Melihat keadaan Reyna saat berkunjung kemarin membuat Rayan mengurangi intensitas kedatangannya ke rumah sakit. Dia tak tega melihat keadaan Reyna yang terikat dan terkadang meraung histeris saat melihat dirinya. Ketika datang seminggu sekali Rayan hanya akan melihat Reyna dari jauh. Meskipun begitu dia selalu menanyakan perkembangan Reyna pada dokter Tommy.
Menjalani hari- hari tanpa Reyna membuatnya merasakan kekosongan dalam hidupnya. Pernah beberapa kali dirinya sempat berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya kepada keluarga Reyna namun diurungkannya. Ponsel Reyna pun Rayan yang pegang. Setiap hari ia akan mengirim pesan pada Mama Reyna agar mereka tak curiga. Sesekali juga ia membalas pesan dari om Anjas.
Faira yang merasa terabaikan karena intensitas pertemuan mereka semakin berkurang, memilih untuk memberi jeda pada hubungan mereka. Rayan tak bisa memaksa Faira bertahan karena memang ia tak sempat menyisihkan wakt
Sedikit kutipan dari teman lama saya masukkan ...thanks to my old friend
Tiga tahun kemudianWaktu berlalu begitu cepat. Waktu terus berjalan meninggalkan kenangan. Kenangan buruk maupun kenangan indah merupakan sebuah pembelajaran dalam hidup untuk lebih baik ke depannya."Kamu gak kerja, Rey?" tanya Rayan yang sudah rapi dengan kemeja lengan panjang warna merah marun dan celana bahan hitam.Reyna keluar dari kamarnya masih mengenakan pakaian kerjanya semalam dengan wajah lecek dan rambut berantakan. Keluar kamar sambil mengulet dan menguap lebar dengan napas bau jigong membuat Rayan mengernyit dengan ekspresi jijik."Enggak. Semalam aku lembur biar bisa cuti hari ini," jawabnya kemudian berjalan ke arah lemari pendingin untuk minum air putih."Emang mau kemana?" Rayan duduk di meja makan dan meminum kopinya."Kamu lupa hari ini hari apa?" tanya Reyna balik.Rayan mengerutkan kening mencoba mengingat- ingat hari apa sekarang. 'Hari Rabu dan itu jelas jauh dari weekend. Hari ulang t
Reyna turun dari taksi yang ditumpanginya di area pemakaman sang putra. Ya, setelah dua tahun pengobatan akhirnya ia bisa menerima kenyataan bahwa sang putra telah tiada. Saat masuk ke kamar apartemen untuk pertama kali setelah keluar dari rumah sakit, Reyna kembali meraung mengingat momen bersama Reyhan di kamar itu. Rayan memeluknya erat dan membisikkan kata- kata penguatan. Karena itulah Rayan memutuskan untuk mengajaknya pindah. Awalnya memang berat, namun bagaimanapun juga life must go on.Dengan membawa buket bunga tulip putih, Reyna melangkah pelan memasuki area pemakaman yang sunyi. Tulip putih yang melambangkan permintaan maaf. Tak bisa dipungkiri rasa bersalah itu masih ada namun sudah bisa ia kendalikan."Hai sayang, Mama datang," Reyna berjongkong di samping pusara sang putra dan meletakkan buket bunga yang ia bawa.Happy birthday to youHappy birthday to youHappy birthday happy birthdayHappy birthday to ReyhanReyna bern
"Daddyyy!" teriak Joane sambil berlari menyongsong Hans saat melihat melihat Hans muncul dari balik pintu."Hai boy! Do you miss me?" Hans merentangkan tangannya dengan senyum lebar terukir di bibirnya. "Yes, i do," jawab Joane mantap.Bocah itu sudah berada di gendongan Hans yang berjalan ke arah pantry di apartemen yang tergolong mewah ini.Ya, Joane dan Jessica tidak lagi tinggal satu rumah dengan Hans. Bagaimana pun ini Indonesia dimana perempuan dan laki- laki yang belum menikah tidak baik tinggal serumah. Meskipun bukan orang asli Indonesia, Hans berusaha menghormati dan menaati aturan yang berlaku.Akhirnya Hans menyewakan apartemen mewah ini untuk mereka berdua. Setiap hari ia akan mampir untuk sekedar melihat Joane, namun tidak pernah menginap. Terkadang Jessica membujuknya untuk tinggal namun selalu ditolaknya dengan halus. Hubungan mereka kembali dekat sebagai sepasang kekasih. Kerap kali Jessica mengajak menikah agar bisa tinggal
"Halo Ma," Reyna mengangkat panggilan dari sang Mama.Beberapa kali memang mamanya menelepon waktu di kantor tadi tapi tidak dia angkat karena ponselnya berada di dalam tas dalam keadaan silent mode."Halo Sayangnya Mama. Lagi ngapain?" balas Riana dari seberang telepon."Ini baru pulang kerja. Kok Mama jam segini belum tidur?" Reyna melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya sudah menunjukkan pukul delapan malam yang berarti di Jakarta sudah pukul sebelas malam."Iya, Mama sengaja nungguin kamu. Dari tadi Mama telepon gak diangkat- angkat," suara sang Mama terdengar merajuk."Maaf Ma, tadi ponsel Reyna di tas dalam keadaan silent mode jadi Reyna gak denger," jelas Reyna kemudian menghempaskan badannya di ranjang kamarnya."Emang kamu sesibuk itu ya, sampai gak sempet buka- buka ponsel?" "Iya Ma, banyak klien yang minta cepat.""Kamu sih suruh bantuin Mama di florist aja gak mau malah milih menggambar
Reyna mulai mencorat- coret kanvas dengan kuas ditangannya. Rasa kantuknya hilang meskipun rasanya baru sebentar ia tidur. Di sekelilingnya banyak lukisan- lukisan seorang anak laki- laki yang sama namun di usia yang berbeda. Ya. Itu lukisan sang putra yang telah meninggal. Setelah ia sembuh dari depresi ia sering bermimpi bertemu dengan sang putra. Setelah bangun maka ia akan mengabadikan wujud sang putra dalam lukisan. Bocah itu tumbuh besar meski mereka hanya bertemu dalam mimpi.Reyna melukis dengan serius sambil mengingat detail wajah yang baru saja ia temui dalam mimpi. Anaknya tumbuh besar dan terlihat tampan, rahang tegas itu adalah milik ayahnya. Tak terasa Reyna menghabiskan malam itu dengan melukis."Kok kamu pucat, Rey?" tanya Rayan saat mereka berdua berada di meja makan.Memasak menjadi tugas Rayan sejak kejadian itu. Dan Reyna membalas kebaikan Rayan itu dengan membantu mencuci bajunya."Gak bisa tidur sampai pagi," jawab
Satu bulan bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan kepindahan Rayan dan Reyna. Dengan adanya tanggungan pekerjaan yang harus mereka selesaikan sebelum keluar dari tempat kerja membuat mereka tak sempat mengepak barang- barang mereka yang akan dibawa pulang. Akhirnya mereka sepakat untuk mengirim barang mereka melalui ekspedisi. Pengepakan barang pun mereka lakukan sepulang mereka dari bekerja sampai larut malam. Untuk oleh- oleh Reyna mengajak Faira untuk menemaninya belanja."Makasih ya, Ra, kamu mau temenin aku," kata Reyna siang itu saat dirinya izin pulang awal dari kantor karena perusahaan sudah mendapatkan penggantinya namun dirinya tidak bisa langsung berhenti karena perlu training anak baru yang menggantikannya."Iya gak apa- apa. Kebetulan aku ada waktu," balas Faira sambil tersenyum."Emang mau cari apa?" tanyanya kemudian."Gak tahu juga. Makanya aku ajakin kamu biar ada yang kasih masukan," jawab Reyna sambil melihat- lihat outlet di m
Suara bising dan lalu lalang penumpang pesawat ataupun keluarga yang mengantar menjadi pemandangan yang biasa di bandara Soekarno Hatta. Tangis haru dan juga tatapan kerinduan nampak jelas dari sorot mata mereka. Tak terkecuali dua keluarga yang tengah menunggu kedatangan Reyna dan Rayan."Kok mereka belum kelihatan sih, Pa?" Riana, mama Reyna mondar mandir dengan sesekali melongok ke arah pintu kedatangan luar negeri."Sabar Ma, sebentar lagi mereka juga pasti keluar," kata sang suami, Rashad, menenangkan.Orang tua Rayan tersenyum melihat tingkah tetangganya itu. Mereka tidak terlihat cemas berlebihan, mereka cenderung diam, menanti kedatangan sang putra. Dari kejauhan terlihat sepasang muda mudi berjalan sambil celingukan. Setelah menemukan apa yang mereka cari, mereka melambaikan tangan dengan senyum lebar menghiasi bibirnya."Mama!" teriak Reyna saat langkahnya semakin dekat."Reyna! Anak Mama yang paling cantik! Akhirnya k
Sudah beberapa hari Reyna di Jakarta tapi masih malas keluar rumah kecuali ngrecokin tetangga sebelah. Tapi hari ini Rayan sudah mulai masuk kerja jadi gak ada yang bisa direcokin lagi."Ma, mau ke toko bunga ya?" tanyanya saat melihat sang Mama sudah rapi."Iya. Kamu gak mau ikut Mama? Katanya mau bantuin Mama?" Riana berhenti di hadapan sang putri yang berbaring malas- malasan di sofa ruang keluarga sambil memainkan ponsel."Nanti siang aja, Ma. Nanti Reyna nyusul sama om Anjas," jawab Reyna."Om Anjas? Bukannya bujang lapuk itu masih si Bali?" tanya Riana terlihat heran. Memang kemarin om Anjas memilih terbang ke Bali karena kangen sama calon tunangan katanya. Entah kenapa om Anjas berubah bucin, secantik apakah calonnya itu membuat Reyna semakin penasaran. Bahkan sekedar melihat fotonya aja g dikasih sama om Anjas. Katanya balasan karena pulang ke Indonesia pakai syarat kemarin."Udah tadi pagi, sekarang lagi tidur," jawab R