Martin Dailuna tengah mengendarai mobilnya, raut datar selalu nampak di wajah kharismatiknya. Seperti biasa, tak ada yang menarik, baik di kantor maupun di rumah, semuanya monoton! Itulah pikirnya, bahkan istrinya pun sudah tidak menarik di matanya.
Pria berusia 43 tahun itu sama sekali tak tertarik lagi dengan apapun. Kerja, pulang, sarapan, dan tidur, hanya itu rutinitasnya setiap hari. Hal biasa yang tak menantang. Gurat lelah setelah bekerja terlihat di matanya yang dibingkai kacamata minus.
Dan akhirnya mobil warna putih miliknya memasuki gerbang besar, yang dibuka oleh seorang satpam di kediaman Dailuna. Kini, Martin berada tepat di depan pintu rumahnya.
"Sial," umpatnya saat sadar bahwa dia lupa membawa kunci rumahnya, dia terpaksa harus menekan bel di rumahnya sendiri.
Ting Tong!
Ting Tong!
"Apa aku harus menekan lagi?" Kesal karena sudah sebanyak 2 kali dia menekan bel namun tidak ada yang membuka pintu.
Dia lalu menggedor-gedor pintunya dengan tangan kasar miliknya, lelah, dan emosi sudah memuncak pada dirinya. Panas dalam hati karena lama menunggu membuatnya harus memarahi orang yang akan membukakan pintun untuknya.
Tok tok tok!
Gedorang tangan Martin semakin terdengar, hingga suara datang dari balik pintu,"Tunggu!" Tidak lama kemudian terbukalah pintu lebar milik Dailuna.
"Oh makasih, akhirnya dibuka juga!" Kasar, dia lalu mendorong sayap pintu dengan agak keras dan masuk ke dalam rumah tanpa melihat siapa yang membukanya, karena asing dengan bentuk tubuh yang dimiliki oleh orang yang membukakan pintu rumahnya, Martin berhenti dan berbalik memandangi tubuh gadis yang menunduk, dengan pakaian memasak yang ada pada dirinya menandakan bahwa dia adalah pekerja di rumah Dailuna, namun Martin tidak pernah melihat gadis itu berada di rumah sebelumnya.
"Kenapa masih di sini?" tanya Martin dengan tatapan tajam pada si gadis.
Lalu kemudian gadis tersebut mendongak pelan dan menatap wajah serius yang ada di hadapannya. Saat si gadis mengangkat kepalanya, memperlihatkan wajah cantiknya, seakan mata Martin tersangkut pada mata yang sejak dari tadi sudah berkaca karena sikap kasar Martin, mata yang membuat pria setengah baya itu takjub dan menganga tipis, dengan kulit seputih susu, bibir semerah delima, dan alis melengkung indah layaknya panah dan saat itu, seakan Martin belum pernah melihat gadis cantik sebelumnya.
Dia menelan ludah, lalu berkata, "Maaf Tuan, tadi saya sedang memasak untuk makan malam, jadi saya sedikit terlambat membukakan
pintu buat Tuan," ucapnya menunduk.
"Sedikit? Kau membuat pemilik rumah ini
menunggu di hadapan rumahnya sendiri," balas Martin dengan tegas pada gadis di hadapannya.
Walau cantik, dan membuat Martin takjub, itu tidak akan mampu membuat Martin Dailuna luluh sedikitpun, sikapnya akan selalu seperti itu,
kejam dan tidak banyak bicara.
Tanpa bertanya siapa gadis yang di hadapannya itu, dia langsung berjalan mendaki tangga menuju kamar tidurnya.
Martin memandangi wajahnya di hadapan cermin, terlihat beberapa kerutan di sela-sela matanya, Martin melepas kacamata dan memajukan wajahnya ke depan cermin melihat mata lelah dan sedikit kerutan di samping dan di bawah kelopak matanya, lalu sesaat kemudian terbayang mata indah yang baru saja ia pandangi, dan wajah polos nampak di benaknya.
Martin melepas rompi hitam dan kemejanya menggantinya dengan baju biasa, walau tanpa rompi dan kemejanya dia tetap terlihat gagah karena memiliki postur badan yang atletis.
Lalu kemudian seseorang membuka pintu, istri elegan nan cantik dari Martin, yang bernama Sarah Nadia Dailuna.
"Kau pulang lebih awal Mart," ucapnya, dan langsung memeluk suaminya dari belakang.
"Aku yang pulang lebih awal atau kau yang terlalu lama di kantormu?" Perkataan yang tentu menyakiti hati sang istri.
Martin kemudian melepas pelukan sang istri dan berjalan seakan ingin keluar dan meninggalkan sang istri sendiri di kamarnya.
Namun sebelum membuka pintu kamarnya
Martin berhenti dan berbalik.
"Kau tahu gadis yang baru aku lihat tadi berada di rumah kita?"
"Oh, dia anak Bi Ana, Andira, dia menggantikan ibunya karena sedang sakit, semoga dia sepandai ibunya dalam memasak dan merawat rumah kita," jawab Sarah.
Martin dan Sarah menuju meja makan untuk makan malam, terlihat dua anak mereka Nadira dan Randy Dailuna sudah berada di kursi mereka masing-masing namun anak sulung Martin Dailuna yaitu Raisi Dailuna tidak terlihat di antara mereka, atau mungkin masih sibuk mengurus organisasi yang dia miliki di kampus itu membuat sulung dari Dailuna selalu telat makan malam di rumahnya.
Andira Mirat namanya, gadis yang sekarang menyediakan makanan di setiap piring yang ada di meja makan dan tiba saatnya dia menyediakan makanan untuk Martin Dailuna, disaat tangan Andira menaruh makanannya, tangan berkulit putih terlihat jelas indahnya di mata Martin, dan bau parfum yang dihirup langsung oleh hidung mancung milik Martin Dailuna membuat Martin ingin sekali menempelkan hidungnya tepat pada tubuh yang berbau harum itu, ingin sekali dia menyentuh tangan lembut nan putih layaknya kapas yang menaruh makanan di setiap piring di meja makannya, ingin sekali dia puas memandangi lekat-lekat mata cerah milik Andira, tak sedikitpun gerakan milik Andira yang tak ditatap oleh Martin, tak sedikitpun. LAda sesuatu yang tidak biasa terjadi pada Martin setelah makan malamnya, matanya selalu saja memandangi setiap gerakan Andira, disaat Andira keluar masuk dapur, maka tatapan Martin pun akan keluar masuk dapur, saat mereka sedang berada di ruang utama menonton telivisi bersama anak-anak dan istrinya bukannya menonton acara yang ada di televisi matanya malah menonton setiap gerakan dari Andira.
Andira masuk ke dalam kamar yang sudah disediakan untuknya mata Martin pun tetap mengikuti. Lama kemudian Raisi Dailuna datang, pria yang jika dilihat sangat mirip dengan Martin namun sikapnya sangat berbeda, Martin yang dikenal dengan sifat cueknya maka anaknya dikenal dengan karakter yang begitu supel.
"Putraku sudah datang rupanya," sambut
Sarah, dia langsung menghampiri sang anak
dan memeluknya, sedang Martin dia bukannya
menyambut anaknya dia malah masuk ke ruang
kerjanya dan merenungkan sesuatu di dalam ruang yang penuh dengan buku dan berkas kerja
"Apa aku terlambat lagi makan malamnya?" tanya Raisi, setelah melepas pelukan sang mama.
"Ah Kakak selalu tepat waktu di kampus tapi tidak pernah tepat waktu di rumah," ucap Nadira, lalu menjulurkan lidahnya mengejek kakaknya.
Kesal sekaligus gemas dengan tingkah adiknya membuat Raisi berlari dan menuju adiknya berniat mencubit pipi milik Nadira namun sebelum itu Nadira sudah berlari duluan. Sedang Randy, si bungsu masih asik menonton acara televisi dan datang sang mama duduk di sampingnya merangkul anak bungsunya itu.
Raisi masih berlari mengejar sang adik dan tanpa sengaja matanya tersangkut pada Andira yang baru saja keluar dari kamarnya. Tatapan Raisi sama terpukaunya seperti Martin saat memandang Andira untuk pertama kalinya.
Sedang Martin dia terlihat duduk dan menggambar sesuatu di atas kertas di meja kerjanya, dia terlihat sangat tenang dan terus menggambar wajah Andira menggunakan pensil dan dengan warna hitam putih. Setelah meluangkan waktu yang cukup lama menggambar wajah Andira akhirnya selesai dan terlihat sempurna, wajah yang dalam setengah hari ini, menari di benak Martin Dailuna. Setelah menggambarnya, Martin kemudian menulis di bagian bawah kertas itu dengan tulisan 'MILIKKU' tulisnya.
Tringgggg! Mendengar suara itu Martin langsung terbangun dari tidurnya, dan sadar bahwa Istrinya sudah tidak ada di sampingnya. Martin langsung mematikan alarm yang membuatnya tersadar dari tidur nyenyaknya. "Oh tidak sudah jam 8 pagi," ucapnya saat sadar bahwa dia terlambat untuk bekerja. Dengan lincah dia berdiri dan menuju kamarm andi, Martin melakukannya dengan sangatc epat, dia terlihat tergesa-gesa, setelah mandid ia memilih baju yang akan dia kenakan, seperti biasa rompi hitam, kemeja putih dan celana kain hitam, itulah pilihan seorang Martin Dailuna. Setelah membereskan segalanya, Martinb erjalan cepat menuruni tangga, namun saat perjalanan menuju pintu matanya kemudian tersangkut dengan Andira yang sudah membersihkan sisa-sisa makanan yang ada di meja makanan. Seketika Martin lupa tujuannya, dia berjalan pela
Untuk pertama kalinya seorang Martin Dailuna mungkin akan mengeluarkan emosinya pada pembantu yang di rumahnya. Emosi sudah memuncak karena dia baru saja diberi saus kacang dimana dia alergi dengan saus kacang.Martin Dailuna menancap gas mobilnyadengan penuh kekesalan, kenapa tidak? Andira, baru saja memberi pria malang itu makanan yang sama sekali tidak ingin dimakan oleh seorang Martin Dailuna."Berani sekali dia menaruh kacangdi makananku, dia pikir dia siapa! Awas saja jika aku sampai di rumah, dia akanntahu, siapa Martin Dailuna sebenaranya!" oceh Martin saat dia sedang mengendarai mobilnya menuju rumah. Bukan hanya itu, dia juga memukul-mukul stir mobilnya karena begitu kesalnya pada gadis yang baru kemarin ia kenal.Martin langsung turun dari mobilnya saat sampai tepat di hadapan istana besar miliknya. Untung saja pintu rumahnya tidak terkunci membuat Martin tidak perlu mengetuk atau mengoceh di luar pintu. Oh ya, sebenarnya Martin suda
Tidak lama kemudian sejenak saat Martin Dailuna duduk dengan menyilangkan kakinya di atas sofa mewah yang berlantaikan rumput yang begitu hijau nan cerha, membuat Martin sadar bahwa ada bagian dari rumahnya yang berbeda, bagian yang memiliki suasana yang begitu indahnya, dan nyaman untuk ditempati, dan selama ini, Martin tidak tahu bahwa bagian indah itu ternyata jarang sekali ia kunjungi.Hidung mancung miliknya menghirup udara segar, merasakan hembusan udara menempel di kulitnya yang berwarna eksotis.Matanya memandang bunga-bunga indah yang berjejer menghiasi halaman belakang rumahnya, dia begitu menikmati suasan indah, udara segar, bersih dan terawat. Dan tak lama kemudian Andira datang membawa minuman dingin yang diminta oleh Martin, majikannya.Andira menaruh minuman itu di meja tepat di hadapan Martin, tidak seperti biasa mata Martin sengaja tidak memandang ke arah Andira, matanya fokus pada kupu-kupu yang berterbangan indah pada bunga-bunga d
***Aku Martin Dailuna, seorang pengusaha yang banyak disegani, yang memiliki segalanya, segala hal yang kuinginkan, apapun yang kuinginkan akan aku dapatkan, dan harus aku dapatkan.Walau hal yang kuinginkan mengandung dosa yang mungkin akan meleburkan aku ke dalam api, yang membakar setiap pecahan diriku hanya karena hal yang kuinginkan adalah yang terlarang.Dalam setiap hariku, setiap detik nafasku, aku menemukan seorang pria yang membosankan dalam diriku, seorang pria pengecut yang bersembunyi di balik jas kebesarannya dan takut menunjukan sisi lainnya. Lalu dia datang, yang membuatku terpaksa menunjuka sisi gila yang sudah lama tersembunyi. Dia yang menghilangkan rasa pengecut, dan ambisiku kemudian meningkat untuk memiliki segalanya, apapun itu, yang kuinginkan akan menjadi milikku. Aku pria yang mungkin bisa terlihat hina. Aku yang mungkin kehilangan sisi takutku, karena seorang gadis yang mencintai putraku, yang membuatku harus bersaing dengan putraku sendiri. Aku
Andira terlihat membersihkan ruang kerja Martin Dailuna yang terlihat lebih luas dari sebuah kamar, di dalamnya akan ditemukan rak-rak buku yang yang berisikan buku-buku yang banyak, dengan meja kerja yang di atasnya berkas-berkas penting, dan sebuah brangkas yang berada tepat di belakang meja Martin.Andira merapikan semuanya, hingga dia menemukan sebuah laci yang tak bisa terbuka, karena terkunci. Laci yang mampu membuat Andira merasa penasaran akan laci tersebut.Lama berada di sana, tiba-tiba seseorang membuka pintu. Menyadari itu Andira kembali merapikan berkas-berkas yang berserakan dan membersihkan debu yang menempel di buku-buku milik Martin.Yang membuka pintu ruangan Martin adalah seorang gadis yang tidak lain adalah Nadira.Dia masuk ke dalamnya dan matanya mengabaikan Andira karena melihat brangkas yang sama seperti brangkas di kantor Martin."Hei, kalau kau selsai keluar saja," ucap Nadira pada Andira yang
Sikap tenang walau sedang marah selalu di nampak kan oleh pria berkacamata ini, pria yang memiliki wajah kharismatik namun selalu bersikap dingin.Martin Dailuna, dia marah karena baru saja seseorang mencuri uang miliknya, dan dalam benaknya muncul pertanyaan, bagaimana bisa seseorang mengetahui kode brangkasnya.Setidaknya itulah yang dipikirkan Martin. Pria berkacamata itu kembali duduk di kursinya dan masih berfikir, tidak mungkin seseorangnmengetahui kodenya sedang istrinya saja tak tahu kode milik Martin.Uang yang disimpan Martin itu adalah uang untuk pegawai rumahnya, mulai dari pembantunya, tukang kebun, sopir pribadi anak-anaknya, hingga satpam di rumahnya.Walau Martin berfikir keras dia tidak menemukan kemungkinan siapa yang mencuri uangnya, tidak mungkin pekerja rumahnya, mereka mana ada yang berani, dan tidak mungkin keluarganya sendiri. Lama terdiam, Martin memilih untuk menunggu hingga makan malam dimana keluarganya
Martin memasuki kamar Andira, matanya mengitari ruangan kecil namun bersih dan rapi. Dia melihat biola milik Andira tersimpan rapih di atas meja, di sebalah biola itu terdapat buku bersampulkan coklat yang membuat Martin penasaran apa isi buku itu. Bisa jadi catatan Andira, atau resep makanan yang membuat makanannya sangat nikmat.Andira sendiri berdiri di samping tempat tidurnya, terpaku di sana sambil memandang Martin menggeledah kamarnya. Martin berjalan menuju meja yang di atasnya terdapat biola dan buku bersampulkan coklat."Darimana kau mendapatkan uang untuk satu biola, aku pikir biola cukup mahal untuk anak pembantu sepertimu?" tanya Martin. Ucapan yang mampu membuat Andira seketika menelan ludah, sepertinya Martin sedang meremehkan dirinya karena statusnya sebagai anak pembantu di rumah kaya milik Dailuna. "Itu milik ayahku, dia seorang pemusik, sampai dia meninggal dia berikan itu padaku," jawab Andira, untuk pertama kalinya dia berani memandang ke arah mata
Martin sudah melupakan uang miliknya yang hilang, toh dia sudah tahu siapa pencurinya. Anaknya sendiri, Nadira. Kini dia hanya ingin fokus pada Raisi dan juga Andira, kalau-kalau mereka saling menyukai kemudian saling mencintai itu akan menjadi masalah bagi Martin dan juga anak dan pembantu mudanya.Rasa ingin dekat dengan Andira semakin memuncak, apalagi dia dengan bebasnya menyentuh dagu, pipi, hingga leher Andira. Pria setengah baya itu tak kunjung menghilangkan imajinasi gelapnya terhadap Andira.Dia berada di dalam kamarnya, menunggu waktu membuatnya tertidur, namun tak kunjung karena kepalanya hanya ada Andira di dalamnya. Mata jernih milik Andira yang sangat disukai Martin untuk dipandangnya, kulit putih halus yang sangat ingin disentuh olehnya, hingga bibir merah yang ingin sekali dilumat oleh bibir milik Martin.Dia merenung.Imajinasi kotor Martin terhadap Andira semakin bermain dalam kepalanya. Dalam benaknya dia memikirkan bagaimana cara