"Ada satu yang tidak kamu miliki dan Al memiliki itu."
"Apa? Apa karena dia lebih muda? Dia bisa memuaskan mu diatas ranjang? Begitukah? Tenang saja Dinda sayang, aku akan memuaskan mu!" Bayu tersenyum penuh damba, ia berjalan mendekat.
Dinda berdecih. Yang ada di otak pria ini hanya selangkangan saja.
"Kamu tidak memiliki hati yang tulus seperti Al. Dan kamu tenang saja, Nadira lebih bahagia bersama Al daripada bersama Ayah kandungnya!"
Bayu menatap Dinda dengan geram, tangannya terkepal menahan amarah yang sebentar lagi akan meledak.
Ia memejamkan mata, menarik nafas perlahan lalu menghembuskanya.
"Kenapa kamu selalu menguji kesabaranku?" Bayu membuka matanya, menatap Dinda dengan emosi yang membara. Ingin sekali rasanya pria itu meledak. Sifatnya yang emosian itulah membuat Dinda tidak betah hidup bersama Bayu. Pria itu akan sangat mudah marah untuk hal-hal kecil sekalipun.
Kini pria itu berjalan mendekati Dinda.
"Ka..kamu mau apa?" Dinda tergagap. Ia merasa takut melihat pandangan Bayu yang berbeda. Ia sangat hapal sifat Bayu, dulu sewaktu mereka masih bersama ketika Bayu di kuasai emosi pria ini akan memaksa untuk melayani nafsu bejatnya. Dan akan menggagahi Dinda dengan kasar, bahkan inti tubuh Dinda terasa robek akan ulah mantan suaminya itu. Bahkan Dinda pernah jatuh sakit karena Bayu menghajar Dinda semalaman tanpa ampun dan jauh dari kata lembut.
"Aku merindukanmu." Ucap Bayu terus berjalan semakin dekat. Dinda terus mundur sampai tubuhnya membentur dinding.
"Aku sangat merindukanmu sayang." Bayu mengulang kalimatnya yang membuat Dinda bergidik ngeri.
"Jangan mendekat brengsek! Lagipula kita sudah bercerai!"
"Brengsek?"
Bayu tertawa, kemudian menatap Dinda dengan mata yang berkabut. Entahlah, kini hanya dengan melihat Dinda saja membuat miliknya mengeras. Dinda kini semakin cantik, tubuhnya semakin berisi membuat wanita itu semakin seksi. Tidak seperti saat bersamanya dulu, tubuhnya kurus dan seperti tak punya semangat untuk hidup.
"Tapi kamu pernah tergila-gila dengan si brengsek ini sayang. Dan satu hal yang harus kamu ingat! Kita belum bercerai! Kamu masih tetap istriku yang sah!" Tegas Bayu. Kini tubuhnya semakin mendekat, membuat Dinda hampir menangis. Jujur ia sangat takut melihat Bayu seperti ini.
"Pergi sekarang juga! Jika tidak, aku akan meneriaki kau maling! Dan satu lagi, aku bukan istrimu lagi!"
Bayu tersenyum miring," kamu tidak akan tega sayang. Nikmati saja sentuhanku. Aku akan membuat mu ketagihan, dan melupakan sentuhan pria ingusan itu!"
Cuihh..
Dinda meludahi wajah Bayu.
"Aku tak Sudi bercinta dengan pria sepertimu!"
Bayu menatap Dinda dengan geram. Matanya nyalang melihat Dinda, ingin rasanya ia mencekik wanita yang ada di hadapannya saat ini. Ia membersihkan wajahnya tanpa melepaskan pandangannya.
"Jangan sok suci wanita murahan! Pria tukang ojek itu bayar kamu berapa sampai kamu tidak mau aku sentuh? Ayolah, aku bisa membayarmu dua kali lipat!"
Plaakk..
Dinda dengan refleks menampar pipi kanan Bayu. Hatinya sangat sakit mendengar penghinaan dari mantan suaminya itu. Bayu semakin marah, ia memegangi pipinya yang terasa panas.
"Jaga mulutmu! Aku bukan wanita seperti itu!" Teriak Dinda marah.
Bayu terkekeh, ia merasa geli dengan ucapan Dinda barusan.
"Tidak seperti itu? Lantas, wanita seperti apa?" Bayu mengangkat sebelah alisnya dengan senyum mengerikan. Membuat Dinda semakin bergidik ngeri, ia merasa mantan suaminya ini seperti psikopat.
"Jangan sok suci! Kamu pikir aku bodoh? Jelas-jelas aku mencium bau sperma pria itu memenuhi tubuh kamu saat pulang!"
Dinda tercekat, ia terkejut bukan main. Apa sisa percintaan mereka tercium dengan sangat jelas? Ya, dia ingat. Karena terburu-buru membuat Dinda tak sempat untuk mandi.
"Masih mau mengelak?" Bayu memiringkan kepalanya, tertawa remeh.
"Pulang sekarang juga!"usir Dinda. Ia sudah tak tahan dengan pria gila yang pernah mengisi hatinya.
"Aku tidak akan pulang setelah melepaskan rindu yang telah ku tahan bertahun-tahun. Aku ingin sekali merasakan milikmu yang telah lama tak ku sentuh. Aku ingin merasakan tubuhmu yang semakin seksi setelah kita berpisah." Dinda menatap jijik pada pria itu. Sungguh, saat ini ingin sekali ia membungkam mulut pria itu dengan batu.
"Ohya, dan satu lagi!aku sangat ingin menambahkan tanda merah di lehermu. Bahkan seluruh tubuhmu." Dinda terkejut. Ia memegangi lehernya, dimana banyak terdapat tanda merah akibat ulah kekasih brondongnya.
"Pergi kau brengsek!" Dinda semakin marah. Ia mendorong tubuh tinggi mantan suaminya.
"Tidak akan." Bayu memegangi kedua tangan Dinda dan membawanya kembali merapat ke dinding. Pria itu menundukkan kepalanya, meraup bibir Dinda dengan rakus. Ia ingin kembali mencicipi bibir Dinda yang manis dan selalu membuatnya candu. Ia tak rela jika wanita yang masih ia sayangi itu di sentuh oleh pria lain.
"Ummm.." Dinda ingin mendelik dan ingin berteriak, tapi hanya suara itu yang keluar. Membuat Bayu semakin bersemangat, Bayu mengira Dinda mendesah karena cumbuan liarnya. Ia semakin memperdalam ciumannya, lidahnya berusaha menerobos lebih kedalam. Dinda merapatkan giginya, ia tak memberi celah sedikitpun.
Ia meronta dalam pelukan mantan suaminya. Bulir bening itu akhirnya lirih juga, ia menangis. Hatinya menjerit, mas bantu aku. Wajah Alvian yang tersenyum terus terbayang.
Bayu tak menyerah, ia menggigit bibir Dinda.
"Akkhh.." tanpa sengaja Dinda membuka mulutnya, membuat lidah Bayu menerobos masuk. Perih, bibir Dinda terasa perih dan terasa anyir. Dinda yakin, saat ini bibirnya berdarah.
Dasar pria brengsek! Aku sangat membenci mu! Jerit Dinda dalam hati. Otaknya tak berhenti mencari cara untuk lepas dari nafsu bejat sang mantan suami. Sedangkan Bayu semakin liar, tangan kirinya meremas bukit kembar milik Dinda. Sedangkan tangan kanannya memegangi kedua tangan Dinda keatas. Tubuh Bayu yang besar tinggi membuat Dinda kewalahan, tubuhnya tidak ada apa-apanya. Terlebih tenaga pria itu lebih besar darinya.
Entah dapat kekuatan darimana, Dinda menendang kejantanan Bayu dengan lututnya. Tendangan itu sangat keras, membuat Bayu melepaskan Dinda. Kedua tangannya memegangi selangkangan. Ia mengerang kesakitan. Sepertinya telur pria itu pecah, tapi Dinda tak perduli. Kesempatan itu ia gunakan untuk mendorong tubuh pria itu keluar hingga membuat Bayu terjengkang, lalu Dinda segera mengambil dan melempar kunci mobil tepat mengenai kepala pria itu.
"Jangan pernah menemui aku brengsek!" Teriak Dinda dengan amarah yang memuncak. Ia sangat puas melihat pria mesum itu kesakitan. Jika tidak mengingat akan di penjara, ia sudah memutilasi pria menjijikkan yang pernah menjadi suaminya itu. Dinda segera menutup pintu dengan cepat, lalu menguncinya.
Ia segera berlari ke kamar, tapi saat ia membuka pintu kamar Ayahnya menghampirinya. Wanita itu segera menghapus air mata yang tak kunjung berhenti sedari tadi.
"Ada apa Din? Kenapa ribut-ribut?"Ayahnya terlihat kebingungan. Pasalnya ia sedang terlelap ketika membacakan dongeng untuk cucunya. Suara jeritan Dinda membuat pria pensiunan itu terbangun.
"Tidak ada apa-apa pak. Bapak tidurlah!" Ujarnya menenangkan. Bagaimanapun, ia tidak akan bisa menceritakan apa yang ia alami barusan.
"Nak Bayu kemana?"
Mati! Jawaban itu hanya di dalam hati, tentu saja. Ia tak akan mengatakannya langsung pada Ayahnya.
"Sudah pulang pak. Lagian ini sudah malam, Bapak sebaiknya kembali tidur." Dinda menuntun Ayahnya untuk kembali ke kamar sembari melihat Nadira.
"Biarkan Nadira disini, cucuku terlihat sangat kelelahan setelah bermain seharian. Kamu juga segera tidur."
"Iya Pak." Nadira pamit kembali ke kamarnya.
"Dinda." Panggil Ayahnya membuat wanita itu kembali menoleh.
"Bibirmu kenapa?"
Dinda memegangi bibirnya yang berdarah,
"Oh, ini tadi Dinda terbentur dinding Pak. Tapi tidak apa-apa, nanti juga sembuh." jawab Dinda berbohong.
"Makanya kalo ngantuk itu istirahat!" Ayahnya memandang tak percaya dengan apa yang diucapkan oleh anaknya.
"Iya Pak, ini Dinda mau kembali ke kamar.Bapak juga istirahat."
Dinda segera masuk ke kamarnya, ia berdiri di balik pintu. Air matanya kembali berderai, tubuhnya merosot ke lantai yang dingin. Ia mengusap bibirnya dengan kasar, ia merasa sangat jijik mengingat sentuhan pria brengsek itu.
"Maafkan aku mas." Dinda sesenggukan sembari memukul dadanya yang terasa sesak. Ia merasa telah mengkhianati kekasih yang teramat ia cintai. Ia kembali mengusap bibirnya, membuat semakin berdarah. Rasa anyir sangat terasa, tapi Dinda tak memperdulikannya.
Ketika hatimu mencintai orang yang tepat, ia akan menumpahkan segala cinta yang ia punya. Tak perduli bagaimana keadaannya, yang ia tau hanya mencintainya. Bahkan tak perduli sebucin apapun dirinya.Alunan musik mengalun memenuhi ruangan bernuansa cream dengan banyak kotak yang berserakan di lantai. Terdengar suara dua wanita yang bersenandung mengikuti lirik musik yang mengalun.Terkadang terdengar tawa dari keduanya karena salah satu dari mereka salah lirik."Eh bibir kamu kenapa sih Din? Kok bengkak gitu?" Tanya Amira yang merupakan sahabat sekaligus karyawan Dinda."Oh, ini. Di cium tembok." Bohong Dinda."Kok aku nggak percaya ya." Amira menatap sahabatnya dengan tatapan curiga. Ia sampai menghentikan kegiatannya dalam membungkus kardus yang yang berisi pesanan online para pelanggan."Apa sih. Nggak percaya ya udah,
Cinta mengajarkan kita tuk saling menerima kekurangan, saling melengkapi dan saling menghargai. Saling berbagi dan saling mengerti. Bukan selalu menyalahkan, tapi saling menguatkan. Dinda mengambil ponsel yang berada di genggaman Alvian, pria itu tertidur ketika sedang menunggu kekasihnya. Ia melihat deretan foto mesra mereka berdua, Dinda tersenyum lalu meletakkan ponsel itu ke atas nakas. Wanita itu duduk di sebelah Alvian, lalu mengusap kepala kekasihnya dengan lembut. Jemarinya turun ke kening, lalu ke alis. Alis mata yang hitam tebal, hidung mancung dengan bibir yang tipis. Ia mengusap pelan bibir Alvian, lalu turun ke rambut halus yang tumbuh dibawah bibir pria itu. Entahlah, ia sangat suka melihat bulu halus yang tumbuh di bibir Alvian. Ia tak rela jika Alvian memotongnya.Dinda membungkuk hendak mengecup bibir kekasihnya, tapi ia sangat terkejut ketika melihat mata Alvian yang te
Jangan membencinya!Karena itu hanya akan membuat hatimu semakin terikat dengannya. Maafkan, ikhlaskan dan lupakan!"Jadi begini, Kak Bayu datang kerumah tadi malam." Dinda menceritakan semuanya tanpa ada yang di tutupi. Ia tak menyadari jika Alvian sedang menahan emosi luar biasa. Kedua tangannya terkepal, ingin sekali rasanya ia menghadiahi mantan suami kekasihnya itu dengan bogem mentah. Pria itu sangatlah menjijikkan di mata Alvian.Menyadari raut wajah Alvian yang berubah, Dinda menghentikan ceritanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali,lalu memegang lengan Alvian dengan lembut."Mas," panggil Dinda pelan.*Kenapa berhenti? Lanjutkan!" ujar Alvian dingin."Mas, kamu baik-baik saja?"Alvian mengangguk. "Teruskan!" ujarnya.Dinda menelan Saliva dengan susah payah, ia merasa akan ada perang sebentar lagi. Set
Jangan sesali hari kemarin!Jadikan semuanya pembelajaran. Cukup perbaiki diri, agar lebih baik dari kemarin!Dinda pulang dengan mengendarai motor maticnya, wanita itu memarkirkan motornya terlebih dahulu sebelum memasuki rumah yang terlihat sangat sepi. Ia memutar gagang pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia membukanya perlahan, sembari mengucapkan salam."Assalamualaikum, Pak. Nadira.. Ibu pulang sayang."Berkali-kali ia mengucapkan salam, tapi tidak ada yang menjawab. Perasaannya menjadi tak enak, dimana Bapak dan Nadira?Memikirkan hal yang tidak-tidak membuat wanita itu berjalan lebih cepat memasuki rumah sederhana itu."Nadira, Ibu pulang." teriak Dinda, tapi tak ada sahutan. Ia memasuki kamar, tapi tak terlihat Nadira disana. Ia segera melepaskan sepatu yang ia kenakan dan melempar tas nya ke sembarang arah. Pikiran buruk memenuhi kepalanya, membuat ia sedikit berlari
Malam ini akhirnya Bayu ikut makan malam bersama dirumah Dinda. Pak Ahmad merasa bahagia melihat pemandangan di depan matanya. Sikap Bayu yang begitu lembut, sesekali menyuapi anak mereka. Ia tahu, kesalahan yang di lakukan oleh Bayu di masa lalu sangat fatal. Tapi apa salahnya memberikan kesempatan pada orang yang mau berubah menjadi lebih baik. Begitu pikirnya. Lagipula yang ia lihat semakin hari Bayu semakin baik, tak pernah kasar. "Masakanmu tak pernah berubah Din. Selalu enak dan selalu pas di lidahku." Bayu tak segan memuji masakan mantan istrinya. Sedangkan wanita yang di puji hanya tersenyum menanggapi. Sebenarnya Dinda sangat tidak nyaman dengan adanya Bayu sejak sore tadi. Tetapi karena permintaan Ayahnya, ia terpaksa harus bergabung serta harus memasak makan malam yang tak pernah ia harapkan sama sekali sebelumnya. Hati Dinda saat ini sedang kacau, hari ini Alvian tak ada kabar. Dinda sudah berkali-kali menghubungi pria
Pagi ini, sesuai rencana Dinda dan Nadira akan pergi ke taman hiburan bersama Bayu. Tepat pukul 09.00 pagi Bayu datang dengan mobilnya. Nadira berlarian menyambut kedatangan Ayahnya, raut wajahnya terlihat sangat bahagia."Ayah.. ayo kita pergi. Nadira sudah tidak sabar ingin jalan-jalan bersama Ayah dan Ibu." celoteh gadis kecil itu yang kini sudah berpindah ke dalam gendongan Bayu."Ibumu mana?" Bayu mencari keberadaan Dinda yang belum tampak sama sekali."Ibu masih di kamar. Sepertinya Ibu sedang galau." ujar Nadira asal."Galau kenapa?" tanya Bayu sembari mengerutkan keningnya, tapi hanya di jawab dengan gelengan oleh Nadira."Semalam Ibu menangis sambil main hp." jawab Nadira dengan polos.Apa mereka sudah putus? Bayu tersenyum misterius, ia berharap hubungan Dinda dan Alvian benar-benar berakhir. Sehingga ia lebih memiliki peluang untuk merebut Dinda kembali.Tak lama Dinda keluar dari rumah dengan penampilan
"Mencintai, harus siap dengan segala konsekuensi.Percaya! Merupakan kunci keberhasilan dalam suatu hubungan.Mantan hanya bisa di kenang. Untuk kembali, tak kan mungkin seindah kemarin.Cermin yang telah hancur, memang dapat di satukan kembali. Tapi tak kan bisa kembali utuh seperti semula.Ingat!Yang terbaik, tak kan pernah jadi MANTAN!Mobil yang di kendarai Bayu meluncur di jalanan aspal menuju tempat hiburan membelah kemacetan. Mentari pagi ini sangat cerah, tapi tidak dengan hati Dinda. Jauh dalam lubuk hatinya ia sangat merindukan kekasihnya. Khawatir dan rindu jadi satu. Dinda mengalihkan pandangannya keluar jendela mobil dengan pikiran yang tak menentu. kamu dimana mas? Aku merindukanmu. Ia sangat merindukan kekasihnya. Hatinya menjerit, tak terasa bulir bening yang terasa hangat mengalir di pipinya. Dengan cepat ia menghapus jejak air matanya dengan punggung tangan. Bayu melirik wani
“Cinta sejatinya membawa kebahagiaan. Tapi jika cinta hanya membawa kesedihan, apakah masih bisa di sebut cinta?” _____________ Angin semilir berembus lembut menerpa wajah wanita yang sedang duduk di bawah sebuah pohon besar di depan toko. Menerbangkan beberapa helai rambut panjang yang tergerai. Wajahnya terlihat pucat, lemah tak bergairah. Pandangannya tampak kosong. Pikirannya berkelana, entah ke mana. Raganya lelah, tapi hatinya kukuh untuk bertahan. Seminggu setelah melihat kekasihnya bersama perempuan lain, Dinda seperti orang yang kehilangan hasrat untuk hidup. Setiap hari menunggu di depan toko, berharap kekasih yang teramat ia cintai itu akan datang menghampiri dan kembali padanya. “Alvian ....” desisnya perlahan. Ia memejamkan mata, perih. Setetes bulir bening jatuh di pipinya yang putih. Dengan cepat ia segera menghapus jejak air mata dengan jemarinya yang lentik. “Tidakkah kau merindukank