Reyna memarkir mobilnya di basement apartemennya. Dirinya baru saja makan malam dengan Rayan. Namun mereka mengendarai kendaraan masing- masing. Saat baru saja keluar dari mobil dirinya dikejutkan dengan keberadaan Hans yang sudah berada di belakangnya.Wajah Reyna yang terlihat kaget membuat Hans mengulum senyum. Hans nekat menemui Reyna di apartemen karena dirinya tak bisa masuk ke kantor Anjas. Memang benar kerja sama mereka masih berlanjut namun tidak ada lagi akses buatnya memasuki kantor itu. Saat ada meeting di luar Anjas akan mengirim sekertarisnya. Begitu juga dengan Reyna, wanita di hadapannya saat ini akan mengirim surel ataupun pesan melalui ponsel jika ada hal yang ingin ia sampaikan."Ada perlu apa, Om?" Reyna berusaha menjaga suaranya agar tidak bergetar.Tak bisa ia pungkiri ada rasa marah dan kecewa dengan tuduhan- tuduhan yang Hans lontarkan saat di rumah sakit dulu. "Banyak hal yang harus kita bicarakan, Rey," Hans menatap lurus ke arah Reyna yang memalingkan wajah
Besok adalah jadwal peninjauan proyek di Bali. Bisa tolong gantikan saya ke sana? Saya harus ke Jerman malam iniHansOkReynaReyna mengirim balasan pesan singkat kepada Hans. Begitulah cara mereka berkomunikasi dalam hal pekerjaan. Reyna yang sudah siap tidur kembali bangun dan menyiapkan keperluannya di Bali besok. Ingin dirinya mengajak Rayan agar bisa sekalian liburan tapi sahabatnya itu sedang sibuk di rumah sakit. Tante Laila juga entah tak bisa dihubungi. Sepertinya hubungannya dengan om Anjas belum membaik.Paginya Reyna turun hanya dengan menggunakan sweater rajut warna putih dipadukan dengan celana kulot jeans, mengundang tatapan keheranan dari anggota keluarganya."Kamu gak ngantor Rey?" tanya Anjas mewakili orang- orang di ruang makan."Enggak. Reyna harus ke Bali meninjau proyek yang di sana," jawab Reyna sambil mengambil nasi goreng favoritnya."Sama Hans?" tanya papanya dengan wajah kaku.Reyna tersenyum kemudian menggeleng."Enggak kok Pa, Om Hans ke Jerman malam tad
Hans menatap wanita di hadapannya dengan rasa bersalah yang menyesakkan dada. Kembali lagi dirinya membuat wanita ini menangis. Memang sudah sepantasnya dirinya dihajar kemarin. Bahkan rasa sakit yang ia rasakan tak sebanding dengan apa yang Reyna rasakan. Bahkan sampai hari ini dirinya masih bersikap br*ngsek dengan membohongi Reyna agar wanita itu datang ke Bali dan dirinya bisa bebas berbicara dengannya. Dirinya memang memesan tiket penerbangan ke Jerman tapi tidak terbang ke sana. Sudah sejak semalam dirinya di Bali demi mempersiapkan semua untuk Reyna."Berapa kali Reyhan hadir dalam mimpi Om?" tanya Reyna setelah menghapus sisa- sisa air mata di pipinya."Beberapa kali. Tapi wajahnya selalu terlihat blurr. Makanya aku sempat salah mengira yang aku mimpikan itu Joane. Baru beberapa hari lalu aku bisa dengan jelas melihat wajahnya dan baru sadar ternyata selama ini aku salah.""Joane?" Reyna tak mengerti korelasinya mimpi itu dengan Joane."Kamu tentu tahu mengapa aku mengakhiri
"Terima kasih!" kata Hans bersemangat diiringi senyum secerah mentari."Kalian disini?" suara seorang wanita menyela suasana haru antara Reyna dan Hans.Reyna spontan menoleh ke asal suara. Senyum lebar tersungging di bibirnya begitu melihat seorang wanita yang beberapa hari ini seperti hilang ditelan bumi."Tante Laila? Tante disini?" Reyna tersenyum sumringah sambil berlari kecil ke arah Laila.Laila hanya mengangguk singkat dengan ekspresi datar, matanya menatap lurus ke arah Hans membuat pria itu menelan ludah. Satu lagi bodyguard Reyna yang harus Hans hadapi dan kemunculannya di luar prediksi."Bagaimana kalian berdua bisa disini, Rey?" tanya Laila mengalihkan perhatiannya pada Reyna yang berdiri di sebelahnya."Kami sedang meninjau proyek disini, Tan," jawab Reyna."Berdua? Papamu gak keberatan?" Laila memicing curiga."E... aku yang...."Hans menutup mulutnya kembali ketika Laila membuka telapak tangannya menghadap ke arahnya tanda meminta pria itu untuk diam meski wajahnya mas
Anjas mengangguk singkat sebelum kemudian tubuhnya menegang."Sh*t!" umpatnya saat dirinya menyadari sesuatu."Bagaimana bisa aku kecolongan? Jadi sejak kemarin Hans berada di Bali?"Laila mengangguk santai. Tangan Anjas mengepal kuat dengan wajah memerah. "Sudahlah, Reyna pasti bisa menjaga dirinya sendiri. Nanti kita bisa ke hotel tempat mereka menginap untuk memastikan," kata Laila menenangkan.Sampai di bandara Reyna merasa lapar. Ya, karena Anjas berada di Bali, Hans membuat alasan agar mereka bisa kembali ke Jakarta lebih awal. Suasana tidak akan kondusif jika ada Anjas di dekat mereka, meskipun di Jakarta juga ada dua bodyguard Reyna yang lain tapi kucing- kucingan dengan Rayan dan Rashad akan lebih mudah daripada dengan Anjas dan Laila.Hans mencari tiket paling pagi alhasil mereka belum sempat sarapan. Dan disinilah mereka terdampar di salah satu outlet makanan cepat saji di bandara. Hans melihat Reyna makan dengan lahap. Merasa diperhatikan Reyna merasa risih."Om gak makan?
Tak ada luka serius yang dialami Hans namun pria itu tak kunjung sadar membuat Reyna khawatir. Untuk menghindari konflik yang lebih besar Reyna memutuskan untuk menghubungi Jessica menggunakan ponsel Hans. Reyna sempat tertegun saat melihat wallpaper ponsel Hans adalah potret dirinya yang tengah tersenyum lebar yang sepertinya diambil secara candid.Tak berapa lama Jessica datang dengan napas terengah."Bagaimana keadaannya?" tanya Jessica terlihat cemas."Om Hans tidak apa- apa, hanya membutuhkan istirahat yang cukup," jawab Reyna."Semua ini pasti gara- gara kamu kan? Sudah dua kali Hans babak belur karena kamu!" Jessica menaikkan nada suaranya."Maaf, semua memang salah Reyna. Tolong Tante jaga Om Hans baik- baik. Reyna permisi," tak mau menanggapi kemarahan Jessica yang bisa berbuntut panjang, Reyna memilih pergi.Setelah kepergian Reyna, Jessica mendekat ke arah Hans yang masih belum sadar. "Harusnya kamu sama aku Hans, maka kita akan bahagia dan kamu gak akan terluka begini," J
Tanpa sadar Hans berjalan masuk lebih jauh ke dalam kamar yang penuh potret Reihan. Beberapa lukisan Reihan yang dibingkai terpasang di dinding kamar dan juga beberapa yang dibiarkan masih berada di easel. Potret Reihan dari bayi hingga menjadi bocah kecil tampan dan menggemaskan dengan berbagai pose dan ekspresi memenuhi kamar itu. Foto asli hanya sampai sekitar umur dua tahunan selebihnya adalah lukisan. Satu ranjang king size dengan sprei warna putih rapi terlihat jarang ditiduri namun wewangian yang tertinggal di kamar itu sangat dikenal Hans, parfum Reyna. Di nakas samping tempat tidur ada figura kecil yang berisi potret Reyna yang tengah menggendong bayi Reihan. Beberapa lukisan yang berada di easel ditata sedemikian rupa menyerupai galeri seni lukis.Di pojok ruangan ada satu stand gantungan baju kayu dan tergantung kemeja putih polos. Hans mengernyitkan kening menyadari satu hal, itu kemeja pria. Ia membawa langkahnya ke pojok ruangan dan mengambil kemeja itu."Om mengenali ke
Setelah jam makan siang Reyna bersiap untuk ke rumah sakit. Awalnya Hans menawarkan diri untuk menjemput tapi ditolak Reyna mentah- mentah. Bisa kalap papanya nanti ditambah om Anjas yang sudah pulang dari Bali. Bisa jadi perkedel Hans nanti."Pa, Reyna ke rumah sakit dulu, ya?" pamit Reyna."Ngapain?" Anjas yang memang sedang di ruangan yang sama dengan Rashad bertanya."Terapi Om. Biar Reyna gak takut api lagi," jawab Reyna."Mau Om antar?" tawar Anjas."Gak usah Om, disana kan udah ada Rayan," bohong Reyna."Kenapa akhir- akhir ini jarang pulang? Kamu baik- baik aja kan?" tanya papanya."Iya Pa, Reyna baik- baik aja kok. Cuman ada beberapa kerjaan yang menuntut konsentrasi, kalau di rumah kan tahu sendiri papa gimana mama," kebohongan kedua meluncur dari mulut Reyna meskipun tak sepenuhnya berbohong mengenai pekerjaan."Terus makanmu gimana? Delivery terus?""Enggak Pa. Kadang Rayan yang masakin, lihat aja kulkas Reyna penuh bahan makanan," kebohongan ketiga. Memang benar ya, sekali