjang warna merah marun dan celana bahan hitam.Reyna keluar dari kamarnya masih mengenakan pakaian kerjanya semalam dengan wajah lecek dan rambut berantakan. Keluar kamar sambil mengulet dan menguap lebar dengan napas bau jigong membuat Rayan mengernyit dengan ekspresi jijik."Enggak. Semalam aku lembur biar bisa cuti hari ini," jawabnya kemudian berjalan ke arah lemari pendingin untuk minum air putih."Emang mau kemana?" Rayan duduk di meja makan dan meminum kopinya."Kamu lupa hari ini hari apa?" tanya Reyna balik.Rayan mengerutkan kening mencoba mengingat- ingat hari apa sekarang. 'Hari Rabu dan itu jelas jauh dari weekend. Hari ulang t
Reyna turun dari taksi yang ditumpanginya di area pemakaman sang putra. Ya, setelah dua tahun pengobatan akhirnya ia bisa menerima kenyataan bahwa sang putra telah tiada. Saat masuk ke kamar apartemen untuk pertama kali setelah keluar dari rumah sakit, Reyna kembali meraung mengingat momen bersama Reyhan di kamar itu. Rayan memeluknya erat dan membisikkan kata- kata penguatan. Karena itulah Rayan memutuskan untuk mengajaknya pindah. Awalnya memang berat, namun bagaimanapun juga life must go on.Dengan membawa buket bunga tulip putih, Reyna melangkah pelan memasuki area pemakaman yang sunyi. Tulip putih yang melambangkan permintaan maaf. Tak bisa dipungkiri rasa bersalah itu masih ada namun sudah bisa ia kendalikan."Hai sayang, Mama datang," Reyna berjongkong di samping pusara sang putra dan meletakkan buket bunga yang ia bawa.Happy birthday to youHappy birthday to youHappy birthday happy birthdayHappy birthday to ReyhanReyna bern
"Daddyyy!" teriak Joane sambil berlari menyongsong Hans saat melihat melihat Hans muncul dari balik pintu."Hai boy! Do you miss me?" Hans merentangkan tangannya dengan senyum lebar terukir di bibirnya. "Yes, i do," jawab Joane mantap.Bocah itu sudah berada di gendongan Hans yang berjalan ke arah pantry di apartemen yang tergolong mewah ini.Ya, Joane dan Jessica tidak lagi tinggal satu rumah dengan Hans. Bagaimana pun ini Indonesia dimana perempuan dan laki- laki yang belum menikah tidak baik tinggal serumah. Meskipun bukan orang asli Indonesia, Hans berusaha menghormati dan menaati aturan yang berlaku.Akhirnya Hans menyewakan apartemen mewah ini untuk mereka berdua. Setiap hari ia akan mampir untuk sekedar melihat Joane, namun tidak pernah menginap. Terkadang Jessica membujuknya untuk tinggal namun selalu ditolaknya dengan halus. Hubungan mereka kembali dekat sebagai sepasang kekasih. Kerap kali Jessica mengajak menikah agar bisa tinggal
"Halo Ma," Reyna mengangkat panggilan dari sang Mama.Beberapa kali memang mamanya menelepon waktu di kantor tadi tapi tidak dia angkat karena ponselnya berada di dalam tas dalam keadaan silent mode."Halo Sayangnya Mama. Lagi ngapain?" balas Riana dari seberang telepon."Ini baru pulang kerja. Kok Mama jam segini belum tidur?" Reyna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul delapan malam yang berarti di Jakarta sudah pukul sebelas malam."Iya, Mama sengaja nungguin kamu. Dari tadi Mama telepon gak diangkat- angkat," suara sang Mama terdengar merajuk."Maaf Ma, tadi ponsel Reyna di tas dalam keadaan silent mode jadi Reyna gak denger," jelas Reyna kemudian menghempaskan badannya di ranjang kamarnya."Emang kamu sesibuk itu ya, sampai gak sempet buka- buka ponsel?" "Iya Ma, banyak klien yang minta cepat.""Kamu sih suruh bantuin Mama di florist aja gak mau malah milih menggambar