terimakasih untuk reader yang masih setia menanti kelanjutan cerita Reyna dan Hans🤗🤗
Hans POVJessica hanya diam saat aku membuka pembicaraan mengenai Jordan. Entah apa yang dipikirkannya aku sama sekali tak bisa menebak. Bahkan emosiku yang sempat tersulut saat dia mencoba membelokkan topik pembicaraan, membuatnya menitikkan air mata namun aku mencoba untuk tak terpengaruh.Baru saat aku mengatakan bahwa aku bertemu dengan Jordan di Bali, dia tak bisa menyembunyikan kekagetan dan menyambar cepat ucapanku. Dari situ aku melihat kilat kecemasan, ketakutan dan kemarahan di matanya. Emosi yang berubah- ubah membuatku yakin dia menyembunyikan sesuatu dariku. Dan kemungkinan bahwa apa yang dikatakan Jordan adalah kenyataan. "Dan kamu percaya padanya?" tanya Jessica dengan air mata berderai setelah aku mengungkapkan informasi yang aku peroleh dari Jordan."Jelaskan di bagian mana Jordan berbohong!" tuntutku, tanpa terpengaruh air mata Jessica yang biasanya akan langsung membuatku luluh. Tapi tidak kali ini, aku ingin penjelasan yang sebenar- benarnya.Jessica menatapku den
Siang ini Reyna ada janji lunch dengan Laila. Tadi malam wanita itu menghubungi Reyna dan mengajaknya untuk bertemu.Flashback onReyna tengah bersiap untuk tidur saat ponselnya berdering. Nama Ante La tertera di layar ponselnya."Iya halo Tante," sapa Reyna."Ha... halo...," suara tante Laila terbata. "Kok kamu tahu ini aku Rey?" Reyna tersenyum maklum. "Ya tahu lah Tante. Om Anjas yang ngasih nomor Tante ke Reyna," jelas Reyna."O... oh... gitu?" "Iya Tante. Ada perlu apa sampai Tante menghubungi Reyna malam- malam?" tanya Reyna setelah calon tantenya diam agak lama."Eh... iya sampai lupa. Besok ada waktu free gak? Tante ada perlu sama kamu.""Ehm...," Reyna mengingat- ingat jadwalnya besok. "Lagi ada kerjaan sedikit sih, Tan. Itu pun sebenarnya kerjaan om Anjas yang dilimpahin ke Reyna. Kalau pas makan siang aja gimana?" tawar Reyna."Boleh, boleh. Waktu makan siang kita ketemu di restoran X, gimana?" Laila minta persetujuan Reyna."Ok Tan.""Ehm... Sorry s
"Apa?!" suara Reyna sedikit melengking mendengar jawaban Laila yang mengejutkan."Maaf Rey," kata Laila melihat reaksi Reyna kemudian kembali menjelaskan."Setelah dari hotel malam itu aku langsung ke rumah sakit tempat ibuku dirawat. Seperti yang kuceritakan padamu kalau aku melakukan itu semua demi membiayai ibuku. Paginya aku ditelepon oleh pihak rumah sakit tempat aku check up. Aku datang dan dokter di sana meminta maaf padaku karena ternyata hasil check up ku tertukar dengan pasien lain. Saat itu orang yang pertama aku ingat adalah dirimu," jelas Laila panjang lebar.Pandangan nanar Reyna membuat Laila semakin merasa bersalah."Sekali lagi aku minta maaf Rey," Laila menundukkan kepalanya.Tanpa terasa air mata Reyna meleleh.'Jadi aku melakukan pengorbanan yang tidak perlu?' sesalnya.'Aku menjerumuskan diriku sendiri...'Laila yang melihat Reyna meneteskan air mata kemudian menggenggam jemari Reyna yang bergetar. Melihat reaksi Reyna sekarang, dirinya yakin Reyna pasti melakukan
Tak terasa waktu pertunangan Anjas sudah hampir sampai. Sebuah ruangan sudah dihias sedemikian cantik untuk acara malam ini. Semua tak lepas dari campur tangan Reyna dan mamanya.Laila sendiri sekarang sudah lebih yakin pada dirinya sendiri setelah pertemuannya dengan Reyna siang itu. Mungkin Reyna jauh lebih muda tapi wanita itu jelas mempunyai pemikiran yang dewasa dan matang. Sampai sekarang Laila masih penasaran dengan pria itu. Reyna begitu rapat menyimpannya."Jangan melamun Mbak," tegur mbak- mbak yang merias Laila."Ah, enggak Mbak. Hanya seperti tidak percaya," jawab Laila."Mbak beruntung punya calon yang ganteng dan mapan. Impian semua wanita itu," celoteh tukang rias itu membuat Laila tersenyum simpul. Laila memang bukan wanita yang mudah berteman apalagi terbuka dengan orang baru.Reyna memilih datang ke tempat acara bersama Rayan. Keluarganya sudah pergi lebih dulu."Apes banget sih Rey, masa' aku harus jadi bodyguard-mu terus?" gerutu Rayan."Hehehe...," Reyna terkekeh,
"How to clean your dress, Aunty?" tanya Joane setelah mereka sampai di taman kecil di samping kiri gedung."I have wet wipes in my bag. Can you help me?" kata Reyna sambil membuka tas tangannya untuk mencari tisu basah yang selalu ia bawa kemana- mana."Of course Aunty. I made a mistake and i have to take responsibility for it," balas Joane membuat Reyna terkekeh."Ok. Now, help me to clean it," Reyna mengeluarkan selembar tisu basah untuk diberikannya pada Joane.Bocah itu menerimanya dengan senang hati dan segera mengusap bagian dress Reyna yang terkena tumpahan es krim dengan begitu telaten dan lembut seolah takut menyakiti. Untuk memudahkan Joane menggapainya Reyna duduk di bangku taman yang tersedia. Reyna seperti merasa dejavu.Flashback on"Mama, there's chocolate on your lips!" pekik Reyhan saat mereka makan es krim di taman belakang apartemen mereka."Oh ya?" Reyna hampir menyentuh bibirnya dengan jari saat Reyhan berteriak melarangnya."No. Don't touch your lips. It will get
"Ray, bisakah kita pulang dulu?" bisik Reyna pada Rayan yang tengah berbincang dengan keluarganya juga keluarga Rayan.Rayan mengernyitkan kening melihat raut wajah Reyna yang terlihat kalut. Tanpa mengatakan apapun Rayan mengangguk kemudian pamit pada keluarganya."Rayan sama Reyna pulang dulu ya," pamitnya pada kedua keluarga yang berkumpul."Kamu kenapa Rey?" tanya mama Reyna yang juga terlihat heran dengan keadaan sang putri."Gak papa Ma, Reyna cuma capek aja," jawab Reyna berbohong."Ok lah kalau gitu. Kalian hati- hati ya," pesan mama Rayan."Iya Tante, mari semua Reyna duluan," pamit Reyna sebelum kemudian berlalu bersama Rayan yang memeluk pinggangnya."Kamu kenapa Rey?" tanya Rayan setelah mereka sampai dalam mobil."Aku... aku... aku... entahlah Ray. Bisa kita jalan sekarang?" pinta Reyna dengan wajah memohon.Rayan menuruti permintaan Reyna untuk segera mengemudikan mobilnya."Ke apartemen ya, Ray?" pinta Reyna lagi semakin membuat Rayan curiga."Belum lengkap isinya, Rey,"
Tidur Reyna terganggu merasa ada yang tengah menciumi wajahnya. Saat matanya terbuka wajah imut dan menggemaskan dengan senyum innocent berada tepat di depan wajahnya."Reyhan?" Reyna berusaha untuk bangun namun tangan Reyhan menahannya."Kenapa gak boleh? Mama mau peluk Reyhan," kata Reyna.Bukannya menjawab bocah menggemaskan itu malah mencium pipi Reyna sebelum kemudian berbaring miring di sebelah sang ibu dan melingkarkan tangan mungilnya di dada Reyna.Reyna pun memiringkan tubuhnya, membalas pelukan sang putra kemudian mencium keningnya sambil memejamkan mata. Namun saat membuka mata bocah menggemaskan itu tidak terlihat lagi hanya tinggal guling yang ia peluk.Dengan panik Reyna bangkit dari pembaringannya, "Reyhan? Reyhan! Reyhan!" panggil Reyna berulang- ulang namun tak ada sahutan.Dengan tertatih Reyna berusaha membuka kamar yang terkunci dari luar."Reyhan! Reyhan!" Reyna berteriak sambil berusaha membuka pintu dan sesekali menggedor pintu yang terkunci bahkan air matanya
Beberapa hari ini Reyna sibuk membantu Anjas menangani klien- kliennya. Setelah malam pertunangan Anjas, Reyna belum bertemu lagi dengan Rayan. Rayan yang sempat murka karena Reyna yang kekeuh tutup mulut mengenai identitas pria 'itu' memilih pergi karena takut lepas kendali dan menyakiti Reyna. Memang apa yang bisa Reyna lakukan? Mengatakan yang sebenarnya dan menghancurkan semuanya? Jelas itu bukan satu option yang akan dipilihnya.Senyum lebar keluarganya karena Anjas yang akhirnya menemukan jodohnya tentu bagai oase di padang pasir bagi keluarganya. Dan saat sekarang semua tengah berbahagia, haruskah ia menghancurkannya?Pekerjaan yang menumpuk membantu Reyna untuk melupakan masalah itu sejenak. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di kantor dan di apartemen. Dengan alasan banyak kerjaan dan lebih dekat dengan kantor akhirnya Reyna diizinkan tinggal di apartemen dengan catatan akan pulang ke rumah saat weekend."Makan siang Rey?" Anjas membuka pintu ruangan Reyna tanpa mengetuk