Fuad sudah membebaskan Sofia untuk melakukan kegiatan apa pun yang diinginkannya agar istrinya tidak merasa bosan setelah diperiksa saat kontrol di rumah sakit kemarin. Hasil pemeriksaan cukup baik. Kondisi jahitan Sofia kering dan bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi. Karena bekas jahitan masih belum menyatu dan sembuh sepenuhnya, Dokter berpesan padanya agar tidak melakukan kegiatan yang terlalu berat seperti mengangkat baban berat dan pekerjaan fisik yang terlalu berat lainnya.
Sofia juga diingatkan agar tidak boleh terlalu lelah dan beraktivitas secukupnya. Segera istirahat saat mulai merasa lelah dan banyak makan-makanan yang mengandung protein agar luka segera sembuh.
Setelah kontrol dari rumah sakit, Sofia menjadi pendiam dan jarang keluar kamar. Ia lebih suka menghabiskan waktu di dalam kamar untuk berdiam, melamun atau bermain ponsel. Wajahnya selalu terlihat murung dan tidak pernah tersenyum. Bicara hanya sekadarnya dan keluar kamar saat akan ke kamar mandi
Hari minggu yang dinanti akhirnya tiba. Pagi itu Fuad sibuk membersihkan mobil dengan penuh semangat. Ia dan Lidya berencana berangkat pagi-pagi agar tidak kesiangan saat tiba di pantai. Sofia sedang bersiap di kamar mematut diri di depan kaca.Atasan tunik berwarna merah hati dengan jilbab berwarna senada, dipadu celana kulot hitam tampak pas melekat di badannya. Setelah memulas bedak tipis di wajah dan lipstik berwarna merah muda di bibir ia memandang wajah sekali lagi untuk memastikan semuanya sudah sempurna.“Cantik ... tapi tidak sempurna,” gumam Sofia sambil memegang perutnya.Matanya mulai mengembun tanpa disadari. Lalu ia mulai terisak dalam diam sambil membekap erat mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Ia tidak ingin Fuad mendengar tangisannya. Air mata mengalir dengan deras merusak riasan wajah yang sudah ditata dengan rapi tadi.Tiba-tiba sebuah tangan melingkar di perutnya. Entah sejak kapan Fuad masuk ke kamar, Sofia tidak meny
“Mas Fuad, nanti kalau ada minimarket mampir dulu ya. Aku mau beli camilan buat anak-anak,” pinta Lidya sambil menenangkan Lea yang mulai rewel karena lapar.“Lea kenapa?” tanya Fuad cemas.“Mungkin lapar. Belum kuberi makanan apa-apa dari pagi tadi. Aku juga lupa membawakannya susu karena terburu-buru tadi.”“Baiklah kita mampir warung buat sarapan dulu kalau begitu. Kalian ingin sarapan apa ... Dek, kamu mau makan apa?” tanya Fuad sambil memandang Sofia dari kaca depan.“Aku terserah yang lain saja,” jawab Sofia enggan.Semenjak kecelakaan ia memang belum memiliki nafsu makan. Jika tidak dipaksa oleh Fuad dan Lidya, ia lebih memilih untuk mengosongkan perut karena semua makanan terasa hambar di mulutnya. Padahal dulu ia termasuk orang yang pemilih saat menyangkut masalah makanan.Semua menu makanan yang akan dimasak esok hari selalu ia pikirkan dengan cermat karena ia gampang bosa
Kemarahan Fuad pada Sofia tidak bisa bertahan lama. Keesokan harinya ia sudah bersikap seperti biasa pada wanita yang sudah menjadi istrinya selama sepuluh tahun.Ya, sudah sepuluh tahun Fuad hidup bersama Sofia, tapi ia tidak pernah merasa bosan ataupun jenuh. Rasa cintanya justru semakin berkembang setiap hari, terlebih setelah insiden kecelakaan yang membuat Sofia harus kehilangan rahimnya. Fuad menjadi semakin protektif pada Sofia.Seperti pagi ini, karena ada rapat penting yang harus dipersiapkan dengan cermat, Fuad berangkat lebih pagi daripada biasanya. Sebelum berangkat ia menghubungi Lidya dan meminta tolong padanya untuk menemani Sofia dan membawakan makanan untuknya.“Dek, aku berangkat dulu ya,” pamit Fuad sambil mencium kening Sofia.“Hati-hati, Mas.” Sofia mengangguk sambil tersenyum lega. Ia sempat khawatir kalau Fuad masih marah karena permintaannya semalam.“Oya, nanti Lidya akan datang membawakan maka
Semenjak pembicaraan dengan Lidya kemarin, Sofia terlihat lebih bersemangat menjalani hidupnya lagi, meskipun masih belum kembali sepenuhnya seperti semula. Tatapan mata yang semula kosong dan sendu kini tampak lebih hidup dibandingkan sebelumnya.Senyum lebar yang biasa menghiasi wajahnya kini tidak pernah tampak lagi di wajah cantiknya. Sofia hanya tersenyum simpul atau sekedar menarik sudut bibirnya saat Fuad atau Lidya mengajaknya bercanda atau tertawa untuk menghiburnya. Hatinya masih terasa kosong. Ia masih sering melamun dan merenung cukup lama saat sendirian di rumah.“Mas, bolehkah aku pergi ke toko? Atau setidaknya izinkan aku untuk melakukan pekerjaan rumah. Sudah sebulan sejak aku keluar dari rumah sakit. Aku bosan harus di rumah terus tanpa melakukan apa-apa,” pinta Sofia suatu malam sebelum ia tidur.“Baiklah, aku izinkan. Tapi ingat, jangan buat tubuhmu kelelahan. Segera istirahat saat kamu mulai merasa capek atau tidak enak bada
Tanpa terasa sudah seminggu berlalu sejak Sofia mulai pergi ke toko lagi. Setelah mulai beraktivitas di toko lagi, ia terlihat lebih bersemangat setiap hari. Meskipun Fuad belum melepasnya sepenuhnya.Setiap hari Fuad akan mengantarkan Sofia saat berangkat dan menjemputnya saat pulang. Saat sibuk ia akan menitipkan Sofia pada Lidya. Tak lupa ia berpesan pada Lidya untuk mengawasi Sofia dan menjaganya agar tidak kelelahan.Lidya mengawasi Sofia dengan telaten. Ia selalu mengingatkan Sofia untuk segera beristirahat saat melihatnya mulai lelah. Ia juga rutin mengirimkan Fuad foto Sofia saat di toko, tentunya ia melakukannya secara diam-diam tanpa sepengetahuan Sofia.Hari ini toko sangat ramai oleh pembeli dan beberapa orang yang datang untuk memesan brownis. Lidya dan Sofia sampai kewalahan begitu juga pegawai yang ada di dapur. Jumlah penjualan brownis mereka bertambah banyak setiap hari. Sepertinya mereka perlu menambah pegawai baru untuk membantu proses produks
Dada Lidya berdebar-debar menunggu jawaban dari panggilan teleponnya. Ditariknya nafas panjang untuk mengurangi rasa gugup yang mendera. Hatinya penuh dengan bunga harapan yang sedang mekar dan berkembang. Namun harapannya langsung menguncup manakala panggilan teleponnya tidak diangkat bahkan sampai dering terakhir berbunyi.Lidya menghela nafas dalam sambil memandangi layar ponsel yang masih menyala. Ia masih belum menyerah. Diulangi panggilan telepon sekali lagi. Masih belum ada jawaban juga. Bahkan sampai panggilan ke sepuluh tetap tidak ada jawaban. Dibantingnya ponsel dengan keras di atas kasur sambil mengusap air mata yang luruh di pipi.Sebenarnya Lidya ingin memastikan dan bertanya pada Pram langsung apakah lelaki yang dilihatnya tadi benar-benar Pram atau cuma khayalannya saja. Ia merasa yakin kalau Pram yang dilihatnya tadi adalah nyata, bukan hanya khayalannya saja karena tatapan mata mereka sempat bertemu selama sekian detik.Juga menanyakan perihal
Sofia berjalan dengan cepat menuju rumah Lidya dan mengabaikan panggilan Fuad yang sedang menunggunya di ruang tamu. Dadanya terasa panas, dipenuhi oleh amarah yang terbentuk karena mendengar pendapat yang disampaikan Fuad saat sarapan tadi, sampai ia enggan untuk menghabiskan makanannya.Sesaat setelah membuka pintu pagar, Sofia langsung menyadari perbuatannya lalu mengucapkan istigfar berkali-kali sambil menarik nafas dalam. Ia merasa menyesal karena menuruti amarah yang membakar dadanya sehingga bersikap kasar pada Fuad. Padahal lelaki itu tidak melakukan kesalahan yang besar dan hanya menyampaikan pendapatnya saja tadi.“Astagfirullah ... Padahal Mas Fuad tidak salah apa pun. Ia hanya mengungkapkan pendapatnya padaku, tapi kenapa aku bisa semarah ini. Kenapa aku malah melampiaskan rasa kecewaku kepadanya?” batin Sofia menjerit karena penyesalan yang begitu dalam.Ia menoleh ke belakang selama beberapa saat lalu menghela nafas panjang untuk menena
“Jadi ... Bagaimana, Mbak?” tanya Sofia saat melihat Lidya terdiam sambil memandanginya.Sofia tahu Lidya pasti sangat kaget setelah mendengar penjelasannya, tapi ia sudah tidak tahan lagi. Selama ini ia selalu bersabar untuk tidak mengatakannya pada Lidya sebelum memperoleh persetujuan dari Fuad. Namun karena topik pembicaraan Lidya barusan yang seakan mendukung gagasannya agar Lidya mau menikah dengan Fuad, Sofia akhirnya mengungkapkan pemikirannya saat itu juga.“Mbak ... Kamu serius dengan permintaanmu tadi? Memintaku menikah dengan Mas Fuad? Kenapa?” desak Lidya tidak sabar.“Aku serius, Mbak. Apakah wajahku terlihat sedang bercanda sekarang?”Lidya mengamati wajah Sofia yang memang terlihat serius sekarang. Tidak ada senyum yang terlihat sama sekali di wajah cantiknya.“Kenapa? Bolehkah aku tahu alasannya?”“Karena aku mencintainya. Semua ini demi kebahagiaan Mas Fuad. Aku takut dia