hai hai teman-teman minal aidzin wal faidzin ya. Maaf updatenya lama. Gimana mudiknya? Setelah 2 th g bisa mudik akhrnya bsa mudik lagi ya...😊😊
Beberapa minggu lagi pertunangan Anjas akan dilangsungkan tapi Reyna sama sekali belum pernah bertemu dengan calon Anjas karena faktor kesibukan."Om, kapan Reyna dikenalin sama calon Tante?" tanya Reyna saat mereka bersantai di ruang keluarga setelah makan malam."Belum ada waktu Rey. Dia masih ada kerjaan di Bali," jawab Anjas sambil memainkan ponselnya."Kalau gitu lihat fotonya dulu kan bisa...," rengek Reyna. Pasalnya profil whatsapp-nya pun tak memasang foto sendiri melainkan pemandangan pantai di Bali."Besok juga ketemu," Anjas masih cuek dan terus menggulir ponselnya sepertinya ada hal penting yang tengah ia kerjakan.Reyna cemberut dengan reaksi Anjas."Gimana perkembangan proyek kamu sama Hans?" tanya Anjas tanpa mengalihkan perhatian dari ponsel."Udah 50% sih Om, tapi gak tahu gimana sama Om Hans bisa terima gak sama hasil kerja Reyna.""Klien Om yang kalian pegang ini kirim pesan, beliau ingin bertemu sama kalian langsung sekalian mau lihat perkembangannya. Besok kamu sa
'Menyedihkan banget kamu Rey, kamu berjuang di sana mereka berbahagia di sini,' batinnya mengejek.Seorang bocah laki- laki yang berada di antar sepasang kekasih itu tak disadari oleh Reyna sampai Jessica memperkenalkannya."Kenalkan ini anak kami, Joane," dengan senyum lebar Jessica memperkenalkan sang putra terlihat seperti ejekan bagi Reyna yang merasa tak mampu menjaga putranya dengan baik.Reyna melihat bocah laki- laki berumur kurang lebih 6 tahun dengan rambut coklat dan mata abu- abu. Reyna mengerutkan keningnya, sepertinya lebih mirip ibunya tapi wajah itu seperti tidak asing."Good morning aunty. My name is Joane," dengan ceria bocah itu memperkenalkan dirinya sembari mengulurkan tangan mungilnya.Meski dalam hati Reyna menahan amarah bercampur kekecewaan namun bibirnya tetap menyunggingkan senyum tulus mendengar suara bocah dengan senyum malaikat di hadapannya."Hello Joane, you can call me aunty Rey," Reyna menyambut tangan mungil Joane dengan senyum lebar."Ok. Aunty Rey,
Hans POVAku memasuki kamar yang dipesankan oleh sekertaris Anjas. Entah kebetulan macam apa yang tengah aku alami. Kamar ini menjadi saksi bisu hilangnya kegadisan Reyna enam tahun lalu. Aku juga bisa melihat keterkejutan di mata Reyna setelah setelah sampai di lobby hotel tadi.Ingin rasanya aku memaki Anjas dan sekertarisnya tapi bahkan mereka tidak tahu apa- apa. Menghela napas berat, kulepas kancing lengan kemejaku dan melipatnya sampai siku. Rasa lapar yang ku rasakan tadi sudah menguap.Tok tok tokTerdengar pintu kamarku diketuk membuatku melangkah ke arah pintu dan membukanya. Reyna berdiri di depan pintu kamar dengan ekspresi dingin. Entah apa yang sedang ia pikirkan."Kita sudah ditunggu oleh klien di caffe hotel, Om," ucap Reyna tak kalah dingin dengan ekspresinya."Baiklah. Aku ambil laptop sebentar," aku berbalik masuk ke dalam kamar."Kalau gitu Reyna duluan, gak enak sama klien kalau nunggu terlalu lama," Reyna berbalik dan melangkah pergi tanpa menunggu balasan dariku
"Ok, kurasa cukup. Tolong hubungi saya mengenai perkembangan pembangunan rumah ini nanti. Saya harap bisa selesai kurang dari 3 bulan karena ini saya persiapkan untuk buah hati saya yang akan lahir 3 bulan lagi," tutup Jordan dengan senyum terukir di bibirnya.Hans hanya diam saja mempertahankan ekspresi dinginnya."Akan kami usahakan," balas Reyna sembari tersenyum lebar."Ok. Berarti urusan pekerjaan kita selesai. Sekarang kita akan ngobrol sebagai kawan lama," kata Jordan menatap ke arah Hans."Banyak hal yang ingin aku bicarakan padamu, Hans.""Tidak ada yang perlu kita bicarakan," Hans terlihat mengetatkan rahangnya."Sebaiknya aku undur diri dulu," Reyna yang merasa tak enak berpamitan memberikan waktu untuk Hans dan Jordan membicarakan masalah pribadi mereka."Tidak perlu, Rey. Tidak ada yang akan kami bicarakan," Hans menahan tangan Reyna yang sudah bangkit berniat untuk pergi."Hhhh...," Jordan menghela napas berat."Duduk saja, Rey. Tidak apa- apa. Pria ini memang keras kepa
Reyna dan Hans benar- benar hanya membahas pekerjaan saat bersama. Reyna sendiri memilih menghindar dari Hans dengan mengurung diri di kamar dan akan menemui pria itu saat dihubungi pada jam kerja. Tanpa sepengetahuan Hans, Reyna menyewa kamar di hotel yang lebih kecil tak jauh dari tempat mereka menginap. Dirinya merasa tak nyaman berada di kamar itu. Bayangan malam itu masih jelas terbayang di pelupuk mata.Saat memasuki waktu makan malam ponsel Reyna berdering."Ya Jordan?" ".....""Iya, why?"".....""Ok. See you."Reyna bergegas keluar kamar hotel yang ia sewa sendiri menuju salah satu restoran di Jimbaran. Jordan mengajaknya makan malam sebagai perpisahan karena besok pria itu akan terbang kembali ke Australia."Sorry Jordan, i'm late," sapa Reyna saat sampai di restoran."It's ok, Rey. Silahkan duduk," balas Jordan sambil tersenyum."Bodyguard-mu tidak ikut?""Bodyguard?" Reyna mengernyitkan kening tanda tak mengerti dengan apa yang tengah Jordan bicarakan."Hans...," kata Jor
"Rey, nanti malam Laila dateng ke rumah. Jangan klayapan!" Anjas yang baru pulang dari kantor melepas jas dan dua kancing teratas kemejanya menghampiri Reyna yang tengah santai di ruang keluarga."Kalau Reyna gak mau?" Seketika kepala Reyna dikepit ketiak Anjas yang sudah pasti berkeringat dengan bau asam bercampur deodorant."Lepas Om! Iiiihhh... bau!" teriak Reyna mencoba melepaskan diri dari kungkungan ketiak Anjas. Karena tak juga dilepaskan, Reyna mencubit pinggang Anjas hingga membuat pria itu berteriak."Agh...!" reflek Anjas melepas kepitan ketiaknya, meringis kesakitan sambil mengelus bagian pinggang yang dicubit Reyna."Rasain tuh! Makanya jangan iseng!""Sakit banget, Rey!" Anjas berdiri dan berjalan menuju kamarnya masih sambil meringis."Ha ha ha.... Makanya jangan ngusilin Reyna!"Reyna mengusap- usap hidungnya yang masih bisa mencium bau ketiak Anjas yang menempel di tubuhnya."Om Anjas jorok iihhh...," Reyna menggerutu kemudian berdiri menuju kamarnya untuk mandi kare
Mata yang begitu familier dan takkan terlupakan meskipun sudah bertahun lalu bertemu pandang.Saat menggenggam tangan si pemilik mata sayu, Reyna bisa merasakan bahwa Laila juga menegang seperti dirinya. Pertemuan yang tidak pernah terpikirkan oleh mereka berdua sama sekali. Reyna tersenyum untuk menetralkan kekakuan di antara mereka."Ternyata calon Om Anjas cantik banget ya? Pantesan kebelet kawin," goda Reyna pura- pura tak mengenali wanita di hadapannya."Jelas dong! Om Anjas gak akan salah pilih calon istri!" dengan congkaknya Anjas membanggakan sang calon istri dengan merengkuh bahunya erat.Laila hanya tertunduk salah tingkah dan Reyna tahu wanita dalam dekapan omnya ini merasa tidak nyaman karena telah bertemu dengan dirinya."Sudah, sudah.... Semua duduk. Ini perut sudah keroncongan," sela Rashad sambil mengusap perutnya yang sedikit membuncit.Ketiga tamu duduk di sebelah kiri Rashad sementara di sebelah kanan ada Riana, Anjas dan Reyna. Di hadapan Reyna ada Rayan yang denga
"Ah... rasanya masih sama," komentar Rayan mengundang perhatian semua orang di ruang tamu.Heran dengan keheningan yang terjadi Rayan mengangkat kepalanya dari cangkir kopi yang tengah ia nikmati."Kenapa? Tidak percaya?" tanyanya kemudian kembali menyeruput kopinya kembali.Rashad dan Anjas masih menatap horor pada kopi di hadapannya sementara Hans dan Laila sudah lebih dulu mengangkat cangkir mereka."Enak kok," komentar Hans yang diangguki Laila tanda setuju.Dengan penuh keraguan Rashad dan Anjas mengangkat cangkir kemudian dengan perlahan menyeruput kopinya."Whoa... ini beneran enak Bang," kata Anjas dengan senyum lebar.Rashad tersenyum tak kalah lebar sambil mengangguk menyetujui. Riana yang bukan penikmat kopi hanya tersenyum kecil. Dirinya lebih menyukai teh tanpa gula dan Reyna hafal betul akan kebiasaan sang mama.Setelah menghabiskan kopinya, Rayan bangkit menuju ke arah taman belakang."Mau kemana Ray?" tanya Anjas disela- sela kegiatan mengunyah camilan yang disediakan.