Anjas mengangguk singkat sebelum kemudian tubuhnya menegang."Sh*t!" umpatnya saat dirinya menyadari sesuatu."Bagaimana bisa aku kecolongan? Jadi sejak kemarin Hans berada di Bali?"Laila mengangguk santai. Tangan Anjas mengepal kuat dengan wajah memerah. "Sudahlah, Reyna pasti bisa menjaga dirinya sendiri. Nanti kita bisa ke hotel tempat mereka menginap untuk memastikan," kata Laila menenangkan.Sampai di bandara Reyna merasa lapar. Ya, karena Anjas berada di Bali, Hans membuat alasan agar mereka bisa kembali ke Jakarta lebih awal. Suasana tidak akan kondusif jika ada Anjas di dekat mereka, meskipun di Jakarta juga ada dua bodyguard Reyna yang lain tapi kucing- kucingan dengan Rayan dan Rashad akan lebih mudah daripada dengan Anjas dan Laila.Hans mencari tiket paling pagi alhasil mereka belum sempat sarapan. Dan disinilah mereka terdampar di salah satu outlet makanan cepat saji di bandara. Hans melihat Reyna makan dengan lahap. Merasa diperhatikan Reyna merasa risih."Om gak makan?
Tak ada luka serius yang dialami Hans namun pria itu tak kunjung sadar membuat Reyna khawatir. Untuk menghindari konflik yang lebih besar Reyna memutuskan untuk menghubungi Jessica menggunakan ponsel Hans. Reyna sempat tertegun saat melihat wallpaper ponsel Hans adalah potret dirinya yang tengah tersenyum lebar yang sepertinya diambil secara candid.Tak berapa lama Jessica datang dengan napas terengah."Bagaimana keadaannya?" tanya Jessica terlihat cemas."Om Hans tidak apa- apa, hanya membutuhkan istirahat yang cukup," jawab Reyna."Semua ini pasti gara- gara kamu kan? Sudah dua kali Hans babak belur karena kamu!" Jessica menaikkan nada suaranya."Maaf, semua memang salah Reyna. Tolong Tante jaga Om Hans baik- baik. Reyna permisi," tak mau menanggapi kemarahan Jessica yang bisa berbuntut panjang, Reyna memilih pergi.Setelah kepergian Reyna, Jessica mendekat ke arah Hans yang masih belum sadar. "Harusnya kamu sama aku Hans, maka kita akan bahagia dan kamu gak akan terluka begini," J
Tanpa sadar Hans berjalan masuk lebih jauh ke dalam kamar yang penuh potret Reihan. Beberapa lukisan Reihan yang dibingkai terpasang di dinding kamar dan juga beberapa yang dibiarkan masih berada di easel. Potret Reihan dari bayi hingga menjadi bocah kecil tampan dan menggemaskan dengan berbagai pose dan ekspresi memenuhi kamar itu. Foto asli hanya sampai sekitar umur dua tahunan selebihnya adalah lukisan. Satu ranjang king size dengan sprei warna putih rapi terlihat jarang ditiduri namun wewangian yang tertinggal di kamar itu sangat dikenal Hans, parfum Reyna. Di nakas samping tempat tidur ada figura kecil yang berisi potret Reyna yang tengah menggendong bayi Reihan. Beberapa lukisan yang berada di easel ditata sedemikian rupa menyerupai galeri seni lukis.Di pojok ruangan ada satu stand gantungan baju kayu dan tergantung kemeja putih polos. Hans mengernyitkan kening menyadari satu hal, itu kemeja pria. Ia membawa langkahnya ke pojok ruangan dan mengambil kemeja itu."Om mengenali ke
Setelah jam makan siang Reyna bersiap untuk ke rumah sakit. Awalnya Hans menawarkan diri untuk menjemput tapi ditolak Reyna mentah- mentah. Bisa kalap papanya nanti ditambah om Anjas yang sudah pulang dari Bali. Bisa jadi perkedel Hans nanti."Pa, Reyna ke rumah sakit dulu, ya?" pamit Reyna."Ngapain?" Anjas yang memang sedang di ruangan yang sama dengan Rashad bertanya."Terapi Om. Biar Reyna gak takut api lagi," jawab Reyna."Mau Om antar?" tawar Anjas."Gak usah Om, disana kan udah ada Rayan," bohong Reyna."Kenapa akhir- akhir ini jarang pulang? Kamu baik- baik aja kan?" tanya papanya."Iya Pa, Reyna baik- baik aja kok. Cuman ada beberapa kerjaan yang menuntut konsentrasi, kalau di rumah kan tahu sendiri papa gimana mama," kebohongan kedua meluncur dari mulut Reyna meskipun tak sepenuhnya berbohong mengenai pekerjaan."Terus makanmu gimana? Delivery terus?""Enggak Pa. Kadang Rayan yang masakin, lihat aja kulkas Reyna penuh bahan makanan," kebohongan ketiga. Memang benar ya, sekali
Sudah beberapa hari Reyna begitu semangat menjalani hari- harinya. Meski harus terpaksa menjalani hubungan backstreet dengan Hans tapi tak mengurangi kebahagiaan yang ia rasakan."Sayang, kok gak pulang ke rumah? Mama kangen lho," tanya mamanya saat berkunjung ke kantor."Maaf ya Ma, kerjaan lagi banyak banget ini," jawab Reyna yang tak sepenuhnya bohong.Dirinya memang jarang pulang karena sering menghabiskan waktunya di apartemen bersama Hans. Bukan sekedar berduaan karena sedang kasmaran mereka juga saling support dalam beberapa proyek yang berbeda. Karena masalah pribadi mereka, perusahaan papanya jarang mengambil proyek yang ada keterlibatan Hans di dalamnya. Namun ide- ide brilliant Reyna ditambah kejelian dan dieksekusi dengan baik oleh Hans akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa."Jas, bisa gak kalau Reyna jangan dikasih kerjaan banyak- banyak?" pinta Riana pada sang adik."Ya gak bisa gitu dong, Ma. Gaak enak sama yang lain. Anggap aja ini rejeki Reyna," jawab Reyna membuat
"Apa?!" teriak Rashad dan Anjas bersamaan."Tapi kata Reyna...," kata- kata Rashad menggantung karena mengingat sesuatu.Kemarin dirinya hampir saja kembali menghajar Hans jika tak dicegah oleh Anjas.Flashback on"Masuk!" seru Rashad saat pintu ruangannya diketuk."Maaf Pak, ada Pak Hans yang ingin bertemu," kata sekertarisnya.Rashad hanya mengangguk singkat sebagai jawaban. Hans masuk dengan langkah percaya diri meski disambut tatapan mengintimidasi dari Rashad. Anjas yang kebetulan berada di ruangan yang sama hanya menghela napas lelah. Hans seperti masuk ke sarang harimau tanpa senjata."Ada perlu apa?" tanya Rashad tanpa basa- basi. "Saya ingin melamar Reyna, Pak," Hans pun menjawab terus terang dengan bahasa yang lebih sopan.Anjas terperanjat dengan keberanian Hans sementara Rashad memicingkan matanya disertai senyum sinis."Omong kosong apa yang sedang kamu bicarakan?" Rashad bangkit dari kursi kebesarannya."Ini bukan omong kosong Pak. Saya serius ingin melamar Reyna," Hans
"Aku akan tetap bersikap adil. Seperti yang Reyna katakan tadi bahwa dia juga bersalah. Hukuman untukmu Rey, kamu tidak boleh lagi bertemu dengan Hans....""Pa...," Reyna memotong perkataan papanya dengan mata berkaca- kaca."Bukannya kamu sendiri yang minta dihukum tadi?" Rashad memicing ke arah Reyna.Bahu Reyna merosot dengan kepala tertunduk."Dan kamu...," Rashad menatap tajam ke arah Hans, "Kamu lepaskan Reyna jika....""Tidak!" Hans menggeleng tegas memotong ucapan Rashad membuat papa Reyna itu menggeram marah."Kenapa kalian berdua hobi memotong perkataanku?!" tanya Rashad marah.Hans dan Reyna saling lirik sambil menunduk takut- takut."Lepaskan Reyna jika kamu tak segera melamarnya!" ucap Rashad tegas.Ruangan itu seketika hening. Hans orang yang paling pertama sadar dari situasi horor itu spontan berdiri dan melonjang girang membuat perhatian semua orang beralih padanya."Yesss, kita direstui Sayang!" teriak Hans membuat wajah Reyna merona karena panggilan Hans padanya.Hans
Hans tersenyum lebar saat menerima pesan dari Reyna. Tanpa membalas pesan Reyna, Hans bergegas pergi. Sampai di taman kota, netranya mencari sang pujaan hati."Daddy!" terdengar suara bocah yang tidak asing di telinganya.Selang beberapa detik seorang bocah memeluk kakinya erat. Hans mengetatkan gerahamnya melihat Jessica yang tersenyum ke arahnya."Hai Hans, maaf aku minta tolong Reyna tadi karena Joane rindu padamu."Hans tahu tak sesederhana itu makna dari 'minta tolong' yang diungkapkan Jessica. Sesuatu yang tidak beres pasti terjadi."Dimana Reyna sekarang?" tanya Hans menahan amarah."Dia tidak mengatakan akan pergi kemana," jawab Jessica.Hans melepas pelukan Joane di kakinya."Kumohon Hans, bermainlah dengan Joane sebentar. Dia rindu padamu," Jessica mendekati Joane yang menatap Hans takut- takut."Baru kali ini aku menemukan wanita menjijikkan sepertimu, Jes. Kamu tega memanfaatkan anakmu untuk kepentinganmu. Entah bagaimana aku bisa jatuh cinta padamu dulu," Hans menatap Jes